03 |

118 6 2
                                    

Tepat pukul empat dini hari, Asuna terbangun dari tidurnya. Ia merenggangkan bagian otot lengannya yang terasa agak pegal.

Mengerjapkan mata beberapa saat, Asuna kemudian tersenyum simpul mengingat kejadian semalam—di mana Kirito mengantarnya pulang ke rumah dengan selamat, dan Asuna segera masuk ke dalam kamar lalu bergelung di bawah hangatnya selimut.

Asuna bangkit dari kasur, memakai sandal,  mengambil handuk yang ia gantung di kapstok belakang pintu, lalu masuk ke kamar mandi.

Menanggalkan seluruh pakaiannya, Asuna menyalakan shower dan seketika memekik keras karena kulitnya terkena dinginnya air. Asuna mengumpat pelan, akibat masih mengantuk, dia jadi lupa untuk memutar setelan shower menjadi air hangat.

Sekolah musik yang Asuna geluti memang tidak mempelajari pelajaran yang ada di SMU. Namun sebagai gantinya, sial beribu sial, jam masuk sekolah itu terlalu pagi bagi para murid. Ketika sekolah lain memiliki jam masuk pukul delapan, maka sekolahnya, Symphony Music School (SMS), masuk dua jam lebih cepat, yaitu pukul enam!

Setelah dirasa cukup, Asuna mematikan shower lalu melilit tubuhnya dengan handuk. Ia kemudian keluar, dan segera memakai seragam yang ia gantung di lemari pakaiannya.

Yuuki Asuna, namun akrab dipanggil Asuna itu, berjalan menuruni tangga yang akan membawanya ke ruang televisi yang berhadapan langsung dengan ruang makan.

Perempuan bersurai cokelat itu spontans mendengus ketika mendapati kedua ruangan tersebut sunyi senyap. Ayah dan ibunya pasti semalam tidak pulang akibat terlalu sibuk di kantor atau dengan selingkuhan mereka masing-masing.

Jangan terkejut, keluarganya memang tidak harmonis, dan Asuna sangat sadar akan itu.

Dengan terpaksa, Asuna berniat membuat sarapan sendiri. Namun, dewi kesialan sedang berpihak kepadanya. Karena ketika membuka kulkas, Asuna tidak menemukan apapun yang bisa diolah, selain air dingin dan beberapa botol obat.

Sontak, senyuman miris terbit. "Setidaknya kalian membelikan persediaan makanan untukku," gumamnya sembari menutup kembali kulkas yang penuh dengan berbagai stiker berupa karakter animasi maupun tulisan-tulisan penyemangat klise untuk semangat menjalani hidup dengan sebuah senyuman cerah. "Setidaknya."

Getar ponselnya membuat Asuna dengan cepat mengambil benda yang ia taruh di meja makan. Satu pesan masuk, dari Kirito. Ibu jari Asuna bergerak mengusap layar ponselnya dan seketika menampilkan pesan tersebut.

From: Kirito
Sugu marah padaku.

Asuna menghela napas panjang. Tangannya tanpa sadar meremas benda pipih yang berukuran lebar itu. Asuna tidak tahu perasaan apa yang selalu menyerangnya ketika Kirito membahas perihal hubungannya dengan Sugu. Dia benci dengan perasaan yang ia sendiri pun tak tahu namanya.

Asuna, Kirito, dan Sugu berteman baik semenjak mereka duduk di bangku SMP. Pada semester akhir kelas sembilan, Kirito memutuskan untuk menyatakan perasaannya kepada Sugu karena perempuan itu berniat melanjutkan pendidikannya di Amerika.

Lalu, tanpa diduga, Sugu menerima Kirito. Dan membujuk sang ayah agar dapat melanjutkan pendidikannya di Tokyo saja, tepatnya di SMU Fujitaima, bersama Kirito.

Iya, semudah itu.

Sementara Asuna, dia lebih memilih mengejar cita-citanya sebagai pemain biola hebat dengan mendaftar di sekolah musik terfavorit di Tokyo. Pun mengikuti setiap kontes musik yang berujung juara satu dan mendapatkan penghargaan.

To: Kirito
Ada apa lagi? Jemput aku lebih awal, dan ceritakan kepadaku permasalahan kalian.

Kirito selalu seperti ini. Menjadikan Asuna sebagai seseorang yang dapat mencari solusi dan memecahkan permasalahan di antara laki-laki itu dengan Sugu.

Pesan Asuna tidak dibalas oleh Kirito. Tidak mau ambil pusing, Asuna pun mengambil sepatu kets hitamnya dan memakai benda tersebut. Matanya melirik jam yang menempel di dinding yang dominan berwarna putih gading.

Masih pukul lima lewat duabelas.

Selesai mengikat tali sepatu, Asuna mencangklokkan tas biola di bahu kiri. Lalu, ia menancapkan earphone pada ponselnya, memasangnya di kedua telinga, dan memutar Mozart. Kemudian, dia keluar, tidak lupa mengunci pintu rumah minimalis tersebut.

Asuna berbalik lantas tersenyum simpul. Dia siap berangkat ke sekolah dan memulai harinya.

-

glosarium

i. mozart: karya musik seorang komponis musik klasik eropa paling terkenal, wolfgang amadeus mozart.

///

Jangan lupa di vote... sebagai dukungan pengarang asli
i

chikatsu

An Instrument In DecemberWhere stories live. Discover now