24. One day with you=♥️(2)

3.1K 194 22
                                    



Aku lagi mager ngetik, gais. Padahal ide banyak.

Yaudah maapin yak, si areen g pro bikin romance. Kalo ga suka tinggal gak usah dibaca.  Owkay?

-

Byan menikmati ini,
Kapan ya terakhir kalinya ia menaiki benda bermotor semacam ini. Selama ini ia selalu diantar jemput menggunakan mobil, tak pernah bisa langsung merasakan angin.

Ia pernah mendadak gatal dan bersin-bersin karena terlalu lama terpapar angin.

Tapi itu sudah cukup lama, semenjak ia selalu menggunakan mobil, ia tak pernah seperti itu lagi. 

"byan— kita sampai." Ups, buru-buru byan melepaskan pelukannya.

Ia turun dengan sedikit tergesa membuat motor ares sedikit limbung karenanya.

"Santai byan. Em— lu bisa nemuin dia sendiri? Gua ada sedikit urusan deket sini, nanti kalo udah hubungin gua, sini hape lo." Byan belum sempat menolak, ares lebih dulu mengambil smartphonenya.

Ia mengetikkan beberapa angka disana sebelum menyimpannya. Dan langsung mengembalikannya kembali ke tangan byan.

"K-kak, hatchim! A-anu sebenarnya byan bisa pulang sendiri, ini saja byan sudah merasa benar-benar merepotkan, terimakasih ka-" byan membungkuk beberapa kali. Ia benar benar merasa tak enak. Ares terkekeh.

"Gak, gua jemput. tinggal hubungin gua setelah lo selesai, gua ga nerima penolakan, dah byanice!" Byan menelan paksa kalimatnya, padahal ia sudah akan mengeluarkan 1001 kalimat penolakannya yang seperti biasa ia lakukan kepada kakak-kakaknya. Dan entah mengapa, ia mendadak kelu sampai melewatkan  Ares yang sudah kembai memacu motor besarnya.

Ia kembali bersin lalu mendesah, tak berselang lama—langsung digantikan dengan wajah kelewat bahagianya.

Ia mendapat nomor kakak kelas kesukaannya, hihi.

Ah sudah sudah, kesadarannya kembali, ia buru-buru menelisik sekitarnya, ini perumahan?

U-wwa— rumah pak dolken benar-benar menganut gaya minimalis modern, ia mengecek sekali lagi cetakan nomor dan nama jalan ini, benar, ini rumahnya.

Byan berkomat kamit sebelum menekan sebuah bel disamping pagar yang hanya setengah badannya itu.

Tekanan pertama, rumah ini masih senggang.

Tekanan kedua, byan menggigit bibirnya tanpa sadar— ia mengganggu tidak ya.

Duh, jadi bimbang.

Tapi pintu rumah itu terbuka sebelum byan sempat menekan untuk yang ketiga kalinya, dan seseorang yang ia cari tepat berada disana, menyembul dari balik pintu dengan pakaian rumahnya, ah— tanpa kacamata yang biasanya tak pernah absen dari penampilannya.

Byan menggaruk lehernya tanpa sadar, "Apa byan mengganggu jika ingin berkunjung, pak?"

Pak dolken masih terdiam ditempatnya, menatap dirinya tanpa berniat mengalikan pandangannya, pagar itu tertarik otomatis, membuat byan reflek memundurkan badannya karena terkejut.

Dengan langkah yang sedikit terburu ia memasuki halaman rumah minimalis pak dolken, ia bisa melihat ruang tamu dari dekat sini,

"Rapihkan sepatumu disana, lalu masuk. Udara semakin dingin," byan mengangguk saja dan melakukan titahan gurunya itu.




Byan semakin giat menggosok belakang lehernya, ia tak sadar bagian itu sudah memerah semenjak ia menginjakkan kakinya dirumah ini.

Suasana canggung begitu ketara, setelah pak dolken kembali membawakan secangkir teh hangat untuk byan.

BYANICE ✓Where stories live. Discover now