33. When the trust are gone.

3.9K 214 16
                                    







Byan bosan, ia disuruh menunggu diruangan dayana dokter sementara para orang dewasa itu pergi entah kemana. Mana ia tak diberi apapun. Tak membawa apapun,

Hanya dirinya dengan mantel berkerah yang menutupi hampir setengah wajahnya karena duduk terlalu lama.

Ia berdecak kesal, ia sudah bilang dirinya mengantuk. Ponselnya juga entah ada dimana.

"Ah, kesel banget si." Gerutunya menendang-nendang udara kosong. Kakinya tak sampai menyentuh lantai jika duduk dikursi yang ada diruangan ini.

Matanya yang sudah setengah tertutup melirik gemas kulkas kecil yang berada disudut ruangan ini, tertutup tirai pembatas, tapi sekarang terbuka.

Siapa tahu dayana dokter menyimpan bercup-cup ice cream, begitu pikirnya. Dengan energi sisa-sisa hari itupun byan bangkit untuk membuktikan pemikirannya.

Dan benar saja, dokter diana Menyimpan beberapa cup ice cream didalam kulkas kecilnya. Entah apa faedahnya, byan tak peduli. Yang penting hasratnya terpenuhi. Perihal jika dimarahi nanti— ia akan mengatakan bahwa ia haus dan kakak-kakaknya sama sekali tak meninggalkan sedikitpun minuman untuknya.

Setelah sedikit menimang-nimang untuk memakannya atau tidak, byan berakhir memojok di dekat belankar periksa. Ia terduduk dibawah dengan secup ice cream dan sendok mungilnya ditangannya.

Ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis. Matanya yang seliwer begini membuatnya berfikir ia akan terlihat seperti orang mabuk yang terkapar disini. Ia tak sabar menghabiskan ice cream itu, bibirnya mengecap gemas.

Tapi nyatanya belum ada separuh cup masuk kedalam perutnya, mimpi indah keburu mengahasutnya untuk kembali terlelap.

Jadi, ia terlelap dengan sendok ice cream yang masih dalam mulutnya, sekali-kali terhisap saat ia meracau dalam tidur.










"Byan, hei.. by, kok tidur disini." Byan tak membuka matanya terlalu lebar, cahaya ruangan itu menyakiti matanya, jadi ia hanya mengerjap tanpa berniat membuka mata.

"Byan, dilantai dingin, badan kamu bisa sakit sakit."

"Ya tuhan, ditinggal bentar aja udah dapet harta karun."

"Byan, cape banget ya?"

"Astaga.."

Suara-suara itu datang bertubi-tubi, ia malas menjawab. Meskipun ia tahu siapa pemilik suara-suara itu.

Byan memilih kembali memejamkan matanya, bibirnya bergerak-gerak mengulum sendok yang masih setia menempel dibelahan bibirnya.

"Ya tuhaan," akhirnya salah satu dari pemilik suara itu berinisiatif mengangkatnya, membawanya kedalam gendongan koala hug.

"Masih kuat apa, yang?" Alice bertanya dengan nada yang sedikit mengejek— tak percaya.

Keenan mengangkat dagunya pongah, melirik istrinya lalu kembali berancang-ancang.

Byan menggeliat tak nyaman saat badannya terangkat mengudara. Mimpinya yang sedang makan banyak kudapan manis dan junk food itu seketika terbang, ia kira ia akan ke surga;((

Tapi saat diana mengamankan cup ice cream yang hampir goyah ditangannya, ia tersadar.

"Aiskweeem." Suaranya parau bercampur seperti tercekik saat terkena flu.

Tangannya berusaha menggapai, tapi matanya masih terpejam.

Untung badannya kecil dan ringan, jadi keenan bisa dengan mudah menggendongnya.

BYANICE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang