❤ DM - 30 ❤

2.6K 123 0
                                    

Bismillah... 🤗
❤ Happy Reading Guys 😍🤗

"Wey Gerald, mengaku saja kau atau aku laporkan kau ke polisi sekarang!" Vindy semakin  kesal.

"Vindy, tenanglah aku yakin bukan Gerald pelakunya." Ucapku.

"Gerald," sapa seorang lelaki parubaya bersama dengan istrinya yang tidak lain adalah orang tua Yusril.

Gerald menatap sinis Om Yakozu ayah tirinya itu dan berlalu, sambil menabrakkan bahunya dengan sengaja mengenai bahu Om Yakozu.

"Astagfirullahaladzim," ucap Om Yakozu mengusap dada.

Aku dan Vindy mencium punggung tangan Om Yakozu dan Tante Inari.

"Saya sudah bilang jangan menemui Yusril lagi, kenapa kalian masih saja datang kemari!" Tukas Om Yakozu dingin.

"Papi, jangan seperti itu. Ini musibah dan ini sudah direncanakan oleh Allah. Kita ambil hikmahnya jangan salahkan anak-anak ini," jelas Tante Inari lembut sambil membelai bahu Om Yakozu untuk menenangkannya.

Om Yakozu dan Tante Inari melangkahkan kakinya menuju ruang rawat Yusril. Aku bersama dengan Vindy mengikuti keduanya dari belakang. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dengan perasaan bersalah atas semua insiden yang menimpa Yusril.

✏✏✏

Langkah demi langkah dan tibalah kami di ruang rawat Yusril. Yusril nampak masih terbaring lemah dan belum sadar dari komanya.

Alat medis terpasang rapi di beberapa anggota tubuhnya. Aku semakin merasa bersalah pada Yusril dan tanpa kusadari air mataku menetes.

Om Yakozu terlihat sangat sedih memandangi Yusril dan Tante Inari tak kuasa menahan air matanya.

"Nayya, Vindy lebih baik kalian pergi ke kampus dan besuk lah Yusril sepulang dari kampus jika kalian ada waktu luang. Jangan bolos kuliah, kasihan orang tua kalian yang telah menitip banyak harapan pada kalian." Jelas Om Yakozu datar.

"Tapi Om," ucapku hendak berargument.

"Nay, apa yang dikatakah Papi Yusril benar. Jangan risaukan Yusril, ada kami di sini yang akan menjaganya." Sambung Tante Inari.

"Baiklah," tuturku setengah tidak ikhlas.

✏✏✏

Aku dan Vindy bersama-sama keluar dari kelas dan menuju kantin untuk makan siang.

Entahlah, aku merasa sangat tak bersemangat menjalani hariku setelah banyaknya insiden itu. Aku tidak mengerti, nyawaku seoalah sangat terancam. Aku tidak tahu salah apa diriku.

Aku menghentikan langkahku."Vin, kamu makan siang ke kantin duluan saja. Aku mau pergi ke masjid," tuturku tak bersemangat.

"Bukannya ini belum waktu ibadah Nay?" Tanya Vindy heran.

"Untuk beribadah tidak harus mengikuti waktu. Ibadah bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun," jelasku berlalu.

"Aku yakin dia tidak akan mau makan siang sendirian, lebih tepatnya tanpa diriku." Batinku.

Dear Makmum | I Love You [COMPLETED]Where stories live. Discover now