Part18

85.5K 6.3K 618
                                    

Klik tanda tanda bintang dan ramaikan kolom komentar
Happy reading

Geby menatap Zein penuh rasa bersalah, gadis itu duduk pada bangku yang tersedia di samping brankar. Zein tersenyum, seolah tak terjadi apa-apa.

"Udah, gue nggak papa kok. Gue kan kuat." Zein memperlihatkan senyumnya, wajahnya yang babak belur tak membuat kadar ketampanannya berkurang.

"Nggak papa gimana? Sampek bonyok gini." Dengan tidak berperasaannya Geby menonyor kepala Zein membuat sang empu meringis kesakitan.

"Lagian elo punya doi kok kayak perempuan pms aja." Zein merubah posisinya menjadi duduk, dan tak sengaja baju yang ia kenakan tersingkap hingga memperlihatkan luka bakar yang disebabkan oleh putung rokok yang Revan tusukan.

Zein terseyum miris ketika mendengar percakapan kedua orang tuanya dan orang tua Revan. Selalu saja begini, orang tuanya pasti lebih memilih harta, mereka terlalu sayang dengan harta dari pada anaknya. Ia ingin memiliki orang tau seperti Revan yang sangat perduli dengan anaknya.

Bahkan kini pemuda itu hampir menangis, ketika kedua orangtuanya keluar tanpa menghampirinya terlebih dahulu. Geby yang melihat itu langsung memeluk Zein.

"Jangan nangis dong, katanya kuat." Geby mengusap punggung pemuda itu pelan, mencoba memberikan ketenangan tapi siapa yang tau bahwa di belakang sana sudah ada singa yang siap menambahkan luka fisik pada tubuh Zein.

Zein membalas pelukan Geby hingga suara Revan membuat Geby menegang.

"GEBYTA!"

Deg!

Jantung Geby serasa tak berdetak, tanganya yang tadi mengusap punggung Zein lembut kini beralih mencengkram baju Zein dengan kuat, bahkan keringat dingin keluar dari telapak tangan dan kakinya.

"Zein, gue takut."

Zein melepaskan pelukannya. "Peluk terus cium, gue yakin di nggak marah lagi tapi kalo di beneran cinta saja lo sih, nggak tau kalo obsesi belaka."

Tubuh Geby terasa tertarik dengan kuat, bahkan kursi yang tadi ia duduki kini entah kemana akibat di tendang Revan dengan kuat.

Tatapan nyalang gadis itu terima dari laki-laki yang telah resmi menjadi pacarnya beberapa jam yang lalu. Geby meringis kesakitan kala Revan mencengkram kuat lengannya dan menyebabkan kuku-kuku panjang pemuda itu menusuk kulit sang gadis.

Demi apapun Geby tak pernah menyangka dipertemukan dengan laki-laki seperti Revan, bahkan kini mereka menjalin status sebagai pacar. Ingin rasanya Geby kabur, kemana saja agar Revan tak menemukannya.

"Sakit, Revan." Geby memegang tangan Revan, dengan air mata yang mulai berjatuhan. Tak bisakah pemuda itu bersikap lembut? Ini sungguh menyiksa bagi Geby.

"Apa kurang aku buat laki-laki ini masuk rumah sakit? Apa kamu mau aku buat dia masuk kuburan sekalian?" Geby menggeleng lemah, tangan Revan kini tak lagi mencengkram tanganya. Terlihat jelas kemarahan yang tersirat pada wajah pemuda itu, membuat Geby meneguk ludah dengan kasar.

Revan masih menatap Geby dengan nyalang, pemuda itu tak mau menatap Zein, tak ingin lepas kendali dan benar-benar membuat Zein masuk kuburan.

Dengan kasar pemuda itu menyeret Geby keluar dari ruang rawat Zein. Membenturkan tubuh Geby pada dinding dengan lumayan kuat, tanganya kini beralih meremat bahu gadis itu kuat.

Geby berusaha melepaskan tangan Revan dari bahunya tapi nihil, ia tak berhasil. Gadis itu pasrah dengan suara tangisan yang menyapa gendang telinga Revan.

"Kamu bisa nggak sih, lembut sedikit?"

Tangan gadis itu memeluk pinggang Revan, mungkin saja cara yang diberikan Zein mempan. Walau dirinya sendiri tak 100% yakin.

REVANO [END] |SEGERA TERBIT|Donde viven las historias. Descúbrelo ahora