BAB 28

158K 14.4K 564
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

***

Afiqah duduk di sebelah Arsena dengan wajah tertunduk malu. Saat ini mereka masih berada di taman. Maskernya sudah terlepas ralat di lepas paksa oleh pria di hadapannya ini.

"Kamu dapat dari mana pakaian seperti itu dek?" Tanya Arsena sambil terkekeh. Masih membayangkan Afiqah menjadi gadis ojek online.

"Udah deh mas jangan gitu," sahut Afiqah sambil mendelik. Ia tahu Arsena mengejeknya karena ketahuan penyamarannya.

"Lagian kamu aneh-aneh aja jadi tukang antar makanan gitu. Manfaatnya apa coba?" ucap Arsena melihat gadisnya itu. Apa semua karena ucapannya kemarin sore hingga membuat gadis itu tak berani menemuinya. Ia hanya ingin melihat kesungguhan Afiqah apakah gadis itu benar-benar sudah mencintainya.

"Afikan cuma menggantikan tugas Abang gojek yang seharusnya antar jemput Afi. Sekarang dia di rawat di rumah sakit jadi Afi mau ngak mau harus menggantikan posisinya." Mendengar itu Arsena tergelak, ia jadi teringat beberapa hari kemarin ketika ia berperan sebagai tukang ojek untuk istrinya itu. Rasanya manis sekali apalagi hadiah kecupan yang tidak pernah ia bayangkan.

Kemarin ia masih marah terhadap Afiqah. Namun rasa rindu terhadap gadis itu membuatnya kalah, ia tidak bisa menahan untuk memeluk Afiqah, disaat melihat gadis itu ada hadapannya berpura-pura menjadi tukang antar.

Ia yakin Afiqah gengsi untuk bertemu dengannya jadi memilih untuk menyamar. Untungnya ia pintar, ia sudah curiga ketika melihat gelang di pergelangan tangan gadis itu begitu juga jamnya yang tiba-tiba mengeluarkan getaran. Apalagi suara gadis itu, suara yang bahkan Arsena rekam dengan jelas di ingatannya. Ia jadi tidak menyesal menjadi polisi.

"Berhasil tidak mas jadi tukang ojek online?" Tanya Afiqah mencoba mencairkan suasana.

"Berhasil kok, sampai-sampai saya kasih kamu bintang lima plus hadiahnya." Dengan cepat Arsena mengecup bibir Afiqah. Membuat gadis itu mengerjapkan mata kaget, ia menelan ludah gugup kemudian melirik sekitar dan bersyukur taman ini sepi. Ia tidak menyangka jika Arsena akan melakukan hal itu di depan umum. Jantungnya berdebar dengan kencang. Padahal ia sering sekali melakukan ini dengan Arsena tapi ia masih saja malu.

"Mas hati-hati ini di tempat umum. Kalau ada yang lihat bahaya." Afiqah memperingati pria di sampingnya yang nampak biasa dan tidak mempermasalahkan kelakuannya.

"Biarkan saja mereka lihat." Ujar Arsena tidak peduli, tentu saja hal itu membuat pipi Afiqah bersemu malu. Astaga bukannya kemarin mereka masih marahan tapi sekarang malah bermesraan di tempat umum.

"Ini makanan buat saya. Kamu yang masak?" Tanya Arsena sambil membuka paper bag itu. Matanya berbinar melihat kotak makan di dalamnya beserta sebotol minuman. Afiqah mengangguk malu menjawabnya.

"Mas lapar tidak, mau Afi suapin?" Tanya Afiqah.

"Boleh."

Setelah itu Afiqah mengambil sendok lalu menyuapi Arsena. Ada rasa ragu dengan masakannya. Apalagi tadi ia tidak mencoba rasanya seperti apa. Ia takut sekali jika Arsena akan kecewa terhadap masakannya. Sudah lima suapan tidak ada reaksi apa-apa dari pria itu. Arsena malah semakin semangat. Hal itu membuat Afiqah penasaran dengan rasa masakannya.

"Bagaimana mas rasa masakannya?" Afiqah menatap Arsena dengan ragu, ia was-was jika tidak seperti yang dia harapkan.

"Enak," ujar Arsena sambil tersenyum.

"Masa sih?" Tanya Afiqah tidak percaya.

"Kamu rasakan saja dek, kalau tidak percaya." Balas Arsena.

