39. Communication Is The Key

8K 1.1K 156
                                    

"Juhoon", mau tidur sama Neti, Tante Lila, atau ayah?" Tanya mama ke Juhoon yang lagi berdiri di depan pintu kamar gue. Kita bertiga udah siap-siap untuk tidur. Untung di rumah gue emang ada spare bedroom yang khusus disiapkan kalau ada tamu.

"Tante Lila." Jawabnya.

"Oke, sini." Juhoon langsung menggandeng tangan gue dan kita masuk ke kamar gue.

"Waaah, Juhoon suka kamarnya Tante Lila, bagus." Ujarnya sambil melihat-lihat sekeliling kamar gue. Padahal, bisa dibilang kalau kamar gue biasa aja. Gak ada spesial-spesialnya.

"Oh iya? Makasih Juhoon."

Hanya dibutuhkan beberapa menit sampai akhirnya Juhoon tertidur. Maklum, udah jam tidurnya Juhoon, jadi dia udah ngantuk banget pasti. Sementara gue disisi lain belum ngantuk sama sekali. Padahal tadi pas pulang dari rumahnya Doyoung, gue ngantuk. Tapi begitu gue tiduran di kasur, rasa kantuk itu tiba-tiba hilang entah kemana.

Gue yang nggak bisa tidur, akhirnya memutuskan untuk membaca buku. Tapi nggak di kamar. Kalau malem-malem gini, gue biasa baca buku di balkon lantai dua, ditemani bulan, bintang, dan angin malam yang berhembus pelan.

Baru juga membaca beberapa halaman, pintu menuju ke balkon terbuka. Dan menunjukan sosok seorang Kim Doyoung.

Gue gak mempedulikannya. Gue terus lanjut membaca buku sampai akhirnya dia duduk di sebelah gue.

"Baca apa?" Tanyanya.

"Buku."

Merasa jengkel dengan jawaban gue, dia mendengus pelan. "Saya tau yang kamu baca itu buku, Lila. Saya punya mata."

Gue diam gak bergeming.

"Buku apa?" Tanyanya lagi.

"Love For Imperfect Things." Jawab gue dengan mata yang masih fokus pada buku yang gue pegang.

"Ooh."

"La."

"Hm."

"Jutek banget."

Dua kata yang keluar dari mulutnya Doyoung barusan berhasil membuat gue menutup buku yang tengah gue baca. Bisa-bisanya dia bilang gue jutek banget disaat dia melakukan hal yang sama? Bahkan lebih parah dari gue.

"Mau kamu tuh apa sih Doyoung?"

"Mau sa—"

"Diem dulu. Saya belum selesai ngomong. Kamu tuh akhir-akhir ini ngejaga jarak dari saya. Kamu pikir saya nggak tau? Ya tau lah! Setiap saya ajak ngobrol, kamu jawabnya cuma singkat dan jelas. Setiap saya ngedeket, kamu pasti ngejauh! Mau kamu tuh apa? Tadi juga waktu ada Chungha kalian cuma asik ngobrol berdua, iya saya cuma pengasuhnya Juhoon, tapi Chungha beberapa kali ngelibatin saya dalam percakapan kalian tapi kamu berusaha untuk bikin saya gak terlibat dalam percakapan itu. Kenapa? Kamu tiba-tiba berubah semenjak malam itu waktu kita habis makan malem bertiga." Kata gue panjang lebar.

Doyoung ingin mengatakan sesuatu, tapi gue tahan, "saya belum selesai." Kata gue. "Kamu udah ngejauh, jaga jarak, jadi dingin, dan lebih jutek. Terus kamu heran dengan sikap saya yang jutek ini? Kamu berharap apa? Kamu berharap saya bakal ramah dan bersikap kayak nggak ada apa-apa selama akhir-akhir ini? Lucu kamu Doyoung. Kamu bilang saya jutek, tapi kamu sendiri nggak ngaca dengan sikap kamu akhir-akhir ini."

"Kalau emang ada sikap saya yang buat kamu tersinggung, bilang. Jangan tiba-tiba kamu ngejauh. Emangnya saya peramal yang bisa baca pikiran kamu? Nggak. Seenggaknya saya bisa perbaiki sikap saya yang emang kurang di mata kamu. Communication is the key, Doyoung."

Setelah mengeluarkan unek-unek yang gue rasakan, dada gue terasa lebih lega dan ringan. Bodo amat kalau misalnya Doyoung akan menghentikan gue sebagai pengasuhnya Juhoon secara permanen. Jangan mentang-mentang jabatan dia disini lebih tinggi, dia bisa seenaknya memperlakukan gue.

Second Heartbeat | Kim DoyoungWhere stories live. Discover now