RENJANA 11

68 7 0
                                    

Helloooo... Happy reading.

-

Ocha menatap Narendra di sampingnya atau mungkin ia harus menyebutnya Ren kerena ia memintanya begitu. Jelas cowok ini jauh lebih tua darinya, mungkin enam atau tujuh tahun. Ia bisa melihat binar kecerdasan dalam matanya yang hitam pekat. Ia tak bisa menahan kekesalannya kala memikirkan apa motif dibalik keduanya saling diperkenalkan. Ia sudah terbiasa dengan hal semacam ini karena ini bukan yang pertama. Ayah dan ibunya selalu memaksakan kehendak mereka padanya sejak kecil dan sebagai anak yang masih bergantung pada mereka, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak.

Berbeda dengan Geo, kakaknya itu terlalu cerdas untuk bisa dikendalikan, hingga semua imbas itu terdampar padanya. Sudah sering Ocha meminta bantuan Geo untuk meyakinkan orang tua mereka untuk berhenti menjodoh-jodohkan dirinya dengan cowok yang tidak dikenalnya, tapi jawaban Geo benar-benar membuatnya muak; ‘gue bukannya nggak mau bantu, tapi sekarang gua udah nggak punya hak lagi untuk ikut campur urusan mereka’.

“Kamu kuliah semester berapa?” Ren bertanya pada Ocha saat ia asyik melamunkan keadaannya.

“Enam.” Jawab Ocha pendek. Ia tidak ingin bercakap-cakap panjang dengan cowok ini lebih lama.

Ren mengangguk, “Kamu itu cewek kesekian yang dikenalin ke saya. Saking banyaknya saya sampai lupa berapa tepatnya.”

Sebelum Ocha mendengus mendengar betapa pongahnya orang ini, Ren kembali melanjutkan.

“—Saya yakin ini juga bukan pertama buat kamu. Jadi gimana kalo kita kerja sama? Biar kita sama-sama enak.”

Ocha mengerutkan dahi, mencoba menebak ke mana arah pembicaraan ini.

Ren meminta Ocha menerima uluran segelas whine darinya, “Sebelum orang tua kamu bilang secara gamblang niat mereka untuk ngenalin kamu ke saya, pasti kita udah sama-sama tau apa tujuannya. Dan menurut saya itu bukan ide yang terlalu buruk.” Ren menyesap whine di gelasnya.

Ocha menyipit makin bingung dengan apa yang ingin Ren bicarakan. Whine di tangannya sempurnya terabaikan.

“Kamu nggak rugi juga sama rencana itu. Malah kamu akan dapet kebebasan kamu.”

Ocha menatap Ren tidak mengerti, “Maksudnya?”

“Saya cukup yakin anak-anak kayak kamu—“ Ren mengangkat tangannya melihat Ocha tidak terima dibilang ‘anak-anak’, “No offence. Anak perempuan kayak kamu nggak punya  banyak pilihan, tapi kamu mikir nggak, dengan  kamu setuju sama rencana ini, sama aja kamu bebas.”

Ocha mengerutkan dahi.

Ren menghela napas, “Oke, saya gamblang aja. Kalo kamu nurut orang tua kamu untuk dijodohin sama saya, mereka nggak akan nuntut apa-apa lagi dari kamu. Kamu bebas. Ya kan?”

Ocha mendengus, “Bukannya itu sama aja kayak ‘keluar dari kandang singa masuk mulut buaya’?”

Ren menggeleng, menandaskan whine-nya, “Saya bukan buaya di sini. Saya cuma akan jadi tameng untuk kamu berlindung dari ‘singa’. Saya juga sebenernya butuh kamu untuk ngehindar dari semua acara jodoh-jodohan konyol kayak gini.” Ren menggedikkan bahu tak acuh.

“Maksudnya kamu mau kita pura-pura nerima perjodohan ini?”

Ren menahan tawanya melihat betapa polosnya Ocha, “Nggak pura-pura dong. Beneran diterima, Non.. tapi nggak usah terlalu serius nanggepin status itu.”

Ocha mengangkat alis, “Saya bebas ngelakuin yang saya mau?”

“Asal kamu hati-hati. Kamu nggak akan suka kalau akhirnya wajah kamu muncul di majalah dan TV karena kamu ngelakuin yang aneh-aneh.Tapi itu harusnya nggak terlalu jadi masalah, sih.. gampang beresinnya kalo mereka macam-macam.” Ren tersenyum, lesung pipi muncul di kedua pipinya.

“Saya punya pacar.” Kata Ocha tiba-tiba.

Kali ini tawa Ren pecah, ia mendeham, “Ya.. ya.. terserah.”

Ocha mengerutkan dahi. Sebenarnya apa yang dipikirkan orang ini? Dia mau Ocha menerima perjodohan ini supaya mereka sama-sama bisa terbebas dari rencana semacam ini ke depannya. Dia bilang Ocha bebas melakukan apa pun terlepas dari status mereka yang harusnya nanti akan menjadi ‘tunangan’. Dia tak peduli Ocha sudah punya pacar, tapi menyuruhnya untuk berhati-hati... hah....

“Kamu diam, berarti setuju.” Ren menyentuhkan gelas kosongnya pada gelas Ocha yang masih berisi hingga bunyi detingan khas terdengar, “Mohon kerja samanya.” Ia lalu meraih gelas whine di tangan Ocha dan meminum isinya.

Ocha menatapnya tanpa ekspresi. Tawaran itu sebenarnya amat menggiurkan. Kalau Ren serius dengan kata-katanya maka ia benar-benar akan bisa terbebas dari kekangan orang tuanya. Kalau setelah ia menerima perjodohan itu orang tuanya masih menuntut hal macam-macam padanya, maka ia akan minta Ren sendiri untuk menangani itu karena cowok itulah yang menjamin dirinya bebas, maka ia harus menepati itu.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang