25 |

64 1 3
                                    

Dan di sinilah Kirito sekarang.

Tepat di samping brangkar Asuna.

Laki-laki bernetra hitam itu mengepalkan tangannya hingga memutih. Bibirnya ia katup rapat-rapat. Dalam diam, Kirito mati-matian memaki dirinya sendiri. Menyudutkan dirinya sebagai sahabat tak berguna yang pernah ada. Ia... Terlalu sibuk memperhatikan Sugu. Hingga tanpa sadar mengabaikan keberadaan Asuna.

Ia tahu, dirinya brengsek. Hanya datang pada Asuna, hanya jika ia memiliki masalah pada Sugu.

Ditatapnya Asuna yang tengah tertidur dengan pulas. Setelah mendapat telepon dari Hinata yang memberinya kesempatan untuk menjenguk Asuna, Kirito segera pergi dari rumah Sugu dengan alasan ada keperluan sebentar.

Kirito menghela napas. Matanya memanas, namun sekuat tenaga agar dirinya tidak menangis. Tangan Kirito bergerak memutar kursi lipat yang letaknya mengarah ke pintu keluar menjadi menghadap brangkar Asuna, lalu duduk di sana. Matanya terus menatap Asuna yang tertidur pulas. Napasnya beraturan. Dan dalam keadaan seperti ini, Asuna seolah sedang memberitahu bahwa dirinya menderita selama ini.

Hal tersebut dapat terlihat dari wajah Asuna yang lelah. Kirito juga baru sadar, ada perubahan pada tubuh Asuna; perempuan itu semakin kurus.

Tenggorokan Kirito tercekat. Dengan ragu, diambilnya tangan kanan Asuna dan mengenggamnya. Asuna terlalu pulas hingga tak menyadarinya. Kirito mengusap tangan Asuna lembut. Matanya tak pernah lepas dari wajah Asuna.

"Maaf..."

Kirito melirih. Inikah rahasia terbesar Asuna yang diketahui oleh Hinata? Orang yang kemarin ia katai orang luar? Kirito semakin memaki dirinya sendiri.

Asuna... rahasia apa lagi yang tidak kuketahui? Kau... terlalu tutup.

Kirito menelan ludahnya, lalu mencium punggung tangan Asuna dengan lembut.

"Maafkan aku. Maaf, karena aku sangat tak berguna sebagai sahabatmu," ucap Kirito dengan nada tercekat.

Tanpa diduga, mata Asuna tiba-tiba perlahan terbuka. Dan segera melotot ketika mendapati Kirito yang berada di ruangan ini... dengan tangannya yang digenggam lembut. Asuna menelan ludah. "Kirito?"

"Kau sudah bangun, ya?" Kirito tersenyum kecil. Tangannya yang menggenggam lembut tangan Asuna berubah menjadi erat, membuat jantung Asuna terasa berhenti.

Asuna menatap Kirito, tak mengerti.

"Ceritakan padaku," ucap Kirito, menatap tepat di manik mata Asuna. "Semua masalahmu. Ceritakan padaku. Kumohon."

Asuna mengerjap. Ia pun mencoba bangkit dari posisinya dan duduk dengan punggung yang bersandar di bantal empuknya.  "A-Apa maksudmu? Tak ada yang perlu diceritakan."

  Seperti biasa, Asuna membantah.

"Asuna!" panggil Kirito dengan tegas. Asuna terkesiap. "Berhentilah menjadi seseorang yang tertutup. Kau punya aku dan Sugu untuk berbagi. Jadi kumohon... jangan pendam masalahmu sendiri," katanya.

"Kirito..." Tetes cairan bening terjatuh begitu saja di pipi Asuna. "Aku..."

"Apa sebegitunya kau tidak mempercayai kami? Kenapa harus Hinata dan Kaneki-lah yang memberitahu kami tentang rahasia terbesarmu?"

"Kirito..."

Asuna tidak paham. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Kaneki juga bisa tahu dengan penyakitnya? Dan siapa yang memberitahunya kepada Kirito dan Sugu? Kenapa semuanya seperti menjadi semakin rumit?

"Maaf." Maka hanya itulah yang bisa Asuna katakan.

"Bukan kau yang seharusnya meminta maaf. Aku. Aku minta maaf. Aku minta maaf karena sudah menjadi sahabat tak berguna bagimu, maaf karena selalu mementingkan Sugu, maaf karena telah membiarkanmu menderita sendirian..." Kirito berucap panjang lebar.

An Instrument In DecemberOù les histoires vivent. Découvrez maintenant