BAB 58

81.1K 6.5K 163
                                    

Ini adalah saat yang di tunggu Afiqah. Pengumuman kelulusan, pukul tiga sore. Tepat saat usia tiga bulan kandungannya. Anak-anak kelas tiga di kumpulan di lapangan sekolah. Beserta guru-guru yang sudah mendampingi mereka. Seperti pada umumnya pasti akan ada konvoi motor dan coret-coret baju. Tapi tahun ini berbeda semenjak banyak peristiwa kecelakaan, dan menganggu ketenangan warga. Pemerintah kabupaten Sukoharjo melarang itu.

Walaupun sudah di larang tapi tetap saja banyak yang tidak patuh. Maka pemerintah mengeluarkan ultimatum akan mem-blacklist sekolah yang memperbolehkan siswanya untuk melakukan itu. Ini demi kenyamanan bersama dan juga untuk membentuk karakter anak. Bahkan polisi di siapkan di beberapa titik jalan untuk menghalau dan juga di beberapa sekolah yang rawan yang memang siswanya suka dengan hal seperti itu.

Begitu juga dengan Arsena, sayang dia di tugaskan di SMA yang lain. Padahal ia berharap di tempatkan di sekolah Afiqah. Jadi mau tidak mau ia meminta Pangeran untuk menjemput Afiqah.

Afiqah berdiri di samping Dhea. Mereka berkumpul di lapangan upacara untuk mendengar pidato kepala sekolah serta pengumuman kelulusan.

Setelah pembukaan lalu ke acara inti yang dipimpin oleh kepala sekolah dengan pidato. Kepala sekolah menyampaikan tentang mimpi yang harus murid-muridnya raih. Dan memanfaatkan ilmu yang telah di raihnya selama sekolah tiga tahun. Penutupan di akhiri dengan sujud syukur sebagai bentuk terimakasih.

Afiqah berseru senang bahwa semua siswa dinyatakan lulus termasuk dirinya. Ia memeluk Dhea ketika barisan sudah di bubarkan.

"Alhamdulillah."

"Iya fi, habis sekolah kamu mau ngapain?"

"Belum tahu." Afiqah bingung mengingat ia juga sedang hamil.

"Kalau kamu?" Tanya Afiqah, ia belum terlalu memikirkan kuliah dimana. Ia lebih fokus kepada bayinya.

"Aku mau daftar kuliah di UNS." Jawab Dhea.

"Semoga berhasil!!" Afiqah menyemangati.

"Aku pulang dulu ya, Pangeran udah bawel di depan nunggu aku."

"Ah keponakanmu yang ganteng itu. Memang mas Arsena kemana?"

"Dia lagi kerja. Tau sendirilah sekarangkan lagi pengumuman kelulusan. Pasti jalan rame banget, takut ada yang konvoi jadi Mas Arse ngurusin itu."

"Oh gitu."

"Yasudah hati-hati."

"Kamu juga."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Afiqah sambil menenteng tasnya berjalan menuju gerbang sekolah. Ada beberapa polisi yang menjaga di sana. Andai saja ada Arsena pasti dia akan sangat bahagia. Pangeran berdiri di depan pagar melambaikan tangan ke arahnya. Motornya terparkir di sampingnya. Afiqah berlari menghampiri Pangeran.

"Ayo mbak kita pulang. Sebelum aku di goreng sama si om bawel." Afiqah hanya terkikik mendengar itu.

Motor Pangeran melaju dengan kecepatan 20 KM/Jam. Arsena tadi yang memperingatkannya jika melebihi itu maka ia akan di hukum. Mereka melewati jalan sepi yang masih banyak sawah. Hal itu di lakukan Pangeran sesuai dengan instruksi Arsena. Karena ia takut ada anak-anak SMA/SMK yang konvoi jika lewat jalan raya. Dia takut terjadi apa-apa dengan Afiqah. Karena siswa yang konvoi itu mereka tidak tahu aturan bahkan melanggar lalu lintas dan ugal-ugalan.

Jalan yang sepi dan tenang. Tiba-tiba menjadi ramai dengan suara kenalpot. Ada lima motor yang ngebut dari arah yang berseberangan dengan mereka. Salah satu dari motor itu melewati Pangeran dengan ugal-ugalan dan kecepatan yang tinggi. Pangeran yang tidak siap menghindar, lalu motornya oleng ke samping. Membuat kedua orang itu jatuh ke pinggir jalan. Sedangkan motornya terpental di jalan raya hingga menimbulkan suara keras yang menghantam aspal.

"Arghhh.." suara itu membuat Pangeran sadar jika ia tidak sendiri. Afiqah terjatuh di sana sambil memegang perut. Wanita itu terbaring di atas tanah yang di tumbuhi rumput. Pasti Afiqah jatuh terlebih dahulu di banding dirinya.

