Part40. Bangkrut?

52.3K 4K 912
                                    

Hening terasa ketika Revan menapakkan kaki memasuki rumahnya. Sosok wanita paruh baya yang tengah memeluk gadis kecil di depan televisi sembari memejamkan mata tertangkap di mata Revan.

"Bun, bangun! Pindah ke kamar gih! Udah malam nih."

Lenguhan kecil keluar dari mulut Febi ketika tubuhnya diguncang sedikit kuat. Wajah Revan yang tengah tersenyum simpul adalah hal yang pertama kali ia lihat.

Febi merubah posisinya yang tadi tengah berbaring di atas karpet hingga menjadi duduk dengan hati-hati. Takut anak bungsunya terbangun. Tangan Febi meraih remote untuk mematikan televisi yang tengah menampilkan kartun dua anak gundul yang tadi putri bungsunya lihat.

"Baru pulang?" Febi mengusap rambut Revan pelan kemudian menepuk paha Asya pelan saat anak itu sedikit terusik.

Revan mengangguk sebagai jawaban. Ia merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha bundanya sebagai bantalan. Pikirannya bercabang dan hancur ketika nama Farel muncul.

"Kenapa?" Febi mengusap kepala anak laki-laki satu-satunya itu dengan sayang.

Revan hanya menggeleng sebagai jawaban kemudian tersenyum. Ia semakin merapatkan kepalanya pada perut sang bunda. Jarang sekali ia bisa bermanja-manja dengan bundanya sendiri setelah besar. Ayahnya melarang keras.

"Btw ayah di mana? Kok tumben nggak ada?"

Revan mengedarkan pandangannya. Tumben sekali ayahnya tidak ada di samping sang bunda. Biasanya laki-laki selalu stay di samping bundanya saat ia pulang. Apa ayahnya belum pulang? Tapi ini sudah jam setengah dua belas, sangat tidak mungkin jika ayahnya belum pulang.

"Ayahmu ke Bogor." Febi menguap berkali-kali dengan mata berair.

Revan yang tahu bundanya mengantuk pun langsung bangkit. Bundanya butuh istirahat, hari sudah terlalu larut malam.

"Sejak kapan?" Revan mengangkat tubuh adiknya dengan hati-hati, jika terusik sedikit saja dari tidurnya. Anak kecil itu akan menangis kencang membuat semua tak bisa tidur.

"Tadi siang, adekmu yang keras kepala itu jatuh dari motor."

Febi menutupi Tasya dengan selimut, setelah itu ia menatap anak laki-lakinya yang senantiasa berdiri di belakangnya.

"Lah, Bunda kok tumben nggak ikut? Nanti kalo kangen kan berabe," goda Revan membuat Febi langsung memukul wajah anaknya itu menggunakan boneka besar milik Tasya yang Geby belikan waktu itu.

Bisa-bisanya anak sulungnya ini menggoda dirinya. Kalo kangen ya tinggal jemput, apa susahnya? Kayak orang miskin saja!

"Kamu apaan sih? Bunda tadi mau ikut, tapi Asya tadi demam, nggak mau ditinggal, nggak mau ke mana-mana juga."

"Tumben tuh, bocil demam? Kangen Afif atau gimana?" Revan mendekati adiknya. Mengecek suhu tubuh adiknya dengan punggung tangan.

"Bunda nggak tau, lagian kamu juga. Ngapain nggak bolehin Asya main lagi sama Afif?"

"Lah, salah siapa waktu itu belain anak tetangga? Mana buat Asya nangis lagi."

"Dia masih kecil!"

"Kecil aja udah nyakitin Asya, apa lagi kalo udah besar. Pasti anak itu jadi pakboy!"

"Sok iye lu, kayak nggak pernah buat Geby nangis aja!" Febi jadi kesal dengan anaknya ini, kasihan Afif yang sampai nangis-nangis mau main sama Tasya lagi tapi Revan selalu menabur paku sebelum anak itu menginjakan kaki di halaman rumahnya.

"Setidaknya Revan nggak pernah bela perempuan lain." Revan langsung berlari ke luar kamar bundanya untuk menghindari bundanya yang memungkinan sudah siap mengeluarkan seluruh kemampuan berkelahinya.

REVANO [END] |SEGERA TERBIT|Where stories live. Discover now