RENJANA 43

53 3 0
                                    

Bella menerobos masuk kosan Kinan. Wajahnya dipenuhi kebingungan. Kinan yang sedang menyusun laporan lab nya mendongak dari balik kaca mata bulatnya. Keningnya mengerut kala Bella mendaratkan diri di pinggir kasurnya dan duduk terdiam. Kinan memutar tubuhnya, mengabaikan sejenak tugasnya dan menatap Bella sama bingungnya.

Bella tampaknya butuh beberapa waktu untuk bisa pulih dari apapun yang membuatnya bingung saat ini. Ia tidak menatap Kinan, tapi pandangannya sejak tadi lurus pada layar laptop yang menyala terang. Satu menit berlalu dan masih belum ada kata-kata yang terlontar keluar dari mulutnya. Kinan di depannya menggeleng tak mengerti dan kembali berbalik menghadap laptopnya. Kesambet di mana temannya ini?

“Nan.....” Bella menarik lengan Kinan supaya temannya itu beralik.

“Apa?” sahut Kinan sedikit malas.

“Masa Raka nembak gue?”

“HAA??” Kinan melotot tak percaya, ia bahkan menutup mulutnya yang menganga dengan tangannya.

“Aneh, kan?”

“Kok aneh? Terus, terus gimana?”

“Aneh aja gue ngerasanya, tu anak nggak ada angin nggak ada apa tiba-tiba nembak.”

“Lo bukannya ada rasa juga sama dia?”

Bella menggeleng, “Awalnya iya. Tapi gue nggak tau belakangan ini gue jarang ketemu dia, jadi tadi pas dia nembak gue malah ngerasa aneh bukannya seneng.”

Kinan mengerutkan dahi, ikut prihatin pada kebingungan Bella yang sesungguhnya ia sendiri tidak bisa membantu.

“Jadi gimana? lo jawab apa?” tanya Kinan.

“Belom gue jawab, Nan. Gue minta waktu sampe besok.”

Kinan mendecak, “Kalo minta waktu berarti lo nggak mau nerima dia.”

Bella menatap Kinan, diam-diam mengamini dalam hati. Memang benar akhirnya pasti ia akan menolak Raka. Untuk apa ia minta waktu segala untuk memberikan jawaban kalau ia memang suka dan mengharapkan Raka? Kalau ia memang berniat menerima cowok itu, iya pasti sudah megangguk kegirangan ketika Raka mengutarakan perasaannya. Tapi yang terjadi padanya sekarang adalah ia sama sekali tidak merasakan apapun padanya.

“Lo udah terpengaruh si Om CEO!” seloroh Kinan masa bodoh.

Bella mendelik, “Asbun banget lo!”

Kinan mencibir, “Ocha udah di kasih tau?”

Bella menggeleng, “Gue langsung ke sini, nggak kepikiran yang lain.”

Kinan tak peduli. Besoknya ketika mereka makan bertiga di kantin kampus, Kinan dengan semangat memberitahukan kabar itu pada Ocha. Tapi tak seperti dugaannya, bukannya terkejut dan meledek Bella, Ocha malah terlihat tidak suka dan mengerut dalam.

“Dia ngapain nembak lo?” tanya Ocha tajam.

“Aneh, kan? Gue juga bingung.”

“Lo tolak?”

Bella mengangguk, “Pagi ini udah gue kasih jawabannya.”

Sisa makan siang mereka Ocha terus mengerutkan dahi. Seperti ia sedang memikirkan sesuatu dan sama sekali tidak berselera bergabung dalam candaan Kinan dan Bella. Ketika makanannya habis, ia langsung bangkit dan pamit lebih dulu.

“Kenapa dia?” tanya Kinan bingung.

Kembali ke kelas, Ocha tidak bisa fokus pada mata kuliahnya di kelas. Diam-diam ia keluar dari kelas lewat pintu belakang. Sepanjang lorong ia terus memikirkan apa sebenarnya maksud Raka meminta Ocha untuk jadi pacarnya padahal mereka adalah saudara tiri? Sebanyak apapun ia memikirkan soal hal ini, tetap ia tidak bisa menduga tujuan di balik sikap aneh Raka.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang