Bab 9 : Gaje Boeta

537 40 2
                                    

Cekicekidot!!!
.
.
.

"Hallo, Wa'alaikumussalam, kenapa Lol?" jawab Riyan di ujung sana dengan suara parau. Iya, dia pasti sebentar lagi tepar.

"Gue gagal Konsul KRS, gue pulang nih, ke rumah mama di Bukit Duri. Lo redho, nggak?" tanya Loli sedikit dongkol.

"Gimana lo ke sananya? Gue jemput, ya.."

"Nggak nggak nggak nggak nggak."

Jawaban sepektakuler itu bukan dilatarbelakangi oleh kedongkolan Loli disebabkan Gea. Hanya saja suara parau Riyan berhasil menusuk belulang gadis mungil Loli yang kini berprofesi sebagai istrinya. Ia tak bisa menjadi tega untuk manusia kesayangannya.

"Kenapa lagi lo? Nolak lima kali begitu,"

"Gue cuman pengen singgel bentar. Lo nempel sih kemana-mana kayak bekicod aja,"

"Terus lo gimana? Lo mau pake apa?"

"Nggak papa, gue udah berangkat kok, pake godek onlen," ujar Loli berbohong. Walaupun sebenarnya dia tak ingin melakukannya, tapi tiap kali ia melihat Riyan, rasanya ia bisa melihat bahwa suaminya tak akan bertahan kurang dari lima menit.

Tapi sayangnya kebohongan itu...

"Terus sapa yang gue liat meringkuk kayak ayam kampung botak kecebur empang Antartika di kolong berugak depan gedung E?"

Eh?

Loli terkesiap ketika mendengar suara manusia kesayangannya bersumber tepat di belakangnya.
Si Pancang udah nonton drakor berapa jilid, yak? Kok dia sok romancik begini? Jadi geli gue.

Gue balik badan dan lihat dia masih naruh ponsel di telinga. Sumppahh berasa kayak bintang drakor Censongyi yang lagi keciduk Dominjun pas lagi setres ngadepin heters... Sekarang nih jilbab gue kibas-kibas kayak lagi di-sate-in...

"Lama bangetttt lo di situ. Cepetan! Dosen gue udah ngomel-ngomel dari tadi nih. Pokoknya kalau hari ini gue nggak dapet lampu ijo buat ujian, ini salah lo, ya..."

"Okay, deh," timpal Loli malas sekaligus berusaha menelan pil kecewa atas ekspektasi yang gagal berulang kali.

.
.
.
Di mobil
.
.

"Lagian lo kenapa bohong, sih? Dosa tau!"

"Gue cuma lagi males liat muka lo, Pancang!"

"Duh, yakin lo? Masa lo males liat muka James Bond begini?"

Dih, pede banget dia. Ganteng, sih, ganteng... Nggak gitu juga kali...

"Jemes Bon Jemes Bon.. Ikan sekarat, iya!" Loli menancap gas.

Hening. Lagi. Baik Loli maupun Riyan sama-sama tak menyukai saat-saat seperti ini. Keduanya sama-sama memendam perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Walau mungkin bukan perasaan yang sama.

"Gue mau pulang," akhirnya Loli membeo. Wajahnya kusut. Ia terlihat seperti baru kembali dari tour Mount Everest. Pucat. Bahkan nada suaranya lirih. Riyan tersentak ketika akhirnya bahu sebelah kirinya dihantam oleh sisi kanan kepala Loli. Gadis itu akhirnya tak sadarkan diri.

.
.
Rumah
.
.

Tubuh mungil itu kini terlentang di atas pembaringan lebar di kamarnya. Ia masih belum pulih. Kedua matanya mengerjap pelan sebelum akhirnya membuka dengan sempurna. Samar, masih samar. Ia teringat bahwa terakhir kali sebelum dia kolaps, Riyan bersamanya. Tapi kini ruangan itu sepi, hanya ia seorang diri.

Iyan pasti langsung pergi mengingat tadi dia benar-benar dikejer waktu. Duh, sian bangett dah suami gue.

Loli melihat sekitar dan menemukan segelas air dan beberapa jenis obat penurun demam di atas mejanya. Wahh, dia nyampe nyiepin ini, sekarang dia pasti lagi nangis-nangis jungkir balik sambil dangdutan bila perlu biar dapet ACC dari dosen pembimbingnya. Akkhhh, makin berasa nyusahin banget gue mah.

Nikah Lagi, yuk!Where stories live. Discover now