BAB 39

124K 10.2K 305
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

***
Ada suami yang lupa bahwa ibu lebih penting dari pada istri. Ada istri yang lupa bahwa suami harus lebih mendahulukan ibunya. Namun juga ada ibu yang lupa bahwa anak laki-lakinya memikul beban sebagai kepala keluarga.
Jadi tugas kita hanya perlu saling memahami satu sama lain dan terbuka akan setiap beban yang dipikul. Karena tidak hal yang lebih indah selain saling memahami.
-
-

Afiqah menahan air matanya sedari tadi. Semenjak di rumah sakit, ia hanya diam dan duduk di sofa. Lalu sekarang ia pergi ke kantin karena kelaparan. Menyebalkannya Arsena tidak peka, pria itu malah memberikannya uang dari pada membelikannya makanan. Padahal ia ingin sekali Arsena membelikannya gado-gado tapi yang terjadi malah sebaliknya, menyuruhnya pergi sendiri.

Afiqah keluar dari gedung rumah sakit. Ia ingin mencari gado-gado di sekitar sana, karena ia yakini di kantin rumah sakit tidak ada. Untunglah di pinggiran trotoar ada warung tenda yang menjual beberapa makanan yang ia cari. Entah kenapa ia sangat ingin makan itu. Afiqah melangkah mendekati warung tenda tersebut, ia sudah tidak sabar lagi untuk memakan makanan itu.

"Bu beli gado-gado satu sama nasi goreng satu."

"Iya neng, tunggu dulu ya. Ibu buatin."

Afiqah duduk di salah satu kursi sambil melihat ibu penjual membuat makanan. Ia menghela napas, teringat kejadian tadi di dalam mobil. Dimana Arsena membentaknya, baru kali ini ia melihat sosok Arsena seperti itu. Biasanya Arsena selalu berlemah lembut dengannya. Kenapa sih semua pria sama saja? Mereka tidak pernah peka akan perasaan wanita. Tidak tahukah pria itu akan isi hatinya.

"Neng ini udah jadi." Ucap ibu penjual.

"Terimakasih Bu."

Afiqah kembali lagi ke kamar rawat inap. Sepanjang perjalanan ia berjalan sambil menunduk, ia merasa sepi. Ia jadi teringat Arsena yang selalu menggenggam tangannya jika kemana-mana. Dan juga Arsena yang siap menjadi ojek pengantar makanan untuknya.

Disaat ia membuka pintu, ia melihat suaminya itu bercakap-cakap dengan sang ibu. Ia berjalan menuju Arsena memberikan pria itu nasi goreng yang telah ia pesan. Tadi mereka belum sempat makan. Pria itu menerimanya tanpa mengatakan apapun. Ada rasa kecewa menerima perlakuan Arsena, namun demi menjaga kesopanan di depan ibu mertua. Afiqah memilih untuk duduk di sofa dekat meja lalu memakan gado-gadonya.

Namun baru beberapa suap dia makan, mulutnya terasa mual. Ia langsung pergi ke kamar mandi. Di wastafel ia membersihkan mulutnya juga mencoba mengeluarkan isi muntahannya. Tapi tak ada satupun yang keluar, hanya air. Afiqah memejamkan matanya sebentar, tiba-tiba pandangannya kabur. Kepalanya terasa berat, pandangannya menggelap dan tubuhnya jatuh tanpa ia bisa tahan. Setalah itu Afiqah kehilangan kesadaran.

*****

"Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah sadar." Ujar Arsena, ketika Afiqah membuka matanya.

"Aku dimana mas?" Tanya Afiqah merasa asing dengan sekitarnya.

"Maafkan mas ya, gara-gara saya kamu harus seperti ini. Seharusnya saya tidak bersikap seperti itu. Saya menyesal." Bukannya menjawab Arsena justru meminta maaf.

"Tadi kamu pingsan di kamar mandi. Andai saja mas lebih peka pasti kamu tidak akan seperti ini dek." Mendengar itu Afiqah teringat jika terakhir kali ia makan di kamar inap bunda, lalu ke kamar mandi karena mual. Setelah itu ia pingsan.

"Bunda di mana?" Tanya Afiqah sambil melihat sekeliling, seharusnya Arsena menjaga sang ibu.

"Bunda di kamarnya."

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang