44. Kehancuran

87.6K 4.6K 2K
                                    

Selamat membaca

Semoga suka

Aku cuma mau ngingetin, Farel ganteng

***

"Daniel?"

Farel memincingkan matanya, menatap dua sejoli yang tengah berpelukan di bawah air hujan itu. Ia berusaha meyakinkan dirinya, bahwa yang ia lihat adalah benar.

"Mata gua yang burem atau itu emang bener Daniel sih?" gumam Farel mengerutkan dahinya bingung.

"Iya bener Daniel, tapi ngapa Geby pelukan sama tuh anak? Kalo Revan tahu kan bahaya."

Farel mengangkat bahunya acuh. Memilih tak perduli dan kembali menyandarkan tubuhnya pada salah tiang yang berada di teras rumah itu, menunggu adiknya yang tak keluar juga.

Merasa bosan, Farel mengeluarkan ponselnya. Dahinya berkerut bingung kala sebuah pesan masuk dengan nomor tak dikenal. Sedetik setelah membuka pesan itu matanya terbuka lebar kala melihat foto Revan beserta Mauren di situ.

"Siapa yang ngefoto?"

"Kenapa dikirim ke gua? Ini juga kenapa fotonya Mauren senyum pahit padahal tadi kan dia lagi nangis kesakitan?" Farel terus bergumam tak paham. Atas dasar apa orang itu mengirimkan foto itu padannya.

Asik dengan lamunannya, Farel tak sadar jika sang adik telah muncul di sampingnya. "Bang, ayok pulang! Main hujan sekali-kali gapapalah ya?"

Suara Venus yang tiba-tiba membuat laki-laki yang tengah melamun itu terkejut setengah mati. Ia langsung menatap adiknya yang hanya tertawa kecil melihat keterkejutannya.

"Lo mau abang lo ini mati muda, Nus?" geramnya.

"Ya abang ngelamun terus. Gini ya, Bang. Sesuatu yang udah pergi tu nggak bakal balik lagi, kalau pun iya pasti berubah nggak kayak dulu lagi. Lagian abang dulu sok jadi fuck boy, pakai selingkuh segala, kan jadinya nyesel sendiri," ceramah Venus dengan gaya sok bijaknya membuat Farel mendengus.

"Abang nggak lagi mikir itu."

"Masa? Nggak yakin aku tuh ...." Gadis itu menatap abangnya penuh dengan selidik membuat Farel kembali mendengus sebal.

"Kapan Abang nggak mikirin dia? Tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik mikirin dia mulu. Nyanyian di rumah juga galau terus. Ingat, Bang! Dia udah jadi milik orang lain, sepupu Abang sendiri, sepupu kita."

"Kita lihat aja, siapa yang bakal menang nanti. Abang atau dia, dan kamu sebagai adek abang, harusnya dukung abang," jawab Farel berjalan menembus hujan untuk menuju motornya yang berada di tepi jalan.

"Pala batu," umpat Venus berlari kecil menyusul abangnya itu.

"Dy, gua pulang dulu!" pamitnya pada sang sahabat yang baru saja keluar dari rumah.

"Ya, hati-hati!"

Venus mengacungkan jempolnya sebelum memeluk punggung abangnya dengan erat, tapi setelah ditunggu beberapa saat, abangnya itu tak juga melajukan kuda besi miliknya. Padahal hujan sudah semakin deras, bahkan bajunya saja sudah basah kuyup padahal baru beberapa menit.

"Bang! Nyariin siapa sih?" tanyanya ketika tahu bahwa Farel tengah mengedarkan pandangannya mencari seseorang.

"Nggak ada," jawab Farel cepat, kemudian melajukan motornya. Geby sudah tidak ada di sana, cepat sekali menghilangnya.

***

Revan membuka pintu utama dengan cepat, tangannya pucat pasi akibat dinginnya air hujan. Baru saja hendak melangkah masuk sosok tengil berwujud manusia sudah menyambutnya dengan semangat.

REVANO [END] |SEGERA TERBIT|Where stories live. Discover now