BAB 56

88.5K 6.8K 176
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

***
Kini banyak laki-laki yang tak peka terhadap sikap wanita. Karena kadang satu ekspresi wanita bisa berarti lebih dari tiga makna. Maka yang harus di pahami suami adalah perlakukanlah istrinya sebaik-baiknya pemberian dan sebaik-baiknya tanggung jawab. Jangan sampai wanitanya bersedih karena ia tak pandai menjaganya.
-
-

"Sen," panggil Rendi ketika mereka istirahat. Setelah sholat mereka duduk-duduk terlebih dahulu.

"Ada apa?"

"Nikah enak nggak sih?" Tanya Rendi. Ia juga ingin menikah seperti Arsena namun kadang ia sedikit di hantui ketakutan mengingat ayah dan ibunya bercerai ketika ia kecil. Ia jadi trauma dengan hal itu.

Arsena terdiam kemudian berpikir sejenak. Memikirkan pernikahannya. Lalu ia menghembuskan napas.

"Menikah tak seindah yang kamu bayangkan, tapi tak se-horor yang kamu takutkan."

"Jadi enak nggak?"

"Ya gitu tergantung kita bisa membawanya gimana."

"Kenapa kamu mau nikah?"

"Maulah, tapi masih mikir-mikir. Apalagi lo tahukan gimana nasib gua, ibu bapak gua cerai. Jadi agak takut gitu."

"Sebenarnya menikah itu sederhana. Bisa kok nikah kalau nggak kaya, kalau kurang kaya pun nggak papa asal mampu bertahan. Yang susah itu ilmunya. Dimana kamu harus menyiapkan mental, jiwa, pikiran, perasaan untuk berbagi, berbeda, berselisih, mengerti, dan sadar posisi akan tanggung jawab. Kita sebagai kepala rumah tangga-lah yang mengontrol rumah tangga kita, kitalah yang harus memadamkan pemantik bara salah paham dan kitalah yang harus menjaga rumah tangga kita dengan bijak. Makannya sekarang banyak perceraian dan perselingkuhan itu karena banyak laki-laki zaman sekarang itu yang tak peka terhadap sikap dan ekspresi wanitanya. Sehingga mereka bersikap egois, arogan dan kasar."

"Aku akui untuk mengerti keinginan wanita itu sulit banget. Wanita itu bahasanya sulit dimengerti multi tafsir. Karena kadang satu keinginan mereka itu bisa bermakna ganda." Lanjut Arsena memikirkan Afiqah yang benar-benar sulit ia mengerti maunya. Maka itu ia berusaha memahami Afiqah dengan bersikap manis.

"Nah itu yang jadi masalahnya. Jadi gimana biar tahu bahasa wanita yang rumit itu." Balas Rendi.

"Kamu kalau mau belajar bahasa wanita itu sulit Ren. Lagian mana ada sekolah memahami bahasa wanita."

"Lah terus?"

"Kamu hanya perlu memperlakukan istrimu sebaik-baiknya pemberian, dan sebaik-baiknya tanggung jawab. Jangan sampai kamu biarkan airmatanya mengalir karena kamu tak bisa menjaganya." Ucap Arsena.
Kemudian Rendi bertepuk tangan kagum. Ia menatap Arsena tidak percaya.

"Gua ngak percaya! Baru kali ini gua nemuin cowok kayak lo yang sangat menjunjung tinggi wanita dan bukan menyalahkan wanita yang selalu ingin menang sendiri."

"Nih aku kasih tahu Ren pernikahan itu bukan untuk saling menyalahkan satu sama lain. Istri itu amanah dari Allah untuk di jaga dan diajak menuju Surga, sedangkan suami adalah amanah dari Allah untuk di ikuti dan di patuhi dalam perjalanan menuju Surga."

"Siap komandan makasih atas wejangannya semoga gua cepet nyusul." Arsena tersenyum.

***

Arsena sibuk mengatur lalu lintas di perempatan jalan. Melelahkan sekali apalagi terik matahari yang menyengatnya di tambah lagi ia sedang puasa. 

Arsena membunyikan Pluit dan memberhentikan kendaraan di hadapannya dan menyuruh kendaraan di arah sebaliknya untuk maju. Sebuah gojek di hadapannya membuatnya mengernyit terlalu mencolok di matanya. Apalagi penumpangnya itu turun di tengah jalan di depannya pas. Dia berada di antara kendaraan-kendaraan yang dia berhentikan sementara. Keningnya berkerut itu tindakan yang bahaya.

