RENJANA 12

55 5 0
                                    

Hellooo happy reading^^

-

Seminggu setelah pesta itu ujian akhir semester perkuliahan dimulai. Bella melangkah mantap memasuki kelas dengan almamaternya. Aturan ujian semester di jurusannya memang cukup ketat. Mahasiswa wajib memakai almet dan wajib memakai sepatu. Aturan seperti ini harusnya diterapkan di seluruh kampus, tapi nyatanya tidak semuanya seperti itu. Contohnya saja fakultas Ocha dan Kinan yang tidak menerapkan aturan ini. Malah mereka tidak punya jadwal ujian yang pasti karena ujian dilakukan atas arahan dosen, jadi tidak mengikuti kalender akademik dari kampus.

Kelas sudah penuh terisi, Bella memang sengaja datang mepet dengan jam mulai agar ia tidak perlu mengobrol dulu dengan teman-temannya yang akan mengaburkan konsentrasinya dan membuatnya menyia-nyiakan usahanya belajar seminggu belakangan ini. Ia memang mahasiswi yang termasuk pintar di jurusannya dan tentu saja itu tidak dicapai dengan leha-leha. Usahanya patut diacungi jempol. Bahkan Kinan dan Ocha sudah hapal, jika sedang pekan ulangan seperti ini Bella akan menghilang dari peredaran. Ia tidak muncul di chatroom, tidak juga muncul untuk makan siang bersama.

Bella melakukannya tentu saja agar ia bisa mendapat kehidupan yang lebih baik nantinya. Sekarang ini ia sudah cukup kesal karena masih harus menerima uang dari mamanya, ia amat sangat berharap ia bisa segera mandiri. Keinginan ini muncul bukan karena ia tidak ingin merepotkan mamanya, tapi lebih kepada ia tidak ingin menerima apapun dari mamanya yang entah darimana mendapatkannya. Semester depan ia akan mulai PKL, semoga ia bisa mendapat tempat PKL yang bagus dan nyaman. Juga semoga PKL nanti bisa menjadi jalan keluar masalahnya ini.

Ujian dimulai pukul setengah 8. Ruangan mendadak hening, pengawas di depan membuat Bella tak bisa menahan senyum. Raka. Sejak banyak sekali pertemuan, terutama di pesta minggu lalu, membuatnya dan Raka menjadi lebih seperti teman ketimbang mahasiswi dan dosen. Aura canggung yang formal langsung sirna. Jika bertemu di luar kelas, Bella tak akan ragu untuk menghampiri Raka dan menyapanya. Bahkan sekali mereka pernah makan siang bersama minggu lalu. Pemandangan itu tentu tidak luput dari teman-teman sejurusannya. Tapi Bella memilih tak peduli, karena Raka sendiri juga tidak mempermasalahkannya.

Sejam pertama Bella mengerjakan soalnya tanpa masalah dan selesai saat waktu masih tersisa banyak. Ia merengangkan badannya dan melihat berkeliling. Ia bisa melihat beberapa  temannya sibuk dengan ponselnya di kolong meja. Diam-diam ia melirik Raka yang sedang sibuk menandatangani berkas absen di depan. Dalam hati ia berharap agar temannya tidak ketahuan sedang mencontek, bukannya ia mendukung, hanya saja ia merasa kasihan pada teman seperjuangannya itu.

Di depan Raka bangkit, mulai berkeliling kelas. Bukan berkeliling tepatnya, tapi ia bergerak menuju temannya yang sedang sibuk dengan ponselnya. Bella mengerjap, Raka bukan dosen tua yang bisa dikelabui, sebagai seorang mahasiswa ia pasti tahu cara  kotor ini. Bella menjatuhkan tempat pensilnya ke lantai, sengaja agar Raka mengalihkan perhatiannya padanya dan melupakan temannya.

“Maaf, Pak.”

Raka berjalan cepat ke arah Bella.

Bella langsung melirik temannya yang sibuk dengan ponselnya yang kini menoleh padanya. Bella menggeleng pelan, memberi tanda padanya untuk menyembunyikan ponselnya.

Raka berjongkok, memungut satu pulpen dan menyerahkannya pada Bella. Raka kemudian melempar senyum penuh arti pada Bella dan bangkit menjauh.

Bella mengulum bibir, Raka pasti tahu kalau ia sengaja melakukan ini untuk melindungi temannya itu.

Setelah selesai jam pertama, ada jeda sekitar 10 menit. Bella segera keluar dari kelas untuk membeli minuman. Ia mendekati vending mechine minuman yang ada di lorong dan memilih minuman jeruk—

Tangan seseorang menjulur melewati pundaknya, memencet kopi kalengan lebih dulu. Bella mengerutkan dahi, siap menyembur orang kurang ajar ini. Ia berbalik dan menemukan Raka berdiri dengan wajah datarnya. Bella mengerutkan dahi.

“Kali ini aja.” kata Raka seraya meraih kopi miliknya dari dalam mesin.

Bella seketika mengerti, ini pasti soal kejadian di kelas barusan. Bella menyimpul senyum, mengangguk pelan.

“Tapi lo selalu gitu ke dosen lain?” bisik Raka agar mahasiswa lain yang berada di lorong—yang tentu saja sekarang sedang melihat ke arahnya dan Bella—tidak mendengar.

Bella menggedikkan bahu, “Nggak beranilah.”

Raka menatap Bella tak terima. Ia menjitak kepala Bella dengan kaleng minumannya dan berjalan menjauh.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang