25. Small Idea

715 75 1
                                    

Ketika aku benar-benar mengajar dasar untuk pemain cello pemula, aku tidak mempersiapkan lebih banyak dari sesuatu yang sangat dasar itu sendiri. Posisi duduk, posisi tubuh, posisi menyandarkan cello di bahu cello player dan posisi memegang bow. Butuh waktu lebih dari dua kali pertemuan untuk membuat pemain merasa nyaman dengan posisi yang disarankan.

Kurasa aku tidak perlu terlalu mengulang urusan-urusan dasar semacam itu, karena Renata, yang kali ini adalah muridku, tampak lebih cepat menerima arahanku ketimbang muridku yang lain. Yah itu satu kewajaran karena dia satu dari segelintir murid cello basic yang sudah agak dewasa dibandingkan kebanyakan muridku yang masih di bawah umur.

"Kau sangat bagus untuk ukuran pemula," pujiku saat aku tahu ia memegang bow di tangan kanannya seperti yang kuinstruksikan. Tidak terlalu erat, tapi juga terlihat rileks. Aku memperhatikan raut wajah gadis itu. Terlihat tidak terkejut dengan pujianku. Mungkinkah dia masih marah?

"Penempatan jarimu saat melatih first finger position juga sempurna. Kebanyakan orang akan sedikit mengalami kesulitan karena normalnya jari pertama dan kedua akan terlalu renggang, kedua dan ketiga terlalu rapat, begitupun ketiga dan keempat, sangat renggang. Look at you ..., Jarak antar jarimu sempurna."

"Bukankah seharusnya seorang mentor tidak terlalu banyak memberikan pujian saat mengajar muridnya?"

Aku merasakan nada suara yang dingin saat gadis itu mengucapkan pertanyaannya.

"Aku cuma memberikan pandangan bahwa di antara muridku yang lain, kau cukup cepat belajar. Apa aku salah?"

"Itu karena aku cukup dewasa untuk memahami instruksimu. Itu bukan bakat."

Tatapan sedingin itu, kenapa rasanya begitu menusuk? Seketika aku menggigil. Tidak menyangka gadis yang hangat dan ramah malam itu berubah menjadi sinis.

"Itu keistimewaan, Rena. Memang beginilah caraku mengajar. Aku menggarisbawahi apa yang menjadi kelebihan muridku, untuk lebih memperhatikan detail pelajaranku berikutnya."

"Dan aku berterima kasih. Lanjutkan saja pelajarannya."

Aku menggeleng. Tidak ingin berdebat lagi.

"Baiklah. Aku akan memberikan waktu supaya kau melatih jarimu dengan chart position seperti di not ini."

Aku membuka beberapa lembar sheet di atas stand tepat di depan Rena. Not pemanasan untuk melatih jari kiri di atas permukaan fingerboards.

"Untuk diingat, saat kau mencapai posisi nada tinggi, ibu jarimu tidak lagi di belakang neck, melainkan seperti jari lainnya ... di atas fingerboards. Dan sikumu harus kau angkat lebih tinggi tapi tidak lurus, bengkokkan sedikit ke depan."

Aku mencoba memberikan contoh dengan mengangkat siku kiriku. Dan kemudian menerapkannya secara langsung dengan memposisikan siku Rena di atas fingerboards. Aku merasakan lengan Rena menegang sesaat aku memegang pergelangan tangannya. Sekilas, aku merasakan lengannya menyentak telapak tanganku yang tengah memegang sikunya. Namun terlihat halus ... Sedetik kemudian aku mendapati wajahnya yang terlihat menderita. Aku sungguh merasa bersalah.

"Aku bisa melihat kalau kau masih marah. Aku mungkin pria terbodoh yang pernah kau kenal, Rena. Maafkan, aku cuma bisa mengucapkan ini."

Aku menyentuh punggung telapak tangannya yang tengah memegang bow. Kepala Rena masih tertunduk. Ia tampak gamang untuk membalas tatapan mataku.

"Aku benar-benar minta maaf, Rena .... Apa yang kulakukan malam itu memang sangat jahat."

"No. It wasn't your fault. Itu sepenuhnya salahku karena terbawa suasana," balasnya.

Diamond Sky in Edinburgh (TAMAT)Where stories live. Discover now