Bab 19 : Trauma (2)

381 32 3
                                    

Aku takut pada pagi.
Bukan karena aku suka berkabung dalam gulita.
Bukan karena aku hanya dapat melihatmu dalam lelap.
Bukan karena terik yang pedih kian melahap.
Aku takut pada pagi,
Karena mentari akan merebut harimu, merenggut duniamu, menjadikanmu sosok yang melangkah jauh dariku.

.
.
.

Cekidot!

.
.
.

Flashback on

"Hai, Professor? How's your day?" Sapa gadis itu, Ayla, dengan wajah sumringah.

"Oh, seperti biasa."

Ya, jawaban konstan yang selalu diberikan oleh Riyan tiap kali pertanyaan itu tertuju padanya. Bukan karena kosa kata tengah berlari darinya, tapi ia memang tak merasa ada hal spesial dalam kesehariannya. Just like... As always.

"Eh, ya. Dua hari lagi kan ultah sekolah kita. Jadi mulai hari ini kelas kita bakal mulai ngehias. Lo jangan bolos, ya?" Ayla sedikit mengancam. Laki-laki itu tak berkutik. Ia hanya tak memiliki cukup ketertarikan untuk bergabung.

"Ntar gue setor muka," balas Riyan datar dan dingin. Ya, as always.

"Hufftt..." Ayla menghela napas pasrah. Ia sudah kehabisan cara untuk membuat teman satu-satunya ini keluar dari zona nyamannya sekali saja.

Tuk tuk tuk. Suara sepatu yang menghantam keramik. Ia sudah tahu bahwa pelakunya adalah si murid baru, Natasha Olivia yang memperkenalkan nama panggilannya sendiri sebagai Acha.

"Hai, Adriyan. Kamu ikut olimpiade Matematika di sekolah? Aku ikut Olimpiade Kimia."

"Oh," respon Riyan dingin, as always.

"Let's do our best!"

"Ok."

Meski berlagak careless, Riyan tahu bahwa gadis itu menaruh harapan padanya. Harapan yang sering disebut sebagai cinta oleh gadis-gadis yang pernah melakukan hal yang sama. Ia hanya tak ingin terlibat dalam hal-hal yang menurutnya sia-sia.

Ayla yang memperhatikan percakapan singkat keduanya hanya bisa pasrah sambil menepuk jidatnya sendiri. Dia tak percaya bahwa sisa hidupnya akan ia jalani melalui pertemanan dirinya dengan orang sejenis Adriyan.

Kelas bubar dan seperti rencana awal, pulang sekolah akan dijadikan waktu untuk menghias kelas. Dan, seperti biasa pula Riyan tak ingin bergabung dengan mereka.

"Adriyan? Kenapa pulang? Kelas kita kan mau dihias?" Tanya Acha mencegah Riyan pergi.

"Oh, silahkan." Laki-laki itu pun berlalu melewati pintu.

"Udahlah. Sejak kapan ada kegiatan yang lebih berharga dari kegiatan membacanya di perpustakaan?" celetuk Ayla mengerucutkan bibirnya.

"Kalian sangat dekat, ya?"

"Kami? Gue sama Adriyan?"

"He'm"

"Entah. Gue cuma ngerasa kalo Adriyan satu-satunya temen gue," terang Ayla sedikit tersenyum mengantarkan berlalunya Riyan di ujung koridor.

"Wahhh, boleh gue gabung? Karena baru, gue nggak tau mau ngobrol sama siapa."

"Eh? Berasa kayak partai aja pake izin gabung. Sekalian aja daftar buat verifikasi. Hahaha."

"Gue cuman pengen tau tentang dia lebih banyak."

"Lo suka sama Professor, ya?"

"Eh? Keliatan banget?"

Nikah Lagi, yuk!Where stories live. Discover now