20. Happy Birthday

911 80 1
                                    

Apa yang bisa kubaca dari punggung laki-laki?

Lelaki yang kuat dan selalu menampakkan rasa percaya diri yang tinggi akan sangat jelas dengan hanya menangkap bayangan punggungnya yang tegap. Lelaki yang punya selera humor yang besar nampak dari punggungnya yang tak pernah diam barang sedetik pun, karena pastilah punggungnya akan bergerak seiring dengan derai tawanya. Tapi bagaimana dengan punggung lelaki yang tampak begitu rapuh di depanku ini?

Bahu kirinya bersandar di dinding lorong ini. Hanya beberapa meter dari tangga. Semua benda yang sedari tadi berada dalam genggamannya begitu saja tergeletak di atas lantai. Buku, sebilah bow untuk menggesek cello, beberapa surat-surat yang terlihat penting. Tanpa melihat dengan jelas pun, aku tahu laki-laki itu tengah membaca surat. Entah apa isinya, hingga kekuatannya yang tersisa seketika lenyap.

Lututnya melemah, seiring dengan punggungnya yang bergetar. Bukan karena menahan tawa. Punggung itu menyimpan penat yang amat besar, luka yang teramat dalam dan kesepian yang terlampau menyesakkan. Surat itu sedemikian besar mempengaruhi emosinya. Dari siapakah? Apakah ada kaitannya dengan tunangannya yang sudah tiada?

Tidak perlu indera ke-enam untuk membaca kesedihannya. Dan rasanya keberadaanku menjadi tidak terlalu penting, bahkan terlebih pelajaran musik cello yang entah apakah akan berguna buatku atau tidak.

Jim Morley.

Bahkan di pertemuan kami kedua setelah kemarin aku gagal mengucapkan salam, sekarang pun aku bahkan tidak sanggup membuka mulutku. Tubuhnya yang terguncang seolah mencegahku untuk mendekat. Seakan jika aku mendekat, pria itu akan hancur dan lenyap dari hadapanku.

Ia bangkit, mencoba berdiri tegak dengan kedua tangannya masih menggenggam surat itu. Ia melipat kembali lembaran surat ke dalam amplop, memasukkan ke dalam saku celana-nya dan seketika berlari meninggalkan posisi di mana ia berdiri. Berlari meninggalkan barang-barangnya yang masih tergeletak di lantai. Tanpa sempat menoleh ke belakang, tempat dimana seseorang mengawasinya dengan perasaan yang sama hancurnya.

Ya, Jim .... Melihatmu begitu tidak berdaya seperti itu mengecilkan semua masalahku. Seakan pengkhianatan yang dilakukan mantan pacarku tidak ada artinya dengan kesedihanmu. Kesedihanmu pula yang membuatku lupa bahwa aku tidak seharusnya mengikutimu. Aku seharusnya sadar akan posisiku. Tapi apa dayaku, Jim? Sejak cincin tunanganmu ada di jariku, aku merasa kesedihanmu adalah bagian dari hidupku. Karena itu aku merasa sangat penting untuk mengatahui apa yang membuatmu begitu terdesak untuk meninggalkan pekerjaanmu.

***

"I'm not a stalker."

"Yes you are."

"I'm not. Oke, aku cuma mengikutinya sejak ia melangkah keluar dari sekolah musik itu. Aku melihatnya berjalan terburu-buru seolah-olah hidup matinya tergantung dari apa yang akan ia temui hari ini. Syukurlah jalan di Edinburgh cukup bersahabat dan tidak membuatku bingung. Lalu tiba-tiba aku mengenali area yang ia datangi, karena beberapa hari lalu aku pernah mendatanginya. Apartemennya sendiri."

"Lalu, dimana kamu sekarang?"

"Aku? Aku di ..."

"Renata ..."

"Ok, aku ada di depan apartemennya."

"Kamu gila. Aku akan menjemputmu sekarang."

"Jangan sekarang, Arlan. Aku serius. Nanti aku hubungi lagi kalau aku butuh jemputan."

KLIK.

Aku menutup begitu saja sambungan ponselku. Sejak Arlan mengantarku saat berusaha menemukan alamat Jim, ia menjadi sangat suka ikut campur. Entah berapa kali aku menolak tawarannya untuk diantar jika aku ingin keluar. Terkadang dia melakukan tugasnya dengan sangat berlebihan. Kenapa ia tidak berterima kasih saja karena aku menciptakan kesempatan dia hanya berdua dengan Astrid? Ah iya aku lupa minta maaf pada Astrid atas sikap burukku saat kami baru sampai di Edinburgh beberapa hari yang lalu. Aku baru saja akan beranjak dan berbalik, sebelum akhirnya aku tersentak akan kehadiran seseorang yang entah sejak kapan berdiri di dekatku.

Diamond Sky in Edinburgh (TAMAT)Where stories live. Discover now