RENJANA 32

58 4 2
                                    

Sebelum masuk, tentu saja ospek kampus tak boleh dilewatkan. Masa-masa pembodohan paling akhir di masa hidup kita akhirnya datang. Setelah ini tak akan ada ospek-ospek dengan kostum aneh lagi. Tak ada senior yang sibuk berteriak untuk melakukan ini itu. Tak akan ada lagi teriak-teriak menyanyikan yel-yel sampai suara habis. Tak akan ada lagi lautan manusia saling berlomba siapa paling heboh bernyanyi. Tak akan ada lagi hari-hari larangan memakai make up di kelas.

Untuk keseruan ini, Kinan tak mau ketinggalan. Meski ia sibuk KKN, namun ia terus memanta perkembangan persiapan ospek. Kebanyakan anak angkatannya, yang tak bisa ikut rapat karena KKN, dijadikan mentor untuk anak-anak maba. Pun Kinan, ia sudah mendapat mandat sejak sebelum berangkat KKN, dan ditengah KKN ia malah sudah sibuk mengumpulkan anak-anak kelompoknya di grup line.

Hari H tiba. Ia langsung stand by di dekat tempat duduk kelompoknya di pelataran gedung fakultas. Ia sudah rapi dengan almamater dan rambut kuncir kudanya. Ia sudah datang ke kampus sejak jam 6 pagi untuk membantu para anggota lain. Warna fakultasnya adalah merah maroon, maka panitia sudah menyiapkan ikat kepala dengan warna senada. Kinan melilitkannya di sepanjang kunciran rambutnya dan mengikatnya kuat.

Jam 7 pagi semua peserta sudah berkumpul. Kinan sibuk mengabsen anak-anak kelompoknya. Sementara di depan panitia lain sudah mulai menyuarakan yel-yel Fakultas Sains dan Teknologi. Kalau boleh jujur, dari tahun ke tahun fakultasnya tidak pernah jadi fakultas paling ribut. Tapi bukan berarti tidak bersemangat.

Jadwal hari ini adalah upacara di lapangan kampus. Jam setengah 8 fakultas mereka mulai bergerak, berpindah menuju bagian barat kampus, di mana lapangan luas terbentang. Kinan sibuk berteriak di megafon agar para maba membuat 2 banjar yang rapi dan berjalan dengan tertib. Di tengah jalan di berpapasan dengan rombongan Fakultas Manajemen dan Bisnis. Mereka berhenti dan memberikan jalan lebih dulu pada mereka untuk masuk ke lapangan.

Matahari cerah, terik sekali meski baru pukul 8 pagi. Harusnya apel sudah di mulai, tapi seperti tahun-tahun sebelumnya, mobilisasi selalu berjalan lambat. Hingga jam 9 apel baru dimulai. Para pantia berbaris di belakang maba, ada pula yang menyelip di antara mereka, ada pula yang berbaris di berbatasan antar fakultas.

Kinan melirik barisan fakultas Bella, temannya itu uga panitia setahunya, tapi sejak tadi ia tidak menemukannya. Kinan sengaja berjaga di belakang barisan supaya ia bisa bergerak bebas dan bahkan duduk santai. Ketika lagu Indonesia Raya terdengar, Kinan mau tak mau berdiri dan memberi hormat ke arah bendera yang perlahan menaiki tiang. Peluh memenuhi keningnya, menetes turun ke pelipis hingga lehernya.

Di sebelahnya orang lain berdiri dekat hingga sikunya tak sengaja menyentuh tubuh orang itu. Ketika lagi berakhir dan Kinan menurunkan tangannya, ia kaget bukan main dan hampir menjerit melihat Adit-lah yang ada di sampingnya. Ia buru-buru melangkah menjauh, tapi Adit mengikutinya.

“Lo lagi apel jangan kabur-kaburan.” Adit menghalangi Kinan.

Kinan melihat sekeliling. Ramai. Harusnya Adit tak akan berani melakukan hal macam-macam di sini.

“Gue tau lo dari tadi nyariin gue, kan? Gue liat.”

Kinan menyipit sinis, “Pede gila.”

Adit mendengus, “Lo dari tadi ngeliatin ke arah barisan gue terus.”

Kinan mendelik, tatapannya jijik. Ternyata selain gampang marah, anak ini juga jago berimajinasi dan super narsis. Kinan melangkah menjauh, tidak ingin berurusan lebih lama dengannya. Kebetulan sekali saat itu ada seorang maba fakultasnya yang pingsan di tengah barisan. Kinan langsung berlari dan membantu mengangkat anak itu bersama panitia lain dari fakultasnya. Dari ujung matanya, ia melihat Adit berkacak pinggang memandanginya.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang