Bab 25 : Past return

337 30 1
                                    

Menangislah hari ini.
Sebab hari esok adalah tawa bahagiamu.
Air matamu bukan kelemahan.
Justru ia adalah pintu gerbang pertama yang disediakan Tuhan bagimu agar keluar dari keterpurukan.

.

.

.

Cekidot!!!

Flashback on

Seperti biasa, sosok dingin itu tengah asyik membolak-balikkan tiap halaman buku berjudul Atlas of Human Anatomy karya Frank H. Netter, MD. Tapi, hari itu paginya terasa berbeda. Tenang, tanpa bising yang biasa membuatnya kesal bahkan mual.

Teeeet
Teeeet
Teeeet

Bel masuk berbunyi merdu, hanya baginya, pria yang cinta belajar lebih dari apapun. Namun, ia terganggu oleh pemandangan di sisi kirinya. Sebuah bangku yang tak berpenghuni, kosong. Apa Ayla nggak masuk hari ini? Ah, dia tau apa yang harus dia lakuin.

"Maaf, Bu. Saya terlambat," ucap seorang gadis yang tengah berdiri di bibir pintu dengan napas tersengal-sengal. Sepertinya ia sudah berlari cukup jauh.

Pandangan Riyan teralihkan pada gadis itu dan kemudian kembali fokus pada bukunya setelah tahu bahwa gadis itu bukan Alya, tapi Acha.

Acha melirik seluruh isi kelas dan mendapatkan sebuah peluang besar, meja di samping Riyan kosong. "Good morning Professor!" Sapa Acha.

"Wahhh, lo ngeliat gue di pintu kek natep kecewa gitu," ujar gadis itu yang tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Emangnya lo nunggu siapa? Ayla, yak?"

"Mungkin dia sakit," jawab Riyan singkat. "Atau dokter cogan itu bikin dia nggak mau pulang," candanya.

"Mungkin... Mungkin dia emang sakit." Acha menimpali pelan.

.
.
.

Di Perpustakaan.

"Yan?"

"Hm?"

"Tipe cewek yang lo suka kayak gimana?"

"Cewek yang udah gue nikahin,"

"Wahhh. Jadi lo harus nikahin dulu?"

"Iyalah." Riyan tersenyum sambil meneruskan tarian pena di atas lembaran putih yang dipenuhi coretan indah angka-angka di sana.

"Jadi kapan kita nikah?"

"Eh?" Laki-laki itu terperanjat setelah mendengar suara dengan kumpulan kata tak aneh yang tiba-tiba menjadi aneh setelah disusun menjadi sebuah kalimat.

"Haha. Jangan kaget gitu. Gue tau kok lo lagi berjuang buat orang lain, haha. Yah, walopun gue suka sama lo, tapi gue harus gimana? Kecuali kalo gue punya otak psikopat, mungkin kejadiannya bakal lain. Haha."

"Lo orangnya blak-blakan ternyata. Lagian kenapa harus psikopat?"

"Psikopat kalo nyabut nyawa orang nggak bakal dikenai sanksi normal, palingan rehab."

"Haha bahkan orang gila kayak mereka juga nggak kena hisab, yak?"

"Orang gila?" Dahi Acha berkerut. "Psikopat itu keliatan nggak punya hati. Tapi, itu juga karena hati mereka udah abis keiris sama orang yang jahat ke dia."

"Lo paham banget kayaknya," ujar Riyan memicingkan matanya ke arah gadis yang tengah duduk di sampingnya.

.
.
.

Nikah Lagi, yuk!Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