Bab 2 : Calon Pengantin : Ribet amat dah!

2K 94 20
                                    

Pernikahan Adriyan dan Lolita akan disaksikan oleh keluarga besar dari kedua belah pihak dan tetangga terdekat. Baik Adriyan maupun Loli, mereka tak mengundang satu pun teman kampus mereka. Mereka melakukannya untuk beberapa alasan.

"Serius lo nggak mau ngundang temen-temen lo?" tanya Riyan yang sedikit penasaran. Kedua tangannya terlipat rapi di depan dada sambil sedikit santai dengan merebahkan punggungnya di sandaran sofa ruang tamu di rumah Loli.

"Iya, ini kan cuma pernikahan yang bertujuan buat ngelindungin due dari dosa. Jadi kalo orang-orang luar tau kita nikah, lo nggak bakal punya kesempatan buat nikahin cewek yang lo cinta. Kan nggak adil banget," jawaban diplomatik Loli sukses membungkam Riyan. Kalimat itu mengena di ulu sanubarinya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Riyan tidak memberi tanggapan sama sekali. Ia lebih memilih diam ketimbang memperpanjang kalimat yang mungkin bisa menyakiti Loli lebih dalam lagi, sahabatnya.

"Kalo lo? Kenapa nggak ngundang temen-temen lo?" Akhirnya Loli angkat suara. Ia tak suka hening yang tertinggal di antara mereka berdua.

Hanya tatap yang bertemu. Loli hanya bisa mencari jawaban dari sorot tajam sahabatnya. Kemudian ia tersadar.

"Oh, ya. Gue gila, ya, nanya beginian. Udah jelas, kan? Haha," sela Loli di antara pertanyaannya dibumbui tawa hambar. Bahagia dan duka saling menyikut satu sama lain, keduanya berusaha untuk saling mendominasi.

Hening lagi. Loli terlalu lelah untuk mencari kata. Setidaknya ia ingin pria yang berani meminta dirinya dari orang tuanya ini akan berbicara lebih banyak. Bukankah seharusnya banyak hal yang harus diutarakan?

An, gue nggak tahu apa yang terjadi pada diri gue sendiri. Gue egois, ya, kalo gue pengen setidaknya bisa deket sama lo di mimpi? Lagian kalo gue deket sama lo di mimpi, gue nggak bakal dosa, kan? Siapa juga yang mau mimpi kayak gini. Walaupun gue seneng, tapi gue juga pengen bangun.

"Waduh, adek gue bakal nikah. Malah lebih cepet dari gue. Gue kira lo bakal ngejomblo sampe kuburan, Lol," celetuk Ifah dari belakang.

Duh, ni genderuwo malah dateng. Sumpahhh gue sesek tiap kali liat perut dia yang kayak mau meledak itu. Apa nggak capek, ya? Apa tuh perut nggak bisa ditaruh dulu di kamar? Lah, mirip puzzle dong. Au' ah, bego amat.

"Kenapa emang, Kak?" tanya Riyan pada akhirnya.

Loli panik. Duh, jangan ngomong sama si buncit, An.

"Dia, kan, nggak bisa ngapa-ngapain, Yan. Masak air aja gosong. Lagian lo kok ganteng-ganteng maunya sama dia, sih?"

"Akkhhh, Kak... Diem deh," Loli menyela.

"Haha, tenang aja, Kak. Loli nggak bakal capek, kok. Di rumah ada bibi yang ngurusin kerjaan rumah. Lagian, kan, Loli juga masih kuliah, pasti sibuk banget dan nggak bakal sempet ngurusin begituan," jelas Riyan bersemangat. Sebenarnya ia sedikit bersyukur karena Ifah datang. Setidaknya dia bisa mendengar calon suaminya itu berkata-kata lebih banyak.

"Enak aja, gue udah bisa masak tumis pete, tau!!!" suara Loli akhirnya nyempil di antara mereka.

"Akkh gue benci pete, Lol," sabet Adriyan membuat Loli berdecak kesal.

"Ya udah lo puasa aja tiap hari! Soalnya cuma itu yang bisa gue masak! Udah gitu kalo gue di rumah lo, gue bakal pindah-tugasin bibi jadi tukang nulis laporan-laporan sama ngedit skripsi gue," balas Loli tangkas.

.
.
.

Di tengah makan malam yang damai, Loli terkejut ketika ayahnya membicarakan tentang pernikahan mereka.

Nikah Lagi, yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang