23. Calm Your Sense

8K 1.1K 54
                                    

"Doyoung! Apa kabar?" Panggil salah satu laki-laki bertubuh tinggi dengan dadanya yang bidang dengan nadanya yang girang. Tapi masih lebih tinggi dan bidang dadanya Doyoung.

Sewaktu di rumah tadi sebelum berangkat, Doyoung memutuskan untuk gak membuka mulut lebih lanjut. Dia memutuskan untuk gak membalas perkataan gue. Mungkin dia sadar kalau omongan gue dia balas, hanya akan membuang-buang waktu dia yang sangat berharga—sementara kita udah telat ke acara reuniannya Doyoung. Tapi begitu gue sampai, orangnya masih belum terlalu banyak kok.

"Eh, Ten. Hai." Berbanding terbalik dengan Ten yang menyapa Doyoung dengan ramah dan girang, Doyoung menyapa Ten kayak gak ada semangat hidup.

"Gak semangat lo. Ada masalah apa?"

"Gue emang gini kali. Apa kabar lo."

Untuk sesaat Ten melihat ke arah Doyoung seakan-akan dia tau kalau Doyoung lagi berbohong. Tapi kemudian satu tepukan halus mendarat di pundaknya Doyoung. "Baik. Lo gimana?" Balas Ten.

"Same old."

Menyadari kehadiran gue dan Juhoon, Ten dengan cepat berpaling dari Doyoung ke gue dan Juhoon. Jujur aja, gue gak kenal siapa-siapa disini. Dan juga, Doyoung gak memperkenalkan gue ke temennya. Mau ngenalin diri, gue malu.

"Eh Juhoon dateng juga? Tumben dateng kesini." Ten ini keliatan banget kalau orangnya suka sama anak kecil, buktinya, dia langsung berjalan ke depan Juhoon dan berlutut di depannya. "Juhoon apa kabar?" Tanyanya.

"Baik om." Seperti biasa, Juhoon akan membalas pertanyaan orang dengan singkat, padat, dan jelas.

Telapak tangan milik Ten mendarat di puncak kepalanya Juhoon, dia acak-acak secara halus rambut halus milik Juhoon.

"Jangan pegang rambut Juhoon!!!" Gue gak tau gimana hubungan Juhoon dengan temen-temennya Doyoung, karena sejauh ini gue belum pernah liat ada temennya Doyoung yang datang berkunjung ke rumahnya Doyoung untuk menemui Doyoung atau pun Juhoon. Mungkin mereka datengnya waktu gue udah selesai kerja? Gak tau deh. Tapi keliatan banget kalau sikap yang Juhoon tunjukan sekarang, dirinya dengan laki-laki bernama Ten ini kurang deket.

Kedua tangan milik Juhoon dia lipat di depan dadanya. Bibirnya cemberut, dan tampangnya menunjukan kalau dia gak suka dengan apa yang barusan Ten lakukan ke Juhoon.

"Juhoon, jangan bikin ayah marah." Kadang gue suka meragukan kalau emang sebenernya Doyoung itu ayah kandungnya bukan sih? Gue masih gak ngerti kenapa Doyoung selalu bersikap keras gini. Ada beberapa hal yang gue ketahui, tapi gue belum yakin betul apakah penyebabnya adalah hal-hal tersebut atau bukan. Karena gue gak mau hanya asal berspekulasi.

Mungkin gue akan mengetahuinya dalam waktu dekat ini? Who knows.

"Udah gak apa-apa Juhoon, kan bisa Tante Lila rapiin." Jari jemari gue meraih rambutnya lalu gue rapikan perlahan. Berusaha membuat Juhoon biasa lagi kayak semula, biar dia gak dimarahin Doyoung juga.

"Haha maafin Om Ten ya, Juhoon. Om Ten gak akan pegang rambutnya Juhoon lagi deh." Ten meminta maaf ke Juhoon sambil menjulurkan tangan miliknya ke bocah laki-laki tersebut, tapi Juhoon sama sekali gak mengambil juluran tangan milik Ten.

Oke, kayaknya mereka emang beneran gak deket.

"Doy, lo sama anak jangan galak-galak. Taeyong bilang ke gue kalau lo masih sering marahin Juhoon ya?" Padahal Ten mengatakannya dengan nada yang penuh kehati-hatian untuk gak menyinggung perasaannya Doyoung. Tapi apa daya, manusia yang mood-nya suka berubah tiba-tiba ini gak bisa menangkap upaya Ten yang mengatakannya dengan hati-hati.

"Bukan urusan lo." Jawabnya dengan ketus.

"Btw ini siapa?" Ten melihat ke gue sebentar lalu kembali melihat ke Doyoung, dia gak menghiraukan ucapan Doyoung barusan.

Second Heartbeat | Kim DoyoungOnde histórias criam vida. Descubra agora