4. Grumpy

9.7K 1.3K 56
                                    

Jam 6:57 di pagi hari gue udah sampe di depan rumahnya Doyoung, tadinya gue mau ngetok nanti aja waktu jam 7 pas, tapi selama 3 menit gue ngapain? Kalu celingak-celinguk nanti di curigain sama orang-orang. Apalagi kalau muka gue gak keliatan, udah ini mah perang. Yang ada gue dikira maling. Jadi begitu sampai gue langsung ngebel aja rumahnya.

Gak lama kemudian pintu terbuka dan menunjukan sosok Doyoung yang udah rapi dan siap berangkat kerja.

"Eh Lila, ayo masuk." Ajaknya. Doyoung menyingkir sedikit dari pintu untuk memberikan akses masuk ke gue.

Ini pertama kalinya gue masuk ke rumah Doyoung. Karena selama satu tahun ini gue cuma ngeliat rumahnya dari luar aja, gak sampe masuk. Rumahnya ini, gak rapi-rapi banget, tapi gak berantakan banget juga. Ya wajarlah orang yang tinggal disini laki-laki semua, yaitu Doyoung dan Juhoon.

"Maaf ya rumah saya berantakan. Saya gak punya asisten rumah tangga, jadi saya yang bersihin rumah." Jelasnya singkat begitu gue udah ada di dalam rumahnya dan sedang melihat-lihat sekeliling.

"Gak apa-apa, santai aja."

Doyoung memperlihatkan seisi rumahnya, dari ruang tamu, ruang TV, dapur, ruang baca, sampai kamarnya Juhoon dan memperlihatkan Juhoon yang masih tidur. Hanya ada dua pintu di lantai atas yang gak dia perlihatkan ke gue. Gue berasumsinya kalau itu kamar dia sama mungkin ruang penyimpanan—habisnya gak diperlihatkan ke gue sama sekali.

Setelah dia selesai memperlihatkan isi rumahnya, kita berdua duduk di ruang tengah. Doyoung mengeluarkan beberapa lembar kertas putih dari amplop berwarna coklat yang daritadi udah terdapat di meja depan sofa yang gue duduki sekarang.

"Tanda tangan kontrak dulu ya." Ucapnya lalu mengeluarkan bolpoin yang terdapat di saku jasnya yang sedang dia kenakan sekarang. Lalu menaruh kertasnya di depan gue.

Serius banget ya berarti kalau jadi pengasuhnya Juhoon, sampe dibikinin kertas kerja kontrak.

Tapi bagus sih, ini artinya Doyoung gak main-main memperkerjakan orang sebagai pengasuhnya Juhoon—anak satu-satunya Doyoung. Karena banyak banget sekarang kasus kalau anak di siksa dan di perlakukan seenaknya oleh pengasuhnya. Walaupun gue tetangganya, dan gak menutup kemungkinan kalau sebenernya Doyoung udah tau gue dan hanya belum pernah berkenalan secara langsung, dia tetep bersikap adil. Tadi malem dia juga bilang kalau dia percaya sama gue. Walaupun dia bilang gitu, dan dia tetep bikin kontrak kerja—wajar aja sih kata gue.

Dia sangat mementingkan keselamatan anaknya.

Tapi emang setiap kerjasama itu harusnya ada hitam di atas putih. Dalam artian harus ada dokumen yang secara hukum sah dan bisa di pertanggung jawabkan.

Gue agak kaget waktu membaca bagian dimana Doyoung akan menggaji gue sebesar 1,500,000 won dalam satu bulan. Maksudnya, itu adalah jumlah yang cukup banyak untuk ukuran seorang pengasuh anak kecil berumur 6 tahun.

Setelah gue membaca hal-hal yang perlu dicermati dan mengisi yang harus gue isi, kayak alamat, nomor telpon, alamat email dan lain-lain, gue langsung tanda tangan di kertas kontraknya.

"Udah ya." Gue mengembalikan kertasnya ke Doyoung.

Doyoung membacanya sekilas sebelum akhirnya dia akhirnya mengulurkan tangannya ke arah gue. "Oke, mulai hari ini kamu resmi jadi pengasuhnya Juhoon."

Gue mengambil tangannya dan gue jabat. "Makasih Pak Doyoung." Gue mengatakannya sambil senyum.

"Jangan pake pak, panggilnya Doyoung aja."  Ucapnya agak jutek. Whoa, beda banget Doyoung hari ini dengan yang kemarin. Depan mama kemarin waktu makan malem, dia keliatan banget ramah.

Second Heartbeat | Kim DoyoungWhere stories live. Discover now