30. Perjanjian.

3.5K 218 17
                                    

Yang tadi tau aku up, im sowwy, itu kepencet sksksk. Untung cepet cepet ditarik lagi. Kalo ga aku nyetres sendiri, hahahah.

Ini sebenernya mau diup nanti entah besok entah lusa entah minggu depan, cuma gegara aku liat ada beberapa tim gercep, jadi diup sekarang. Aww.

Oke, bct. enjoy.




❤︎❤︎❤︎

Byan bangun dengan kondisi yang lumayan baik. Ada baiknya juga ia terjebak bersama dokter licik itu. Nafasnya sudah tak seberat kemarin.

Tapi dirinya belum mau bangkit dari kasurnya. Semua orang pasti lelah karena acara kemarin. Ia melirik jam dimeja nakas -06.47- pantas sinar matahari begitu menyilaukan indra penglihatannya.

Ia mendesah, ia belum mengajukan banding tentang sekolahnya. Sebenarnya juga byan sudah mulai bosan dengan kegiatan disana. Teman-temannyapun tak begitu mengindahkannya. Tapi satu hal yang menjadi alasannya masih ingin memepertahankan sekolah disana. Kakak kelasnya. Kak kenares.

Ia yakin, ia menyukai sosok itu. Ia juga tak mendapatkan banyak afeksi seperti telenovela. Perlakuan kakak kelas yang satu itu membuatnya nyaman.

Tapi ia tak ingin menjadi adiknya.

Sepertinya ia benar-benar harus mengajukan banding untuk mempertahankan sekolahnya. Tak lama, hanya sampai dirinya benar-benar bisa mengklasifikasi perasaan aneh apa yang dirasakannya. Ya.


Daan— disinilah ia berakhir.

Duduk canggung diantara para kakaknya yang sedang menyantap sarapan mereka dengan hidmat. Bahkan pasutri baru (read:Keenan dan Alice) pun ada ditengah-tengah mereka. Tapi satu yang kurang, tak ada sosok sang ayah disini. Kakak-kakaknya pun kelewat santai dipagi ini. Feelingnya mengatakan bahwa mereka mengambil cuti bersama.

"Kenapa, by? Itu sarapan masih utuh." Byan tersentak, Keenan menyadarinya ternyata. Ia jadi menunduk tak enak karena merasa diperhatikan.

Byan melirik menu sarapannya. Ada masalah apa keluarganya mendadak mencintai oat begini? Bahkan roti yang biasanya tersediapun tak ada kabarnya diatas meja sini.

"Papah mana, kak?" Ia memilih topik lain untuk dibahas. Melihat makanan lembek yang tersaji hanya menghilangkan napsunya.

"Oh iya, papah pergi lagi pagi-pagi tadi, ada sedikit kendala diproyeknya." Dan binar alami mata itu redup seketika.

Beberapa pasang mata menyadari kegundahannya. Byan menjadi benar-benar tak ingin menyantap sarapannya dengan sukarela.

"Papah sempet pamitan, tapi karena kamu keliatan kecapean jadi papah gak mau ganggu, kita ada diskusi nanti by. Saat papah transit." Byan enggan menjawab, ia mendorong kebelakang kursinya, beranjak dari sana.

"Mau kemana? Byan.." beberapa pasang mata yang sedari tadi sibuk dengan urusannya kini mulai memberikan atensinya.

"Mau minta menu lain ke dapur." Jawab byan melenggang dengan langkah gontainya. Para kakak tak mencegahnya, bahkan untuk Alice sekalipun, ia sedang lelah juga sedang malas mendebat adik iparnya itu. Lagian hal wajar jika responnya seperti itu.

-




Memang ada sebuah dapur yang lumayan luas dikediaman Anaies dan terletak jauh dari ruang makan, itu dapur asli yang dulu sering dipakai nyonya besar untuk melakukan eksperimen terkait masakannya, padahal ada seorang koki disana, tapi yang terjadi malah koki itu disuruh untuk mencicipi hidangan yang dimasak sang tuan rumah.

BYANICE ✓Where stories live. Discover now