"Hikss.. sakit Pangeran..."

"Sakit... Tolong aku..."

"Hiks.. bayiku." Erang Afiqah meringis kesakitan. Perutnya sakit sekali. Ia takut jika terjadi apa-apa pada bayinya. Air matanya menangis menahan rasa sakit. Ia tidak ingin kehilangan Anaknya. Anaknya dengan Arsena. Hidupnya terasa tak sempurna jika ia kehilangan bayinya. Afiqah menangis menahan perih.

"Hiks... Hikss..."

"Sial!!" Pangeran mengumpat, ia menatap tidak suka anak-anak SMA itu. Konvoi tidak tahu tempat. Lihatlah siapa yang jadi korban. Kemudian menghampiri Afiqah yang tergelatak di sana.

"Brengsek! tak berotak!" Umpat Pangeran pada pengendara itu.

"Mbak tidak apa-apa?" Pertanyaan bodoh. Jelas terlihat Afiqah menahan sakit di perutnya mendengar kata bayi tadi membuat Pangeran panik.

Ia juga tidak mungkin membawa Afiqah dengan motornya. Pasti terjadi benturan hebat pada Afiqah dan itu bisa menyebabkan keguguran. Jiwa pangeran merasa di remas. Tubuhnya yang kesakitan terasa ingin melebur saja melihat raut wajah Afiqah yang menahan sakit. Ia tidak becus. Ia tidak berguna.

"Mbak bertahan, tenang mbak bayi mbak akan selamat dia kuat seperti ayahnya pasti Allah melindunginya. Pangeran janji!" Pangeran berusaha tenang walaupun itu sulit. Karena ini masalah nyawa. Tapi jika ia ikut histeris maka tidak akan ada yang terselamatkan.

"Hikss... Bayiku..." Afiqah menjerit lalu melihat darah mengalir dari kakinya. Ia semakin histeris. Ia benar-benar takut. Hidupnya seperti di ambang kematian. Bayinya bagaimana nasibnya. Afiqah tidak henti menyebut nama Tuhan untuk menjaga anaknya.

"Mbak jangan panik, rileks istighfar mbak. Aku coba hubungin mas Arse siapa tahu dia jaga di sini."

Baru saja Pangeran ingin menghubungi Arsena ia urungkan. Karena ada mobil yang lewat. Ia langsung menghadang mobil itu di tengah jalan untuk membantunya membawa Afiqah.

Ia harus membawa Afiqah segera ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan. Tidak mungkin juga ia membawa Afiqah dengan kondisi seperti itu menggunakan motornya.

"Pangeran?" Serena kaget mendapati Pangeran teman sekelasnya menghadang mobilnya.

"Serena syukurlah itu kau. Tolong aku, tolong bawa kakakku ke rumah sakit. Bayinya aku takut terjadi apa-apa." Serena mengangguk lalu meminta supirnya untuk membantu Pangeran membopong Afiqah.

Setelah berhasil memasukan Afiqah ke dalam mobil. Selang waktu berikutnya ada 3 motor polisi yang sepertinya memang mengejar anak-anak itu tadi. Ternyata anak-anak tadi ngebut karena dikejar polisi. Mereka takut di tangkap polisi.

Pangeran berada di depan mobil itu mengawal. Mereka berhasil sampai di jalan raya, ia berteriak-teriak kepada kendaraan yang lain untuk memberi jalan kepada mereka. Lampu merah pun ia terobos yang terpenting Afiqah cepat sampai rumah sakit. Ia tidak peduli di bilang orang aneh sekalipun.

Pangeran menangis dalam teriakannya. Berharap Tuhan menjaga Afiqah dan anaknya. Baru kali ini ia harus menghadapi saat-saat seperti ini. Ada nyawa yang harus ia selamatkan. Tubuhnya remuk merasa takut jika ia gagal. Pangeran menangis berulang kali dengan sesekali menengok ke arah mobil di belakangnya.

"Bertahan mbak," bisiknya.

Ternyata mengantar seseorang adalah amanah yang besar. Karena harus memastikan penumpangnya selamat. Ia menangis karena menjadi pengecut yang tidak bisa melaksanakan amanah itu.

"Maafkan pangeran om." Gumam Pangeran berulang kali. Ia tidak mempedulikan luka di lutut dan tangannya. Hati dan raganya terluka. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada Afiqah dan anaknya.

****
Say good bye to Arsena. Cerita ini menjelang tamat :)

Untuk squel Pangeran sudah di update..

Jangan lupa follow Instagram @wgulla_ atau @arse_fa

Like and Coment juga cerita ini..

Stop atau lanjut?

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- (LENGKAP)Where stories live. Discover now