RENJANA 35

48 4 0
                                    

Bella duduk tak nyaman di atas sofa di sebuah ruangan besar yang sebenarnya sangat menarik—kalau saja ia tidak sedang berada dalam keadaan aneh ini. Ruangan itu besar, berbentuk persegi empat dengan satu sisi berdinding full kaca hingga ia bisa melihat teras kayu di atas kolam kecil berteratai. Di sekeliling kolam itu terdapat taman dengan pepohonan kecil dengan bentuk yang unik entah apa. Sisi lain dari ruangan itu adalah rak buku yang menjulang hingga langit-langit.

Bella lurus melihat kolam di depannya, bingung ke mana ia harus mengarahkan matanya. Orang yang memanggilnya belum muncul dan sekretarisnya hanya memintanya masuk ke ruangan ini dan menunggunya. Merasa bahwa siempunya ruangan belum akan datang, Bella akhirnya bangkit dan melihat buku-buku yang ada di dalam rak. Satu buku menangkap perhatiannya. Bukan karena ia suka membacanya, tapi karena Kinan punya novel itu di rak buku kosannya.

Bella mengerutkan dahi, mengambil buku itu dan membukanya. Ilustrasi menakjubkan langsung menyapa penglihatannya. Lebih kerennya lagi, semua ilustrasi dibuat hanya dengan menggunakan pensil dan sekitar 40 persen novel ini dipenuhi dengan ilustrasi.

One of my favorite.” Suara seorang cowok terdengar.

Bella menoleh dan mendapati Ren dalam balutan baju santainya. Alisnya terangkat melihat penampilan yang membuat cowok itu terlihat lebih muda.

My bestfriend favorite too. But actually it’s not match your image in my head, and maybe people all around the nation too.” Bella menggedikkan bahu, “Beneran baca novel ini?”

Brian Selznick itu keren banget ilustrasinya.” Ren duduk di atas sofa, “Duduk.”

Pembicaraan mereka tentu saja soal masalah yang saat ini muncul soal mereka berdua. Kemarin sore sekretarisnya sudah menelpon Bella dan pagi ini ia menjemputnya dan membawanya ke rumah gedong yang cukup jauh dari pusat kota. Ia tidak tahu kenapa sekretarisnya membawanya ke mari kalau bosnya hanya ingin membicarakan soal berita.

“Jujur aja gue sendiri nggak berniat nyingkirin semua berita itu.” kata Ren.

Bella mengerutkan dahi, “Tapi itu menggangu. Lo nggak di kejar-kejar sama reporter?” Bella memutuskan untuk bicara santai padanya karena cowok itu mempersilahkan, meski awalnya ia ragu, tapi akhirnya ia lakukan demi kenyamanan bicara.

“Jangan tanya. Itu alasan gue bawa lo ke sini. Karena kalo gue manggil lo ke kantor, lo nggak akan bisa masuk.” Ren menggelengkan kepala, sepertinya bayangan reporter yang memenuhi lobi kantornya muncul di kepalanya.

Bella tak mengerti. Tentu saja kalau cowok ini mau, ia bisa menyingkirkan semua berita itu semudah menyingkirkan debu dari pakaiannya. Tapi cowok itu tidak melakukannya sampai hari kedua berita kencan mereka viral.

“Tapi kalo itu ngeganggu lo, gue bisa minta sekretaris gue untuk ngurus semua ini.”

“Itu kan berita nggak bener. Lo bisa bikin pres konferens untuk klarifikasi.”

Ren menggeleng, “Ribet. Singkirin aja biar cepet kelar. Tapi gue udah bilang tadi, gue nggak berniat nyingkirin berita itu karena gue nggak rugi sama sekali. Dan nyingkirin berita itu makan uang dan tenaga.”

Bella sendiri sebenarnya sampai hari ini belum merasakan kerugian dari berita itu. Wajahnya sama sekali tidak terlihat dan sepertinya tak ada saksi yang bisa memberikan keterangan pada reporter soal identitasnya. Jadi pagi itu ia memutuskan untuk membiarkan berita itu sampai semua orang melupakannya sendiri. Supir mengantarnya  pulang ke rumah dengan selamat setelah pembicaraan itu.

Berita di internet mengenai dirinya malah makin menjadi setelahnya. Banyak sekali spekulasi tak berdasar yang muncul soal dirinya yang ditulis sepertinya untuk tujuan sensasi. Ren entah bagaimana bisa mendapatkan nomornya. Cowok itu memintanya melapor kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi padanya karena berita itu.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang