15. BYAN HILANG?

5.2K 283 10
                                    




Senyum ceria masih terpatri diwajah pucat itu, dengan sedikit lebih exited ia berlari kecil mencari sebuah makam yang begitu dihafalnya,

"Haii momma!" sapanya kelewat ceria untuk golongan orang yang baru saja merasa baikan akan keadaanya, heish.

Byan menyingkirkan beberapa daun yang jatuh dimakam mommanya lalu tangannya terulur mengusap lembut batu bertuliskan nama momma yang begitu ia sayang, walaupun tak pernah bertemu secara langsung.
'Liana Mile Anaies'

Byan reflek mengusap pipinya ketika merasakan sesuatu mengalir tanpa seijinnya,
Bibirnya terangkat melengkung,
"Mom, byan kangen.. byan gak nangis koo.. bener deh, huks.. byan pilek.. mungkin udaranya emang jauh lebih dingin di sore menjelang malem ini, byan seneng disini, meskipun sepi.." tubuhnya meremang setelah menyelesaikan kalimatnya, pandanganya menerawang kesekitar, ia merapatkan mantelnya, siapa yang mau mengunjungi makam di sore menjelang petang di pergantian musim seperti ini? ;( pikirnya.

Ia mencoba menyamankan dirinya, membersihkan sedikit permukaan tanah yang akan didudukinya untuk beberapa menit kedepan.

"Mom, mom tau? Kakak dan papah semakin sibuk akhir-akhir ini.. karena beberapa minggu ini byan ingin sekolah disekolah normal, papah jadi gak pernah mengajak byan lagi jika keluar negeri. mom-- apa meminta disekolahkan disana itu bukan sesuatu yang baik, ya? Byan hanya ingin mengenal banyak teman baru... merasakan seperti apa kehidupan bebas para gadis seumuran byan diluar sana, bukan selalu pasrah terkurung disangkar emas, momma tak marah, kan?" Pandangan byan meredup menatap makam mommanya, tak ada sautan apapun.. itu jelas, ia pun tahu batu ini tak akan bergeming sekalipun ia berteriak dan menghabiskan suaranya, matanya kembali berkaca kaca, hampir meledakkan butiran kristalnya, ia buru-buru mendongak..

"Byan tak pernah mau mengeluh jika sakit.. byan tak ingin momma ikut merasa sedih melihat byan sekarang, byan kuat kok mom.. asma dan tetek-bengeknya bukan suatu hal yang perlu ditakutkan, byan tak menyesal terlahir seperti ini.. jika dulu momma bisa melewatinya, mengapa byan tidak?"

Ia memberi jeda sebentar untuk menarik nafasnya dalam-dalam yang ternyata masih tersendat beberapa kali, ia menghembuskannya dengan sedikit rusuh.., kepalanya terasa berdenyut lagi.

"Tapi terkadang byan hanya jengah, byan lelah harus terus kembali kerumah sakit.. byan lebih mengingat momma disana,  bukan masalah jika byan terus mengingat momma--tapi jika itu tentang rasa sakit, byan gak bisa.. disini— menekan dadanya— begitu terasa menyesakkan"

Byan pernah berjanji tak akan pernah mau menangis didepan momma,

"Sesak jika mengingat momma mengorbankan begitu banyak kasih sayang untuk byan,"

Byan tersenyum lagi, matanya yang memang sudah bengkak kini bertambah parah ditambah sembab sehabis menangis,

Ia teringat suatu hal yang sedikit mengganggu kinerja jantung dan pikirannya akhir-akhir ini..

"Ah, momma tau? Byan sepertinya menyukai seseorang disekolah baru.. kau tau mom? rasanya seperti yang sering kubaca dinovel-novel—"

Sekelibat bayangan berputar cepat dipikirannya, pipi pucat itu kembali mendapatkan rona merahnya,



"— Oh! apakah ini cinta?"

*yeu, si areen reflek nyanyi:((



-





Sean mengumpat beberapa kali, tapi begitu samar jadi tak ada yang menyadarinya.

Ia kecolongan lagi,

Julian mengatakan jika byan habis menjalani beberapa pemeriksaan, firasatnya mengatakan ia harus mengunjungi byan saat itu. Karena ia tau kakak-kakak dan papahnya sedang tidak ada disana, terakhir yang menungguinya itu genta, tapi ia sudah pergi sore tadi, dan saat julian tibapun genta sudah pamit dari sana,

BYANICE ✓Where stories live. Discover now