Part34

55.1K 4.4K 510
                                    

•Mauren Arseta and Talita Ayana•
~Hanya sampah~
Happy reading
.
.
.

"Hey!" Revan berusaha menggapai tangan Geby yang sedari tadi berusaha menjauh. Gadisnya masih marah setelah kejadian tadi siang. Lebay sih, menurut Revan, masa cuma digituin langsung marah. Padahal kan mereka bisa berdua-duaan.

"Aku mau pulang!" Geby memberontak ketika Revan memeluknya. Rasa kesal masih membelenggu jiwanya, apa lagi Revan sama sekali tak mengucapakan maaf padanya.

"Aku nggak suka dibantah!" tekan Revan membuat pergerakan tubuh Geby terhenti. Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap Revan yang tengah menatapnya datar dengan rahang mengeras. Apa lagi ini? Revan akan kembali seperti dulu?

"Maaf ...." Geby menunduk, tak berani menatap Revan yang tengah menatapnya tajam. Ia benci keadaan seperti ini. Kenapa harus dia yang minta maaf? Ia tak salah, Revanlah yang salah.

Revan sedikit melonggarkan pelukannya, ia tarik dagu Geby agar menatapnya. Bibir Revan mengulas sebuah senyum tulus membuat Geby terpengarah dibuatnya.

"Pulang, sampai rumah istirahat! Jangan dekat-dekat sama laki-laki selain Bang Kevin, kalo bisa nggak usah deket-deket juga sama Bang Kevin!" Revan mengecup kening Geby lama kemudian mengusap rambut Geby yang hanya diam tak bergeming dengan sayang.

Geby bungkam, tubuh dan mulutnya tak bisa memberi penolakan pada perbuatan Revan. Kecupan dan elusan pada kepalanya mampu membuatnya diam tak berkutik. Ia hanya mampu menatap manik hitam pekat milik Revan tanpa kedip.

"Ini uang buat ongkos," ujar Revan memasukan satu lembar uang berwarna merah ke dalam saku Geby kemudian berlari kecil meninggalkan Geby, ia harus latihan basket hari ini.

Geby mengerjabkan matanya, Revan kini tengah tersenyum padanya kemudian pergi ke tengah lapangan untuk berkumpul dengan para sahabatnya. "Gua mau marah kok susah kali sih?"

Geby mengeluarkan benda pipih dari dalam sakunya, tangannya mulai menari di atas keyboard. Mengetik kata demi kata hingga membentuk sebuah kalimat.

Sayang
[Aku bukan nggak mau nemenin tapi tugas aku banyak
Semangat latihannya, Sayang]

Geby tersenyum kemudian segera mematikan sambungan datanya, ia malu setengah mampus. Akh, bagaimana bisa ia mengirimkan surat pesan seperti itu pada Revan?

Geby segera berlari ketika melihat Revan tersenyum geli membaca pesan darinya. Anjir, bisa Geby pastikan, sekarang pipinya sudah memerah. Apa lagi sekarang Revan tengah menatapnya seraya mengacungkan ibu jarinya ke atas tinggi-tinggi. Laki-laki itu bahkan mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Geby. Entahlah, Geby dapat melihat dengan jelas padahal jarak pagar dan lapangan lumayan jauh.

"Ngapain sih, kedipin mata segalak?!" Geby langsung memalingkan wajah malu. Ia segera menyuruh supir angkot agar segera melaju meninggalkan sekolah.

"Merah bener muka lo?"

Geby terperanjat kaget, ia menoleh ke samping dan mendapati seorang pemuda dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya. "Elo ngagetin gua, Anjir!" Geby memukul orang itu. Kebetulan angkot sangat sepi, hanya ada mereka berdua di situ, karena memang jam pulang sekolah sudah berlalu dua puluh menit yang lalu.

"Gua bakal pindah ke luar negeri tapi setelah tamat."

Geby mengerjabkan matanya. "Jangan bercanda!"

REVANO [END] |SEGERA TERBIT|Where stories live. Discover now