Bab. 39 Not Even

362 31 3
                                    

Aku tak bisa selalu berada di sisimu.
Aku pun tak ingin membuka pintu yang mengunci hatimu bagi cinta yang lain.
Lontarkan cacian untukku.
Untuk menghapus sedikit saja sesalmu karena telah memilihku.

.
.
.
Happy reading
.
.
.
___________________
______________
__________
______
___
_
___
______

Ia merangkak dalam malam yang peliknya seolah tegas bertombak. Memberontak. Ia menangisi kasihnya yang terluka. Ia ingin meminang rasa sakit yang mencekik, meronta, serta mengungkung kekasihnya.

Segala hal yang dialami Loli saat bersama Riyan membuat pria itu ingin berhenti. Ia menyadari langkah juangnya hanya akan membuat kasihnya semakin tersakiti. Meski gadis itu selalu tertawa, bagi Riyan itu hanyalah alibi untuk menyingkirkan tiap celah yang memungkinkan tampaknya diri yang terluka.

Amnesia parsial yang dialami Loli membuatnya semakin kalut. Kenyataan saat ia merasa kehidupan bersama Riyan hanyalah sebuah mimpi membuat pria itu semakin frustrasi. Ia pikir Loli telah menghapus semua ingatan tentang kejadian terakhir yang dialaminya.

Allahummarhamna bil Qur'an...
Waj'alhu lana imaama wa nuuro wa huda wa Rohmah...
Allahumma dzakirna min huma nasiina
Wa 'allimna min huma jahilna
Warzuqna tilawatahu ana allaili wa atarofannahar
Waj'alhu lana hujjatain yaa robbal'alamiin...

Langit tampak begitu elok berhias gemintang. Dibersamai senandung penuh cinta dari Loli selalu menjadi pengisi ruang kosong di hati pria yang memilih untuk bergeming di balik pintu masuk. Ia bahagia meski ada beberapa tetes air mata di ujung kedua matanya.

Adzan subuh akan segera berkumandang. Loli tampak bersiap untuk mengambil wudhu. Ia bangun dari ranjang bersprei biru yang dihinggapinya. Tak tega untuk menghancurkan lelap Ayah dan Mama, ia beranjak mendekati tembok untuk bertayamum. Dokter berkata luka di kepala dan beberapa bagian di tubuhnya belum boleh menyentuh air.

Terbaring dalam keadaan koma selama enam bulan membuat belulangnya tak cukup kuat untuk bertahan dalam waktu lama. Beberapa kali gadis itu meringis kesakitan. Namun ia tak menyerah.

"Need help?" Suara itu berasal dari ujung ruangan, dekat dengan pintu. Ia tahu pemiliknya.

"Ah, nggak. Gue bi-" kalimatnya tersendat. "Saya bisa kok, Dok," timpalnya dari balik tirai.

"Baiklah, kalau butuh bantuan, jangan sungkan untuk memanggil saya," ujar Riyan dan segera berlalu.

"Tentu," sahut Loli sedikit gugup.

Tuk.
Pintu tertutup dengan pelan. Menyisakan sosok insan yang bersandar dengan raut yang seolah tenggelam dalam palung tak berdasar.

"Dokter, bukankah shift Anda sudah selesai kemarin sore?" Seorang perawat yang hendak memasuki ruangan itu terheran.

"Ah, ya. Saya hanya ada urusan sedikit."

"Oh, begitu. Baiklah kalau begitu saya akan masuk sekarang," tutup perawat itu dengan senyuman ramah. Riyan sedikit menyingkir dan perlahan membuka pintu ruangan yang sebelumnya ia kekang.

"Riyan," panggil seseorang beberapa meter dari tempat pria itu berdiri saat ini.

Riyan menoleh. Menyaksikan sosok yang sangat ia cintai tampak begitu gusar karena dirinya.

Nikah Lagi, yuk!Where stories live. Discover now