BLL | 43

12.7K 1.1K 33
                                    

"Angel nggak mau tau ya Om, pokoknya Angel mau Ares, atau kerjasama perusahaan Om dan Papa batal!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Angel nggak mau tau ya Om, pokoknya Angel mau Ares, atau kerjasama perusahaan Om dan Papa batal!"

TUTT

Angel melempar ponselnya ke atas meja. "Shit shit shit shit! Sialan banget sih tuh cewek! Anjing! Ares itu punya gue!" desisnya kesal. Kalau saja ia tak ingat dirinya sedang berada di cafe, mungkin ia sudah berteriak bak orang kesetanan sejak tadi.

Bukan tanpa sebab Angel uring-uringan seperti sekarang. Sudah berhari-hari ia berusaha merebut hati Ares. Berbagai cara sudah ia coba. Menggunakan baju kurang bahan, make up setebal mungkin hingga tak ada pori-pori terlihat, rambut yang ia cat ulang menjadi warna lilac. Bukannya hati Ares yang ia dapat, melainkan cacian, hinaan, dan tawa mengejek dari Ares dan teman-temannya.

Angel sudah kehabisan cara. Ia harus menyingkirkan Bianca dari sisi Ares. Harus!

Tiba-tiba, sebuah milkshake cokelat tersaji di depan Angel. Gadis itu menoleh ke arah pelaku. Sejenak, ia terpaku oleh senyuman laki-laki di hadapannya. Namun detik selanjutnya, ia kembali memasang wajah galak.

"Siapa lo?!" tanya Angel ketus. Laki-laki itu makin melebarkan senyumnya, lalu duduk di kursi kosong di hadapan Angel.

"Siapa yang ngizinin lo duduk di sini?! Pergi!" usir Angel.

Laki-laki itu berdecak, mendorong milkshake cokelat ke arah Angel. "Minum dulu, biar adem. Baru, kok. Gue beli khusus buat cewek cantik di depan gue."

Angel berdecih sinis, berusaha menahan senyumnya. Bohong kalau ia bilang, dirinya tidak tersipu. Tapi, Angel harus sedikit jual mahal.

"Nggak mau! Lo mau nyantet gue, kan?!"

Bukannya tersinggung, laki-laki itu malah tertawa keras. "Lucu banget, sih. Sayang, hati gue cuma buat Bianca."

Mendengar nama itu, Angel langsung menatap laki-laki itu dengan dahi berkerut. "Lo tadi nyebut nama... siapa?"

"Bianca," ulangnya lagi. "Mantan yang masih gue sayang."

"Bianca, ceweknya Ares?" Angel bertanya ragu. Namun melihat laki-laki itu mengangguk, senyum Angel mulai terbit.

"Lo mau Ares, kan?" tanya laki-laki itu. Angel mengangguk tanpa kata.

"Kalo gitu, gue mau nawarin kerjasama. Kita pisahin mereka. Lo dapet Ares, dan gue dapet Bianca," ucapnya. Ia menyerahkan sebuah kertas bertuliskan nomor telepon serta sebuah nama kepada Angel.

"Kalo lo setuju, lo hubungi nomer gue," ucapnya sebelum bangkit, lalu berlalu pergi meninggalkan cafe.

Angel mengambil kertas itu. "Rivaldo," gumamnya sembari tersenyum.

***

"Sttttoooopppp!!!"

Bianca menahan dada Ares hingga laki-laki itu menghentikan langkahnya. Ares menatap Bianca datar, sedangkan gadis itu menatap Ares tajam.

"Berhenti ngikutin aku! Aku cuma mau ke toilet, Ares!" keluh Bianca.

"Nggak. Kemana pun kamu pergi, harus sama aku," tolak Ares tegas.

"Aku cuma mau pipis. Masa kamu ikut juga?!"

"Aku tunggu di depan toilet."

"Aish! Terserah kamu!" Bianca menghentak-hentakkan kakinya menuju toilet. Melihat tingkah Bianca, Ares tersenyum gemas.

