26 |

50 2 0
                                    

  Semenjak membuka mata pagi tadi, Kirito selalu saja terbayang wajah Asuna sore itu. Perempuan yang telah merangkap sebagai sahabatnya lebih dari tiga tahun itu, mengatakan bahwa dia menyukainya. Asuna menyukainya.

  Kirito tak bisa berkata apa-apa. Bibirnya mendadak kelu untuk bersuara. Ketika Kirito menatap Asuna, meminta penjelasan, Asuna justru menundukkan kepalanya. Membuat Kirito menelan ludahnya susah payah.

  Kirito tidak pernah berpikir bahwa Asuna  akan menyukainya. Kirito pikir, Asuna menyukai Kaneki.

  Menghela napas berat, Kirito mengambil ponselnya yang berada di meja berbahan kayu. Jika memang Asuna menyukainya sejak dulu, itu artinya sudah lama juga Asuna memendam rasa sakit karena melihat 'kebersamaannya' dengan Sugu. Bagaimana dengan perasaan Asuna ketika Kirito meminta solusi kepada perempuan itu ketika dirinya dilanda masalah dengan Sugu?

  Kirito terlihat seperti orang brengsek.

  Menatap lamat ponselnya, tiba-tiba benda tersebut bergetar. Kirito terkesiap. Seseorang meneleponnya. Dahi Kirito berkerut ketika membaca nama Hinata di layar ponsel. Berdeham pelan, Kirito pun menggeser ikon bewarna hijau lantas menempelkan ponsel tersebut ke telinga kanannya.

  "Aku minta bantuanmu!"

***

   Hari ini aku tampil. Kau akan datang melihatku, kan? Xoxo <3

  Kirito membaca pesan Sugu dengan perasaan campur aduk. Mata Kirito beralih menatap kalender yang tergantung di samping kulkasnya. Ia kemudian memijat pelipisnya. Tanggal tiga desember.

  Lima menit yang lalu, Hinata meneleponnya. Meminta bantuannya untuk membawa lari Asuna dari rumah sakit untuk pergi ke Gedung Nomania. Kirito sempat menolaknya, mengatakan bahwa Asuna tak perlu mengikutinya karena masih kurang sehat. Namun, bukannya ditanggapi dengan baik, Kirito justru dimarahi habis-habisan oleh Hinata.

  Hinata bilang, Kompetisi ini adalah impian Asuna dari dulu. Asuna sudah berusaha sangat keras semenjak masuk di Sekolah Musik. Dan Hinata tidak terima bila impian Asuna pupus hanya karena larangan dari seorang Kirito.

  Kirito bimbang. Harus memilih yang mana? Membawa lari Asuna dari rumah sakit kemudian menonton pertunjukkannya, atau melihat Sugu di acara sekolah sambil menyemangati perempuan itu?

  Lima menit berpikir, Kirito pun segera bangkit dari duduknya dan mengambil jaket di kapstok yang berada dekat ruangan televisi. Kemudian, ia pun keluar dari rumah.

   Untuk kali ini, sepertinya, Kirito harus memilih Asuna.

***

  Asuna memperhatikan Hinata yang sedang sibuk mengatur biolanya ke tas khusus. Lima menit sebelumnya, Hinata telah membatunya berganti baju dengan dress putih sederhana yang bawahnya berenda. Selang infusnya sudah dilepas paksa oleh Hinata.

  Asuna tersenyum. Hinata menjadi repot hanya untuk memenuhi impiannya dari dulu. Mata Asuna berkaca-kaca. Suatu saat nanti, bila ia menang, ia tak akan pernah melupakan Hinata. Dan jika ia berani melakukan itu, Asuna bersumpah tak akan memaafkan dirinya sendiri.

  "Semuanya sudah siap," kata Hinata. "Sisa menunggu Kirito datang."

  Asuna terdiam. "Ki-Kirito akan datang?"

  Hinata berbalik, tersenyum lebar pada Asuna. "Tepatnya, dia yang akan membawamu lari dari rumah sakit yang suasananya seperti neraka ini," Hinata mendekat. "Jangan dipikirkan. Pokoknya, kau harus memenangkan kontes bodoh itu dan membawa pulang uang 400 juta itu dan menjadi biolis terkenal di dunia."

  Asuna tidak mendengarkan. Ia hanya memikirkan perkataan Hinata sebelumnya bahwa Kirito terlibat dalam pelarian ini. Kemarin sore, tanpa sadar, ia mengatakan hal yang seharusnya ia tidak katakan.

An Instrument In DecemberWhere stories live. Discover now