Bab 43 : Sumpah Makin Ganjil

337 24 0
                                    

Aku selalu ada di sisimu
Meski itu sisi terjauh darimu
Memastikan tak ada duka yang cukup berani mendekatimu

.
.
.
.
_
___
______
__________
_________________
__________________________
___________________________________

"Ma, Pa, kalian piara berapa tuyul si?"

Makan malam indah yang hancur karena seekor pertanyaan dari Yang Mulia Lolita Agustin. Tak ayal, pak Hasyim tersedak setelah mendengar pertanyaan absurd bungsunya.

"Bulan ini 500 ekor si," jawab Mama sekenanya.

"Duh, Mama. Ita serius nih," rengek Loli seperti anak kecil.

Pak Hasyim turun tangan dengan mulai angkat bicara.

"Kenapa bertanya begitu, Ta?"

"Saldo rekening Ita, Pa. Terakhir tadi sore totalnya 35 jutaan. Ini bulan ke-6  mama terus transfer uang dari 5-10 juta per bulan."

"Lah, terus?"

Allahumma shalli wa sallim...
Emak sama bapak sama-sama hedon..

"Ini kebanyakan, Pa."

"Dah dibilang, tabung aja kalo ngga perlu."

"Kalo gitu, boleh ngga Ita sumbangin sebagian ke orang-orang yang membutuhkan?"

"Tentu. Itu sangat baik," respon pak Hasyim mantap. Diiringi senyum lebar dari Ita dan Mama.

"Yes!"
.
.
.
.

Rerumputan hijau membuat setiap mata memandang akan merasa tenang dan nyaman. Loli duduk di antara dua pohon lebat yang melindungi siapapun dari panasnya terik matahari. Di genggamnya Qur'an mini itu dan dilihatnya sesekali hanya saat ia terlupa akan kelanjutan ayat yang tengah ia lafalkan.

Fokus pada perkuliahan tak membuat pikiran gadis itu lepas dari sosok yang diyakininya hanya akan memberi sumbangan dosa pada dirinya. Muroja'ah adalah satu-satunya moment dimana ia bisa melupakan segalanya. Mungkin itu adalah satu dari sekian tujuannya dalam menyusun proyek Tahfidzul Qur'an bersama ketiga sahabatnya.

"Assalamualaikum my sweety ughtea Loli," sapa Rea tiba-tiba muncul.

"Wa'alaikumussalam. Mana yang lain?"

"Tadi Lina chat gue katanya lagi di jalan sama Mita," jawab Rea sembari mengeluarkan mushaf juga.

Loli mengangguk dan hendak meneruskan kegiatan muroja'ahnya yang sempat terpotong oleh Rea. Namun, ketika hampir mulai melafalkan, Rea mengejutkan sahabatnya dengan memberi kabar tak terduga.

"Nih, lo harus datang, ya?" Rea menyodorkan sepucuk kertas cukup tebal berornamen yang dihias sedemikian rupa dan dibalut oleh kertas bening. "Awas kalo nggak, gue bantai seluruh populasi jin yang suka bergelantungan di pohon mangga depan rumah lo."

"What? MasyaAllah, temen gue laku juga," teriak Loli kegirangan.

"Iya dong, di antara kita kan gue paling imut, yuhuuuu."

"Dih, betewe ini lo nggak pacaran dulu, kan?"

"Yaelah, selama ini gue putus sama pacar gue gara-gara elu. Gue juga nahan jomblo setahun gara-gara elu. Yah, akhirnya ada yang datang ke rumah dan menyadari keimutan gue. Hahaha."

Rea tampak begitu bahagia dengan takdir yang datang padanya. Loli pun tak jauh berbeda. Ia bahagia mendengar kabar baik dari sahabatnya.

"Tapi ingat, ya. Nikahnya yang syar'i. Ga boleh ketemu sampe akad selesai. Dibedakan tempat tamu undangan laki-laki dan perempuan," pesan Loli layaknya orang tua yang sedang menasihati anak-anaknya.

Nikah Lagi, yuk!Where stories live. Discover now