Sejak ancaman Gunadi dua hari lalu, Ares memang semakin posesif. Kemana pun Bianca pergi, Ares harus ikut. Bahkan ke toilet pun, Ares ikut. Gunadi tak pernah main-main dengan ancamannya. Oleh karena itu, Ares harus lebih waspada.

"Udah selesai?" tanya Ares saat Bianca keluar dari toilet.

"Belom, masih nyantol pupnya!" jawab Bianca ketus, membuat Ares geram. Ia menarik lengan Bianca yang hendak pergi, hingga wajah gadis itu menghantam dadanya dengan keras.

"Siapa yang ngajarin ngomong gitu?" tanya Ares penuh penekanan. Bianca menelan salivanya susah payah mendengar nada bicara Ares yang mulai masuk tahap 'berbahaya'. Tanpa sadar, Bianca meremas ujung seragam Ares.

"Abis kamunya nyebelin. Aku kemana-mana kamu intilin," Bianca mengerucutkan bibirnya sebal. Melihat itu, Ares tersenyum tipis.

"Aku ngelakuin ini, karena aku punya alasan yang kamu nggak perlu tau apa. Yang harus kamu lakuin cuma nurut sama aku. Ngerti?"

Mau tak mau, Bianca mengangguk. Ia mulai pengap berada dalam pelukan Ares yang begitu erat.

"Lepasin, Ares. Engap!"

Ares terkikik, lalu melepaskan pelukannya setelah mencium puncak kepala Bianca. Siswa-siswi lain yang menyaksikan kejadian itu, hanya bisa mendesah iri.

"Pulang sekolah, mau makan es krim?"

Bianca mengangguk cepat. Wajahnya langsung sumringah mendengar kata 'es krim'.

***

Karena parkiran di depan kedai penuh, Ares terpaksa memarkirkan mobilnya di depan toko boneka.

"Jangan nyebrang sendirian!" peringat Ares. Bianca mengangguk, membiarkan Ares menggenggam tangannya. Kedua remaja itu menoleh ke kanan dan kiri. Begitu memastikan tak ada mobil, Ares dan Bianca baru menyebrang.

"Chocolate chip sama nutty choco!" ucap Bianca pada pelayan. Lalu, gadis itu menoleh ke arah Ares. "Kamu?"

"Coffee sama dark chocolate," ucapnya singkat. Pelayan itu mengangguk, lalu menyiapkan pesanan mereka. Tak lama, dua cup es krim sudah berada di tangan Ares dan Bianca.

Bianca memilih tempat duduk di tengah-tengah kedai. Gadis itu memakan es krimnya dengan lahap, membuat Ares terkikik gemas.

"Pelan-pelan makannya," Ares mengusap sudut bibir Bianca yang terkena es krim. Jantung gadis itu langsung berdegup cepat dibuatnya.

"Kok bengong?" tanya Ares. Bianca langsung tersadar. Buru-buru gadis itu menggeleng, lalu kembali menghabiskan es krimnya.

Setelah es krim mereka habis, Ares dan Bianca keluar dari kedai. Sebelum menyebrang, Ares kembali bersuara.

"Bentar, aku ke toilet dulu. Kamu mau masuk lagi?" tanya Ares. Bianca menggeleng. "Aku tunggu di sini aja."

Ares mengangguk. "Jangan nyebrang tanpa aku. Ngerti?"

"Iya."

Ares kembali masuk ke dalam kedai. Bianca menunggu di depan, sembari menatap toko boneka di sebrang sana.

"Beli boneka lagi nggak, ya?" gumamnya. Lalu ia langsung teringat tumpukan boneka di kamarnya. Buru-buru gadis itu menggeleng.

"Udah kebanyakkan boneka. Sesek."

Miauw.

Bianca menoleh kesana kemari, mencari sumber suara. Matanya membulat saat melihat seekor kucing kecil berada tepat di tengah jalan.

Tanpa berpikir panjang, Bianca langsung mendekati kucing itu, menggendongnya.

"Jangan di tengah jalan. Kamu bisa ketabrak, tau," ucap Bianca sembari mengusap bulu kucing itu. Gadis itu hendak kembali ke tempatnya berdiri, saat sebuah motor melaju cepat ke arahnya.

"BIANCA!"

BRAK!

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang