Part-52

2.1K 336 181
                                    

Happy Reading Guys!!!

Jangan lupa VOTE and COMMENT YA!!! Aku wajibin lo!!

Follow juga akun wattpad aku ya!

Awas Typo!!!

----------
Bantu aku untuk seperti semula..

Irene menghembuskan nafasnya, saat berdiri diambang pintu kamar sang adik. Inilah hal yang selalu dilihatnya saat membuka pintu kamar Jimin. Melihat Jimin yang selalu duduk di depan kasur dengan pandangan kosong menatap figura pernikahannya dengan mendiang istrinya Park Seulgi.

Bisa Irene katakan kehidupan adiknya sudah tak terurus sama sekali. Jika saja ia, suami beserta anaknya yang baru berumur satu bulan setengah tak memutuskan untuk tinggal dirumah orang tuanya, maka adiknya itu mungkin sudah seperti gembel. Belum lagi keponakannya Rose yang tak pernah Jimin beri perhatian seperti dulu.

“Bahkan ini sudah masuk bulan kesembilan kau masih saja seperti ini.” Irene menatap sedih adiknya.  

Pelan Irene melangkah masuk menghampiri adiknya. Meletakkan nampan yang berisi makan siang diatas meja dekat sofa lalu menatap sayang sang adik. Tangannya terulur keatas merapikan rambut Jimin yang sudah sangat panjang. Bahkan janggut adiknya itu sudah bisa diukur menggunakan garisan.

“Hei makan dulu ya?” Senyum Irene seolah tak ada apa-apanya bagi Jimin. Kepalanya memang menoleh menatap sang kakak, tapi matanya menggambarkan seolah ia buta tak melihat siapa-siapa.

“Aku tak lapar.”

Mendengar ucapan lirih Jimin membuat Irene menghembuskan nafasnya kasar. Adiknya berkata tak lapar? bahkan Jimin tak pernah menyentuh nasi yang ia berikan dari kemarin pagi. Tidak lapar dari mananya.

“Jangan begini Jim, jangan terpuruk terus dalam lukamu. Lihat orang disekelilingmu yang membutuhkan perhatian darimu.” suara bergetar Irene menandakan ia juga tak sanggup melihat kondisi adiknya yang seperti sekarang.

“Jim, Rose masih butuh kasih sayangmu, masih butuh perhatian sosok ayah darimu.” Jimin menatap nanar kakaknya.

“Bukan dirimu saja yang kehilangan Jim, noona juga kehilangan sahabat noona sekaligus adik ipar noona yang noona sayangi.” Irene ikut terduduk di samping adiknya. Bersender pada bagian ranjang dan menatap kearah foto cantik Seulgi yang tengah tersenyum menggandeng tangan Jimin.

“Kami semua kehilangan Jim.” Irene menyenderkan kepalanya di bahu sang adik saat air mata kesedihan akan kehilangan kembali menetes.

“Rose juga kehilangan sosok ibu yang sangat disayanginya, tidakkah kau sadar begitu banyak perubahan pada putri cantikmu itu?”

Jimin menunduk mendengar pertanyaan kakaknya. Ia sebagai sosok ayah merasa sangat gagal pada putri semata wayangnya. Kehilangan Seulgi membuat dirinya lupa akan semua, lupa akan anak yang juga butuh pelukannya. Tapi apa daya, Jimin seperti rumah yang kehilangan pilarnya, hancur tanpa tersisa. Bagaiamana ia mengurus dan memberi perhatian pada Rose jika ia saja masih seperti ini. Mengurus diri sendiri saja ia sudah tak bisa. Seolah hidupnya seperti tanpa nyawa.

“Anakmu itu sudah jarang tersenyum dan lebih pendiam akhir-akhir ini. Bahkan noona sering menemukannya menangis didepan kolam ikan appa sambil menatap figura kalian bertiga.”

Secretary Where stories live. Discover now