Baru saja ia ingin menghampiri. Tapi ia terkejut ketika tahu jika penumpang itu adalah Afiqah.

"Mas Arse!!!! Kangennnn!!!"

Apalagi gadis itu berlari-lari sambil berteriak memanggil namanya menghampiri nya lalu memeluknya. Semua itu terjadi begitu cepat. Membuat Arsena terpaku. Baru Arsena sadari jika mereka masih di pinggir jalan raya. Suara klakson menyadarkannya. Ia langsung mundur ke posko menarik tangan Afiqah dan menyuruh juniornya yang bernama Beno untuk menggantikannya. Untunglah Beno datang tepat waktu.

Arsena menuntun Afiqah untuk duduk. Gadis itu masih memakai pakaian yang tadi. Ia tidak menyangka istrinya itu akan kesini. Apalagi dengan seragam SMA. Ini juga bukan waktunya Afiqah pulang biasanya gadis itu pulang jam tiga sore.

"Tadi itu sangat bahaya dek. Gimana kalau kamu ditabrak kendaraan." Arsena menasehati Afiqah ia takut terjadi apa-apa dengan istri dan calon anaknya itu.

"Maaf, habis Afi seneng lihat mas Arse. Padahal tadi Afi mau pulang ke rumah. eh lihat mas jadi langsung turun deh." Ujar Afiqah antusias.

"Lain kali jangan gitu ya. Kalau berhenti itu di pinggir jalan." Arsena mengingatkan.

"Iya mas."

"Kamu pulang sendiri, Pangeran mana?" Arsena bingung melihat Afiqah sendiri.

"Dia masih sekolah mas kan Full-day. Kalau Afi udah selesai jadi pulang namanya juga kelas dua belas yang udah selesai UN. Berangkat sekolah cuma buat formalitas aja mas."

"Oh iya mas lupa."

"Kamu udah makan?" Afiqah menggeleng menjawab pertanyaan Arsena.

"Yasudah mas temani makan." Untung saja tugasnya selesai. Jadi ia bisa menemani istrinya itu makan.

"Tapi maskan lagi puasa. Nanti mas ngiler ngeliat Afi makan."

"Mas udah niat sayang puasanya. Jadi ngak bisa ngiler." Balas Arsena.

"Makasih ya mas."

"Sama-sama dek."

"Bagaimana sebagai ucapan terimakasih mas nanti buka puasanya Afi masakin." Itu adalah kalimat yang membuat telinga Arsena bagai tersambar petir. Mengingat Afiqah belum begitu mahir memasak. Dia juga pernah mencoba masakan pertama buatan Afiqah dan itu rasanya benar-benar tidak bisa di sebut makanan.

"Mau-kan mas? Habis nemenin Afiqah makan mas nemenin belanja juga ya di supermarket."  Arsena hanya bisa tersenyum. Inilah saat-saat ia mengerikan saat pernikahan. Disaat ia tidak bisa menolak apa yang istrinya inginkan.

"Tapi nanti masaknya berdua sama mas ya. Sekalian mas ajarin kamu masak." Arsena mencoba menawarkan diri. Ini adalah strategi menolak halus. Wanita itu tidak suka jika kita terus terang tentang kejelekannya. Maka tugasnya adalah memperbaiki kejelekannya bukan menyindirnya.

"Mas beneran mau ajarin Afi masak?" Mata Afiqah berbinar-binar mendengar itu.

"Iya dek."

"Afi mauuu...." Arsena dalam hati bersyukur mendengar itu. Paling tidak ia bisa mengontrol Afiqah nanti. Tidak lucu jika ia makan makanan yang asin disaat dia seharian tidak makan apapun. Kasihan lambung dan ususnya nanti.

"Sayang mas Arse." Afiqah mengecup pipi Arsena cepat.

"Sayang Dek Afi juga." Arsena mengelus puncak kepala Afiqah yang tertutupi Kerudung.

****

Terimakasih udah baca zhayang2 ku....
Tinggalin like dan comentnya ya...
Love youuuuuuuuuu 😘

Follow Instagram author @wgulla_
Arsena @arsen_aanggara
Afiqah @afi_qahshafa
Cerita Arsena: @arse_fa

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- (LENGKAP)Where stories live. Discover now