Afiqah memakan nasi goreng itu. Baru satu suap ia langsung melepehkannya. Rasanya asin sekali, dan pria itu dengan santai bilang enak dan tidak protes sama sekali.

"Mas bohong, orang asin begini." Dengan cepat Afiqah menutup kotak bekalnya kemudian menyuruh Arsena meminum air putih.

"Mas kok kuat makan masakan aneh gini."

"Kalau makan sambil di suapin kamu mah rasanya jadi enak dek."

"Gombal ah," sahut Afiqah yang merasa jawaban Arsena tidak masuk akal mana ada hal seperti itu.

"Itu tandanya kamu lain kali harus masak lagi dek sampai enak. Jangan lupa dicicipi dulu kalau masak. Biar kita tahu sudah pantas belum di kasih buat orang. Kalau saya mah terima aja kalau itu yang masak kamu dek. Tapi kalau orang lain?"

"Iya lain kali Afiqah akan masak enak." Seru Afiqah seakan mengerti kode dari Arsena.

"Gitu dong anak pintar." Tangan Arsena mengelus kepala Afiqah lembut. Ia gemas sekali dengan gadis ini.

"Mas masih sakit bahunya?" Ujar Afiqah sambil melihat bahu Arsena.

"Udah ngak kok,"

"Mas Arse jadi pria kuat sekali. Udah tahan banting, sabar, makanan asin di makan, terus di tusuk masih bisa jalan-jalan kayak gini."

"Sekuat-kuatnya pria, mereka masih butuh tempat untuk bersandar dek." Setelah mengatakan itu Arsena menaruh kepalanya di pundak Afiqah. Hal itu membuat Afiqah terkejut, ia tidak menolak walau tubuhnya terasa kaku dengan perlakuan Arsena yang sekarang. Pria itu berbeda dari biasanya dan lebih suka melakukan kontak fisik padanya.

"Saya tidak sekuat yang kamu pikirkan. Saya manusia biasa yang akan merasakan sakit bila dilukai baik hati dan fisik saya. Diam-diam saya menangis ketika melihat kamu tersenyum bersama pria lain. Rasanya sakit sekali hingga saya tidak mampu menjabarkan bagaimana sakitnya. Maka dari itu saya memilih diam. Karena saya tidak tahu harus bagaimana sedang saya tidak memiliki pundak yang bisa saya jadikan sandaran dan berbagi kisah. Sekarang pundak itu sudah ada dan saya akan bertambah kuat dan tidak perlu lagi menangis dalam diam."

"Maaf... Andai saja Afi..." Belum selesai Afiqah menyelesaikan kalimatnya Arsena lebih dahulu memotongnya.

"Kita tidak perlu saling menyalahkan diri untuk hal ini. Sekarang yang penting kita mulai melakukan yang terbaik. Karena akan lebih buruk bila menyesali apa yang sudah berlalu. Lupakan yang lalu, anggap saja kesalahan kemarin terjadi karena kita tidak belajar untuk memahami satu sama lain. Saya tidak mengerti kamu dan kamu juga begitu. Dan dulu saya juga begitu egois menjebak kamu dalam pernikahan, padahal kamu mencintai pria lain. Bagaimana kalau kita mulai dari awal?" Tawar Arsena.

"Afiqah mau." Jawab Afiqah lirih.

Tangan kanan Arsena kemudian menggenggam tangan kiri Afiqah menautkan jemari mereka erat. Menggangkatnya ke angkasa yang melukis biru. Seakan mengatakan jika dunia hanya milik mereka berdua. Angin berhembus menelusup menemani mereka. Dan sinar mentari yang malu-malu menyapa mereka.

"Pernah ngak kamu ngerasa kalau dulu kita itu sejauh bumi dan matahari berbatas benci, tapi lihatlah sekarang kita bisa sedekat cincin yang melingkar di jari dengan jemari yang saling menautkan satu sama lain menggenggam erat. Nyaman bukan rasanya?" Afiqah mengangguk membenarkan apa yang Arsena katakan.

"Kalau begitu cintai aku dengan sederhana. Cukup lengkapi kekuranganku jika aku jauh dari kata sempurna."

****
GIMAANA PART INI????

SPAM KOMEN NEXT DI SINI!!!

PELIT VOTE SAMA KOMEN KUBURANNYA SEMPIT OY!!!

1000 KOMEN YUK!!

Jangan lupa Follow @wgulla_

Sudah baper atau belum?


ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- (LENGKAP)Where stories live. Discover now