32 |

62 2 0
                                    

    Kirito seperti kesetanan setelah mendapat panggilan dari Ko. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimum, Kirito segera berlari masuk setelah sampai di rumah Asuna.

    Tanpa melakukan apa pun, Kirito segera mengangkat Asuna ala bridal style dan membawanya masuk ke dalam mobil. Menurut penjelasan Ko, Asuna pingsan entah karena yang tidak dia ketahui. Membuat Kirito menjadi kalap karena ketakutan. Setelah Ko duduk di jok penumpang, Kirito segera melajukan mobilnya ke rumah sakit Sanggraloka.

    Diiringi air mata, Ko terus menyerbu Kirito dengan pertanyaan yang sama. Kenapa Asuna? Mengingat Kirito adalah teman terdekat Asuna setelah Hinata. Namun Kirito hanya terdiam. Entah harus menjawab pertanyaan tersebut atau tidak.

     Jarak rumah Asuna ke Sanggraloka bisa dibilang cukup dekat. Hal ini membuat mereka sampai hanya dalam waktu tujuh menit saja.

    Kirito dan Ko keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit dengan Kirito yang menggedong tubuh Asuna.

***

   Hinata dan Kaneki baru saja keluar dari ruangan Gin ketika tanpa sengaja mata Kaneki menangkap sosok yang ia kenali. Kaneki menyikut lengan Hinata yang membuat Hinata segera melotot ke arahnya dengan horror. Namun, Kaneki tidak mempedulikannya. Ia segera menarik tangan Hinata dan berlari menghampiri orang yang baru saja dilihatnya.

    "Apa yang kau lakukan, Bodoh?!"

   "Kirito!" Kaneki memanggil Kirito. Hinata pun langsung terdiam dan mendongakkan kepalanya. Kirito? Sedang apa laki-laki itu di sini? Dan ketika mata Hinata melihat Asuna yang ada di gendongan Kirito serta Ko yang ada di samping Kirito dengan pipi yang basah, Hinata seketika khawatir.

    "Asuna!" panggilnya cemas. Ia melepas tangannya yang digenggam oleh Kaneki dan mendekat ke arah Asuna. "Apa yang terjadi dengan dirinya?!" tanyanya tajam pada Kirito.

    "Hinata," panggil Ko di tengah isakkannya. Hinata menoleh. "Kirito tak bersalah. A-Asuna... tadi pingsan di kamarnya! S-Semuanya terlalu cepat... hi-hingga membuatku kalap dan segera menelepon Kirito-kun," jelasnya.

    Hinata hancur. Dengan segera, ia memanggil nama Gin. Gin datang beberapa saat dengan wajah bingung. Namun ketika melihat Asuna, wajahnya berubah panik. "Ada apa dengan dirinya?!"

    "Dia pingsan! Jangan banyak tanya! Cepat tolong dia!"

      Mendengar penjelasan Hinata, Gin segera meminta Kirito untuk mengikutanya ke ruang ICU. Diikuti oleh Ko, Kaneki dan Hinata.

     Sesampainya di ruangan tersebut, Gin menyuruh agar Asuna dipindah ke gendongannya, sementara dia dan lainnya menunggu di luar. Kirito mengindahkan permintaan Gin.

     "Selamatkan dia, Gin," lirih Kirito saat Asuna telah berada pada Gin.

     Gin mengangguk. "Akan kuusahakan." Lalu, ia pun menutup pintu ruangan. Beberapa menit setelahnya, tiga orang suster masuk ke ruangan yang sama.

     Ko menangis. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan cemas dan khawatir akan keadaan Asuna.

    Kirito bersandar di tembok. Mengusap wajahnya kasar dan meremas rambutnya. Kirito mendapat panggilan bahwa Asuna pingsan lima menit setelah dirinya mengatakan bahwa dia masih menyayangi Sugu.

     Sial.

     Itu artinya, secara tidak langsung, Kirito yang membuat Asuna seperti ini, kan?

     Kaneki menepuk pundaknya. Kirito mendongak. Menatap Kaneki dengan pandangan meminta tolong.

     "Kau harus tenang. Ikutlah denganku. Ada yang ingin kubicarakan."

      "Ak—"

     "Kirito, ini penting. Menyangkut keselamatan Asuna."

      Dan Kirito pun kalah.

      Dengan langkah pelan, ia mengikuti langkah kaki Kaneki yang ternyata menunu sebuah taman berukuran kecil di rumah sakit. Kaneki berbalik, menatap Kirito serius. Yang ditatap hanya menunduk, seperti sudah tidak memiliki tujuan hidup lagi.

      "Beritahu penyakit Asuna kepada bibi Ko," ujarnya langsung.

