35 |

113 4 4
                                    

Asuna meletakkan mangkuk berisi kari di atas nakas dekat brangkarnya. Ia lalu tersenyum. Bahagia karena akhirnya dapat memakan kari untuk minggu ini. Matanya kemudian memandang laki-laki yang duduk di kursi, persis di samping brangkarnya.

     Ruangannya masih sepi, hanya ada dirinya dan juga Kirito, sesuai permintaan Asuna.

     Asuna hanya butuh Kirito, bukan orang lain, sekali pun itu ibunya.

   "Kirito-kun, aku sudah tidak sabar!" kata Asuna tiba-tiba, antusias.

    Laki-laki yang juga tengah memandang Asuna itu lantas mengerutkan dahinya. "Tidak sabar dengan apa?"

   Asuna cemberut. Apa Kirito tidak ingat? "Ah, ternyata kau sangat pelupa!" Senyumnya kembali terbit. "Kau tidak tahu? Sabtu ini kan semi final dari Festival Biola 2016!" Kemudian, ia menunduk. "Dan aku belum latihan."

   Jangankan latihan, judul instrumental yang akan dibawakannya pun ia belum menentukan.

   Mendengar itu, Kirito mematung. Ah, kenapa Asuna harus mengingat hal itu? Apa yang harus Kirito katakan? Asuna tidak boleh pergi. Dia harus istirahat.

    "Asuna-chan..."

    Asuna mendongak. "Hm?"

    Kirito bingung. "Eng... bagaimana cara membertitahunya, ya? Kau masih sakit, jadi perlu istirahat agar bisa sembuh. Lebih baik, kau absen saja ya minggu ini?"

     Asuna terkejut. Matanya berkaca-kaca. Kenapa, Kirito? "Kenapa berkata seperti itu? Aku tidak butuh istirahat. Aku sehat, kok. Bagaimana kalau kita kabur? Seperti minggu lalu?" Asuna mencoba tersenyum dengan harapan Kirito akan menyetujuinya.
  
     Tapi Kirito hanya diam.
 
     Dengan mata yang tidak menatapnya.

    Beritahu Asuna, apalagi yang kurang menyakitkan dari ini?

   "Asuna... maaf..."

   Kirito meminta maaf, tapi kenapa rasanya Asuna tidak senang? Kenapa justru sebaliknya?  Kenapa Asuna justru kecewa?

    "Kirito-kun, aku mohon. Ini mimpiku dari dulu."

    "Asuna tapi kau harus istirahat supaya sembuh. Kata Gin, jika aku melakukan itu, ia akan melaporkanku ke polisi sebagai tindak kejahatan karena menculik seorang pasien."

    Asuna tersenyum kecut mendengarnya. Ia menunduk. Apa keadaanya... semenyedihkan itu?

     "Istirihat atau tidaknya, aku juga akan mati kan?"

     Kirito mendongak. Menatap Asuna dengan mata melebar. Apa maksud perempuan ini? Dia... terlalu blak-blakkan.

      "Asuna!"

     "Kau benar. Kau terlalu naif, Kirito-kun. Jantungku sudah bertambah parah, kan? Walaupun ibu sudah menandatangani surat persetujuan, masih diperlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan pendonor."

      Kirito tidak bisa berkata apa-apa.

    "Jadi sebelum kematianku, aku ingin mewujudkan salah satu mimpiku. Aku ingin membuat hidupku bewarna walaupun hanya sebentar. Festival Biola Tokyo 2016. Aku masuk semi final. Bisa kau bayangkan itu, Kirito-kun? Usahaku tidak sia-sia selama ini! Tapi kenapa? Setiap sejengkal lagi aku meraih mimpi itu, selalu saja ada halangan! Kenapa?!"

     "Asuna..." Kirito menggenggam tangan Asuna erat.

     "Hidupku sangat tidak adil. Dewa kejam, ya?"

     "Asuna...."

      Kau bahkan tidak memanggilku dengan akhiran chan lagi, Kirito.

     Asuna menatap Kirito, penuh permohonan. "Hanya kau harapanku, Kirito. Kumohon, sekali saja, bantu aku mewujudkan impianku yang satu ini. Aku mohon!"

     Kirito tak tau harus melakukan apa. Di depannya kini, Asuna tengah menundukkan setengah badannya dalam-dalam. Ia ingin sekali membantu perempuan ini, tapi di sisi lain, ia tidak mau Asuna kenapa-kenapa karena terlalu memaksakan diri. Seperti yang dikatakan Asuna, istirahat atau tidaknya, ia juga akan pergi. Namun... Kirito tak ingin Asuna pergi secepat ini.

     "Aku..."

     Dan akhirnya pun Asuna harus mengatakan hal ini. Hal yang tidak ia sangka akan terucap dari bibirnya. Hal yang paling Asuna benci.

     "Jika kau membawaku pergi untuk mengikuti semi final, aku akan berhenti untuk menyukaimu."

      Namun sekarang Asuna mengatakannya.

     "Asuna..." Kirito merasa hatinya campur aduk. Ia semakin mengeratkan genggamannya. Menunduk dengan waktu lama sebelum menatap Asuna dengan mata indahnya. "Baiklah. Akan kulakukan."

     Dan tubuh Asuna pun terdorong jatuh ke dasar jurang. Kirito menyetujui persyaratan yang diberikan olehnya. Menyakitkan sekaligus menyedihkan. Tanpa sadar, setetes air mata mengalir di pipinya. Dadanya sesak. Tenggorokannya juga tercekat.

      "Tapi jika aku membawamu pergi ke semi final Fetsival Biola Tokyo 2016, kau tidak boleh berhenti untuk menyukaiku."

       Eh? Asuna terpaku. Tangisnya langsung berhenti. Ia menatap Kirito untuk meminta penjelasan, tapi yang laki-laki hanya memasang wajah santainya yang susah ditebak.

       "Bagaimana, Asuna-chan?"

///

Jangan lupa divote, supaya mendukung author dan pempublish^^

Dan iklan juga,
Kunjungi buku saya di Noveltoon/Mangatoon. Saya harap pada baca cerita saya^^

Note : Saran saya, jangan baca Another World : Fly The Sky. Itu SM karang dalam tahap renovasi sana-sini. Karna jelek.-_-

Bye,
Imadiaz Harukou (pempublish)

An Instrument In DecemberWhere stories live. Discover now