RENJANA 14

47 6 0
                                    

Hallloooo, maap telat update. Hari ini bakal double up :) soalnya udah midnight 😁

By the way, minal aidin walfaidzin guys, maap lahir batiiin 1440 H. Selamat Lebar-an guys..

Okay Happy reading all..

-

Kinan meringis melihat goresan besar di telapak tangannya menganga. Pecahan kaca dari botol yang sengaja ia benturkan ke tembok mengiris kulitnya. Kinan yang sudah kadung kalap jadi kurang berhati-hati, padahal niatnya ia hanya ingin menakut-nakuti Adit yang sedang kalap. Untunglah lukanya itu berhasil membuat Adit tercengang, cowok itu bagai membatu, sedetik kemudian ia berlari menjauh sambil mengumpat. Kinan menghela napas lega dan segera menggenggam lukanya.

Ia berlari menuju minimarket langganannya dan menyerbu masuk. Mba Kasir memanggil-manggil nama Kinan, bertanya mengapa ia terburu-buru seperti itu tapi ia tak bisa mengikuti karena ia harus menjaga kasir. Kinan segera masuk ke kamar mandi di belakang minimarket, dan menyiram lukanya dengan air. Ia meringis pelan, membiarkan darah yang sudah mulai menggumpal mengalir bersama air. Ia terus membersihkan lukanya sampai Mba Kasir datang tak lama kemudian.

“Kenapa lo?”

“Mba aku minta tisu dong.” Kinan menunjukkan lukanya pada Mba Kasir.

Mba Kasir terperanjat, ia memekik pelan dan berlari mengambil tisu, “Lo kenapa kok bisa luka begitu?”

“Gue mecahin botol bekas tadi.”

“Hah? Buat apaan?”

“Tugas.” Jawab Kinan asal.

Mba Kasir langsung mengangguk paham. Baginya itu sama sekali tidak terdengar aneh jika Kinan yang mengatakannya. Dulu malah ia pernah menemukan Kinan mengendap-endap di belakang toko untuk mencari lumut yang katanya ia perlukan untuk tugas. Anak Biologi sepertinya memang aneh-aneh.

“Sini-sini duduk. Gue ambilin perban sama obat merah ya di toko, jangan lupa dibayar.”

Kinan mencibir, tapi ia mengangguk.
Tak lama Mba Kasir kembali dengan sekotak P3K yang membuat Kinan mengerutkan dahi.

“Lo nyuruh gue bayar sekotak ini?!”
Mba Kasir mengibaskan tangannya, “Nggak. Ternyata di toko ada beginian, gue baru tau. Sini, coba, gue obatin. Gini-gini gue dulunya sering main dokter-dokteran sama sepupu gue.”

Kinan tertawa masam, “Lumayan lah ya ada pengalaman jadi dokter walaupun cuma main-mainan.”

Mba Kasir pertama-tama membersihkan luka Kinan dengan alkohol—Kinan langsung berteriak kencang dan menarik tangannya—lalu ia melanjutkannya dengan membubuhkan obat merah pada luka kinan yang sudah lumaya mati rasa, terakhir ia menutupnya dengan perban.

Kinan memperhatikan hasil balutan Mba Kasir dan bersorak, “Woooooo.... jago! Rapi banget!”

“Kan gue bilang gue sering main dokter-dokteran.”

“Makasih ya, mba. Aku pulang ya, besok-besok kalo aku luka lagi aku ke sini aja, ah.”

“Yeuu...harusnya lo doa supaya nggak luka lagi, oneng!”

Kinan tertawa renyah dan berjalan meninggalkan toko. Awalnya ia berjalan tenang, ketika di rasa Mba Kasir sudah tak bisa melihatnya lagi, Kinan langsung melesat kencang menuju kosannya. Ia tak repot melihat kanan-kirinya dan hanya memikirkan bagaimana ia bisa secepatnya sampai di kamarnya dan bergelung di kasur. Semoga saja Adit benar-benar sudah pergi.

Sampai di kamar kosnya, Kinan langsung mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Ia sebenarnya tahu Adit tak akan bisa masuk melewati pagar kosannya ini—karena ini kosan khusus perempuan—tapi ia baru bisa merasa lega jika sudah mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Kinan cepat naik ke atas kasurnya dan meraih ponselnya. Hal pertama yang ia pikirkan sejak tadi adalah ia harus bicara pada Ocha dan Bella soal hal ini. Ia bahkan berpikir untuk mengungsi sementara ke rumah Ocha atau Bella karena saat ini ia benar-benar merasa ketakutan.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang