Bab 15 : Resolusi sisa Mimpi

512 35 1
                                    

Meski berjalan di sisimu hanyalah ilusi,
Dan, menggenggam tanganmu hanyalah sebuah mimpi,
Asal kau tahu, bahagia sekaligus dukaku, adalah dua rasa yang tak terperi.

Cekidot! Cekidot! Cekidot!

.
.
.

06.10 AM

Brak!!!
Pukulan pintu yang cukup keras untuk bisa membangunkan seekor musang berekor akar pangkat tiga dari tujuhratusduapuluhsembilan alias sembilan. Loli bersiap dengan jilbab (gamis) ungu yang menutupi seluruh tubuh dan hampir menyapa tumitnya serta kerudung Prancis tiga lapis menutup sederhana kepalanya. Hanya dilipat dua menjadi bentuk segitiga sama kaki.

Dan, tak lupa, kedua tangannya bekerjasama memangku beban semangkuk bubur ayam hasil latihannya semalaman. Riyan masih terlalu sibuk menata ulang kertas-kertas jurnal di mejanya. Ia sedang tak punya cukup waktu untuk terkejut.

"Hey, wassap, Bro? How's your day?" Loli berusaha mengalihkan perhatian Riyan yang tengah berselingkuh dengan tulisan-tulisan berbahasa aneh di mata Loli.

Oh, no. Bukan gue yang diselingkuhin. Tapi gue lah selingkuhannya. Bahkan jauh sebelum gue lahir, si Tiang udah ditakdirin buat jadi teter buku. Karena kutu buku udah kelewat mainstream.

"It's been worse since 29 days ago," jawab Riyan datar.

Wait. 29 hari? Bukannya itu umur ijab qobul kami? Ck.

"Ya makanya nih gue mau ngadain resolusi buat idup gue sebelum bangun. Kayak netijen-netijen yang koar-koar soal resolusi 2019, gue mau resolusi sisa umur gue." Tutur Loli menyampaikan pembukaan dengan harapan Riyan akan memberinya respon positif dengan setidaknya menatap selama dua detik.

"..."

Lebih dari dua menit dan penantian Loli berujung pada keputusasaan. Okay, prof Riyan nggak tertarik sama presentasi gue.

"Okay, gue anggep lo pengen tau. Jadi, mulai sekarang gue bakal jadi istri beneran,"

"Oh, serius?"

Yes! Ada respon!

"Iya. Gue bakal ngelakuin semua yang profesi istri lakuin, biar setidaknya gue dapet nginjek teras sorga," jawab Loli mantap.

"Oh, yakin lo?"

"Yakinlah! Buat sorga, pala gue migrasi ke tanah sambil melototin tentara Israel aja gue siep!" Loli menorehkan senyum seolah keputusannya tersebut benar-benar matang.

Mendengar ujaran Loli yang penuh semangat 45, Riyan memutar kursi kerjanya dan menyungging senyum ambigu. Matanya seolah menginterogasi gadis itu dari ujung jempol kaus kaki sampai pet hijab yang mencuat mantap.

"Oh, yakin lo?"

Deg.
Apaan nih? Gue berasa kayak di pinggir empang ular piton ples buaya berondong. Ngeri bat dah.
Lagian ngapain tu mata seliweran begitu? Minta dicolok kali, yak?

"Nih!" Jerit Loli diiringi nada gebrakan alas mangkuk dan meja kerja. "Jangan lupa dimakan! Kalo lo ko'it, berarti racun serangganya mempan!"

Brakk!
Pintu tertutup dengan keras.

Huft... Bego bangetttt! Gue hampir aja masuk jebakan Heleboi!

"Gue batalin resolusi gue!" Teriak Loli dari luar pintu kamar Riyan.

Pria itu melirik mangkuk berisi bubur ayam yang dibuat oleh Loli. Ia tertawa kecil melihat tingkah aneh istrinya sendiri. Ia bisa mendengar suara mesin motor dari ruangannya. Ia tahu sebentar lagi Loli akan hilang dari gerbang rumah mereka. Tapi, suasana kemudian mendadak senyap.

Nikah Lagi, yuk!Where stories live. Discover now