       Kirito mendongak, mengerutkan keningnya. "Kenapa harus aku? Bukankah itu tugas seorang dokter?"

       Kaneki menahan agar tidak memutar matanya sekarang juga. Astaga. Ia memang hampir sangat mirip Hinata sekarang. "Aku tahu itu. Tapi aku menyuruhnya diam. Yang lebih pantas mengatakan hal ini hanya satu orang. Itu kau, Kirito. Karena kau sahabatnya."

       DEG!

        Waktu seakan berhenti untuk beberapa saat. Kirito terpaku di tempatnya. Kemarin malam, Hinata juga mengatakan hal yang sama. Alasan yang menurut Kirito aneh. Kirito tidak pantas. Kirito bukan sahabat yang baik bagi Asuna. Kirito-lah yang telah membuat Asuna masuk ke dalam rumah sakit.

      "Kirito? Apa kau mendengarkanku? Asuna harus segera melakukan operasi."

       Kirito menelan ludahnya. Pikirannya berkecamuk, entah memikirkan apa. Terlalu banyak hingga tak bisa dijelaskan. "B-Baiklah."

***

       Kirito menghela napas. Matanya melihat ke arah Ko yang sedari tadi seperti oranh bingung karena tak tahu kenapa Asuna bisa-bisa pingsan. Hinata hilang entah kemana. Sementara Kaneki sedang mencari udara segar karena katanya pikirannya juga kacau memikirkan Asuna.

       Dengan pelan, Kirito mendekat pada Ko. Merasakan kehadirannya, Ko berdiri dan menatap Kirito penuh harap. "Ada apa dengan Asuna-chan? Beritahu aku, Kirito-kun! Kenapa semua orang seperti enggan mengatakannya padaku?" Ko mulai terisak kembali. "Aku tahu aku adalah ibu yang gagal, aku tahu apa yang telah kulakukan adalah hal yang tak bisa dimaafkan, t-tapi aku pantas mengetahui keadaan anakku! Aku pantas!" Ko memeluk Kirito karena tak sanggup menahan sesak di dada.

       "Bibi," panggil Kirito, menenangkan Ko. "Asuna akan baik-baik saja."

       "Apa maksudmu, Kirito-kun? Apa penyakit Asuna parah? Astaga! Dia hanya pingsan!" kata Ko cemas.

        Kirito membuang napas. Dadanya terasa berat. Tenggorokannya tercekat. Apa ini yang Asuna rasakan? Bahkan, Kirito yang merupakan orang lain, merasa tidak mampu mengatakan hal ini. Sebab lihatlah, wajah Ko terlihat sangat cemas dan takut. Ko terlihat sangat kacau!

         "Asuna memiliki penyakit jantung, Bi."

         Di detik itu, Ko merasa dirinya hancur begitu saja. Tulang kakinya seperti hilang membuat dirinya terjatuh di dinginnya lantai rumah sakit. Tangisnya pecah. Ia menggeleng-geleng kepalanya. Tidak mungkin! Mana mungkin anaknya yang periang dan cantik itu mengidap penyakit yang sangat parah?

          "J-Jangan bohong!"

          Kirito berjongkok. "Bibi, aku minta maaf."

    Ko semakin marah pada dirinya sendiri. Ia mengacak-acak rambutnya. Isakannya memenuhi lorong rumah sakit. Melihat itu, Kirito segera menarik Ko ke dalam pelukan. Kirito ikut meneteskan air matanya. Pikirannya melayang. Bagaimana jika dirinya berada di posisi Asuna? Kirito takkan bisa melihat ibunya sesedih ini. Mungkin inilah yang Asuna takutkan. Kirito merasa bodoh.

     "Bibi, tenanglah!"

     Ko menggeleng. Memukul-mukul dada Kirito. "Bagaimana bisa aku tenang?! Sejak kapan dia mengidap penyakit ini? Kenapa aku tidak tahu?"

      "Sejak umurnya dua belas tahun," jawab Kirito pelan.

      Ko membelalakkan matanya. Apa dia tidak salah dengar? Pukulannya berhenti dan dia menatap Kirito dengan pandangan tak percayanya. "D-Dua belas tahun?!"

      Kirito mengangguk.

      Dan Ko hanya tertawa dalam hati. Menertawakan kepandaian Asuna yang menyembunyikan hal itu darinya. Menertawan dirinya sendiri karena tak menyadari Asuna selama ini memiliki penyakit mengerikan.

      "Apa yang harus kulakukan?"

      Kirito menatap tepat di mata Ko. "Setujui surat permintaan operasi. Asuna perlu pendonor. Untuk selamat. Untuk bertahan hidup."

///

 

An Instrument In DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang