RENJANA 34

70 4 0
                                    

Bella berusaha keras memasang senyum di wajahnya, menatap orang di depannya yang duduk dengan ekspresi tidak terbaca. Ia sendiri mengutuk dalam hati karena terjebak di situasi seperti ini. Dari sekian banyak situasi canggung yang ia pernah bayangkan, ini adalah yang terparah. Ia juga tak mengerti dengan dirinya yang mau saja menuruti permintaan konyol Ocha sore tadi. Untungnya, otaknya tidak sesinting yang ia kira, hingga harus datang ke mari dengan gaun. Sebagai gantinya, karena ia hanya ‘kurir’ ia memakai baju kasual yang biasa ia pakai untuk pergi kuliah.

“Jadi lo temennya Ocha?” tanya cowok di depannya dengan tatapan dingin.

Bella mengangguk, “Saya diminta sampein katanya Ocha nggak bisa dateng.”

“Jadi dia ngirim lo buat gantiin dia?”

Bella mengerutkan dahi, “Nggak. Saya ke sini cuma buat ngomong itu aja. sekarang saya pamit.”

“Siapa nama lo?” tanya cowok itu, kini menumpukan sikunya pada meja dan menjalin jari-jarinya di bawah dagu, menatap Bella tertarik.

Bella yang sudah ancang-ancang balik badan, berhenti, “Bella.”

“Oke. Bella, gue Ren. Duduk.”

Bella kembali mengernyit.

“Duduk aja, Ocha nggak bisa dateng kata lo, kan? Gue udah reservasi buat 2 orang, sayang kalo nggak ada yang makan.”

“Maaf. Saya ke sini cuma mau nyampein pesan aja.”

Ren menggeleng, “Lo pernah makan sendirian?”

Bella mengangkat alisnya, tentu ia tahu sekali perasaan sepi itu.

“Duduk. Nggak enak gue makan sendirian.”

Bella menatap Ren dengan tatapan bingung. Sama sekali tidak ada raut wajah marah atau kesal sejak tadi di wajah Ren melihat ia datang alih-alih Ocha. Harusnya cowok ini marah, merasa dihina oleh Ocha dan keluarganya karena malah mengirim orang lain ke mari, tapi cowok itu terlihat tenang-tenang saja.

“Lo sejurusan sama Ocha?”

Bella menggeleng, “Saya jurusan bisnis.”

Seorang pelayan datang membawakan makanan untuk mereka. Ini adalah restoran di hotel bintang lima. Saat ini 3 meja sudah terisi termasuk meja mereka, selain itu, mejanya kosong. Si pelayan melihat dengan aneh ke arah Bella yang mengenakan pakaian kasual. Mendadak Bella merasa tak nyaman karena sadar pakaiannya sama sekali tidak cocok dengan tempat ini.

“Oh, sebidang sama gue berarti.”

Bella mendengus pelan, “Sebenernya kemarin saya magang di Naka Grup.”

Ren mengerutkan dahi. Sekarang ia baru sadar mengapa Bella terasa tak asing baginya. Sepertinya ia memang pernah bertemu dengan cewek ini sebelumnya entah di mana. Mungkin itudi kantornya.

“Saya sempet ketemu Pak Bos juga waktu itu.” seloroh Bella. Ia tidak yakin bagaimana harus memanggil Ren, jadi ia pilih saja panggilan ‘Bos’ yang agak aman.

Ren tertawa mendengar panggilan Bella untukknya, “Gue di sini bukan lagi jadi bos. Lagian lo bukan anak magang di tempat gue lagi, jadi gue bukan bos lo.”

“Oke. Saya nggak tau aja gimana harus manggil.”

Ren menggedikkan bahu,
“Temen-temen saya biasa manggil saya Ren.”

Bella tersenyum tak nyaman, “Saya nggak bisa manggil gitu, kan itu buat temen. Lagian gimana saya manggil bapak nggak penting juga, kita nggak akan ketemu lagi setelah ini, jadi nggak perlu manggil.”

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang