19. None Of Your Business

8.4K 1.2K 138
                                    

— Doyoung Point of View —

Hal yang terakhir gue ingat sebelum gue jatuh tertidur adalah, Lila lagi memijiti kepala gue karena gue meminta tolong ke dia untuk memijit kepala gue yang berat banget ini.

Pijitannya halus dan lembut, ditambah ada suara hujan yang masih membasahi bumi di malam hari, udah gitu gue juga menyalakan humidifier dan menggunakan essential oil Lavender. Bikin ngantuk.

Waktu gue meminta Lila untuk memijit kepala gue, keliatan banget dari tampang mukanya kalau dia agak ragu untuk memijiti kepala gue. Habisnya gue kan gak pernah minta yang macem-macem sama dia. Dan mungkin, memijiti kepala gue adalah hal yang paling intim antara kita berdua sekarang.

Mata gue terbuka perlahan, dan menujukan sosok Lila yang tertidur. Tangan kirinya berada diatas kepala gue, sementara tangan kanannya dia lipat didepan dada dia. Lila tidur.

Lila ini orangnya baik. Apalagi ke Juhoon, baik banget. Kadang gue suka sedih sendiri ngeliat Juhoon yang lebih deket dan merasa nyaman ke Lila dibandingkan ke gue, ayah kandungnya. Tapi? Mau gimana lagi? Semua ini karena satu sosok perempuan yang... pernah gue sayang. Pernah ya, bukan masih. Dan gue melampiaskan rasa amarah gue ke Juhoon.

Jahat? Gue tau gue jahat. Gue berusaha untuk gak marah-marah ke Juhoon, cuma kayaknya... sulit. Apalagi ditambah ibu kandungnya Juhoon yang nggak mau bertanggung jawab. Rasa amarah gue, gue lampiskan semuanya ke Juhoon.

Emang udah gila gue.

Tapi semenjak ada Lila, dia itu kayak pelindungnya Juhoon. Iya, pelindung anak gue dari ayahnya kandungnya sendiri. Aneh? Tentu aneh. Gue pun berpikir demikian.

Lila ini, perempuan pertama yang gue izinkan untuk menyentuh gue setelah ibunya Juhoon. Jangan tanyakan kemana ibunya Juhoon, gue gak mau mengingat tentang dia lagi.

Lila juga perempuan pertama yang menurut gue, punya keberanian untuk talk back alias membalas ucapan gue kalau gue ngomel. Karena satu-satunya perempuan yang berani membalas ucapan gue adalah, bukan lain Sunhee. Kim—maksud gue Jung Sunhee, istrinya Jung Jaehyun, temen gue sendiri.

Dilihat dari aksi dan cara dia membalas ucapan gue, dia keliatannya sama sekali gak memiliki rasa takut dengan gue. Dia berani membela Juhoon, padahal dia bukan siapa-siapa selain pengasuhnya. Tapi dia berani untuk membela Juhoon.

Gue gak tau kenapa gue mengizinkan Lila untuk berada di dekat gue, bahkan sampai menyentuh gue, kayak memijiti kepala. Mungkin karena aura-auranya Lila itu, hangat? Iya hangat. Gue gak bohong, karena Juhoon aja yang susah untuk dekat sama orang, bisa dekat dengan Lila hanya dalam waktu yang singkat. Juhoon itu anaknya bisa dibilang rewel dan sulit untuk berbaur, efek dari gue yang selalu memarahinya. Tapi dengan Lila? Dengan mudahnya Juhoon bisa masuk ke dalam genggamannya. Atau Lila punya jurus tersendiri untuk mengenggam Juhoon dengan erat masuk ke dalam genggamannya? Gak tau.

Cukup lama gue memperhatikan Lila yang tengah tertidur. Lila ini... cantik. Bukan cantik yang membosankan. Mungkin kalau dilihat pertama kali, dia biasa aja. Tapi kalau lama-lama dilihat, dia cantik, manis juga, hidungnya mancung, dan bibirnya mungil.

Suara hujan yang menyentuh kaca jendela masih terdengar di telinga gue. TV juga masih menyala dan belum dimatikan oleh Lila, mungkin dia kesusahan mengambil remote TV yang ada di meja kopi dekat kaki gue, orang gue tidur dipangkuannya, gimana dia mau bergerak?

Akhirnya perlahan gue mulai bangkit dari pangkuannya Lila. Tangan kanan gue meraih kepala gue yang masih terasa sedikit nyut-nyutan. Gue lupa minum satu obat lagi, obat apa ya tadi? Gue lupa.

Begitu gue bangun, dengan cepat Lila merubah posisinya. Kakinya dia angkat keatas sofa, kedua tangannya dia lipat, dan punggungnya dia biarkan bersandar di lengan sofa.

Second Heartbeat | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang