02 |

153 4 1
                                    

Suasana kafe Anteiku sangat ramai akan pengunjung malam ini. Kafe bertema vintage itu memang selalu seperti ini bila salju turun. Hawa dingin membuat banyak orang berbondong-bondong untuk menghangatkan diri dengan menyesap kopi hangat buatan Tuan Fugaku.

Asuna dan Kirito memilih untuk duduk di pojokan. Selain jauh dari kebisingan, Asuna juga dapat melihat butiran-butiran salju yang turun di luar sana. Kirito memanggil pelayan dan mengucapkan pesanannya. Dan saat pelayan tersebut pergi, Kirito menopang dagu dengan kedua telapak tangannya, menatap Asuna dari samping.

Merasa ditatap, Asuna yang sedang melihat ke luar jendela lantas menoleh dan menautkan kedua alisnya. Tanpa disadari, pipinya sedikit bersemu. "Ada apa?"

Kirito menggeleng. "Aku hanya tidak menyangka dua hari lagi kau akan menjadi bintang besar," ujarnya sambil tersenyum.

Asuna memutar bola mata. "Itu jika aku masuk final, Kirito. Di sana pasti banyak orang-orang yang lebih hebat memainkan alat musik dibandingkan diriku."

Kirito sekali lagi menggeleng, merasa tidak setuju dengan kalimat yang dilontarkan oleh gadis berambut cokelat itu. Ia menegakkan tubuhnya, lalu kedua tangannya bergerak menggenggam tangan Asuna yang berada di atas meja. "Jangan pesimis, Asuna. Kau bukanlah tipikal orang yang seperti itu." Kirito menatap Asuna dengan tatapan yang dapat meneduhkan hati Asuna.

"Kirito," Tangan Asuna berganti menggenggam tangan Kirito. Laki-laki penggila game itu lantas sedikit terkejut melihat kedua tangan Asuna berada. Lalu, ia kembali menatap wajah Asuna yang kini menampakkan senyum selembut sutera. "Terima kasih."

Lima detik kemudian, Kirito balas tersenyum. Tepat setelah itu, pelayan datang, membawakan pesanan mereka. Secangkir kopi panas untuk Kirito, dan secangkir cokelat hangat untuk Asuna.

"Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Asuna kepada Kirito yang hendak menyesap kopinya.

"Seperti biasa. Membosankan. Bagaimana denganmu?"

"Cukup menyenangkan. Setiap harinya hanya musik dan musik."

Kirito mendengus. "Kalau begitu, aku akan memberitahu Ibu agar mengurus kepindahanku di sekolahmu."

Asuna tertawa kecil. Mereka memang berbeda sekolah. Asuna memilih sekolah khusus musik setelah tamat dari sekolah menengah pertamanya, sementara Kirito memilih sekolah negeri bersama salah satu sahabat mereka lagi, Tachibana Sugu.

"Kau tidak dapat bermain musik, Bodoh."

"Ah," Kirito memasang wajah kecewanya. "Kau benar." Namun, detik berikutnya, ia menatap Asuna dengan pandangan tidak terbaca. Menyebalkan, karena hal yang satu itu selalu bisa membuat Asuna agak salah tingkah.

"Apa?" tanya Asuna, menyesap cokelat hangat miliknya.

"Ajarkan aku bermain alat musik."

Kalimat ringan tersebut terlontar dengan santai dari bibir Kirito. Sontak saja membuat Asuna menyemburkan cokelat hangat yang ada di mulutnya. Akibatnya, wajah Kirito sedikit basah karena terkena cipratannya. Asuna segera mengambil dua lembar tisu, dan mengelap bibirnya.

Asuna jelas terkejut, tentu saja. Kirito tidak menyukai alat musik. Sangat repot dimainkan, dia bilang. Namun, sekarang? Kirito dengan santai memintanya untuk mengajarkannya. Laki-laki di depannya ini memang sangat tidak terduga.

"Maafkan aku, Kirito."

"Tidak apa-apa." Kirito mengelap wajahnya dengan sehelai tisu. Walau berkata demikian, masih tersirat raut kesal di sana. Ia kemudian berdeham pelan. "Bagaimana?"

"Aku mau saja, tetapi ...."

"Tetapi ...?"

"Tetapi bagaimana dengan Sugu?"

Mendengar itu, Kirito terdiam. Bayangan Sugu dengan sekejap muncul di dalam pikirannya. Membuat Kirito meringis.

"Kenapa membahasnya?" Kirito terlihat seperti keberatan.

"Aku hanya bertanya," tandas Asuna.

"Sugu tidak keberatan," balas Kirito selama terdiam beberapa menit.

"Dari mana kau tahu?"

Kirito menghela napas. "Kalau begini caranya, aku tak jadi pindah ke sekolah musik yang selalu kau banggakan itu. Merepotkan!"

-

Note:

Nama Sugu saya ganti marganya. Kenapa? Karena di sini, Kirito dan Sugu memiliki hubungan, sementara berdasarkan anime, mereka masih merupakan keluarga.

Perlu diingat, cerita ini mengandung sad ending. Jika tertarik dengan versi happy ending-nya, kalian bisa melihat akun Imadiaz_Harukou

Saya mengizinkan dia untuk mempublikasikan cerita ini juga dikarenakan permintaan happy ending di sini cukup banyak.

Sekian. Terima kasih.

///

Jangan lupa di vote... sebagai dukungan pengarang asli
ichikatsu

An Instrument In DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang