BLL | 48

13.1K 1.2K 17
                                    

"Seberapa sering dia ngasarin kamu?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Seberapa sering dia ngasarin kamu?"

Bianca hanya menunduk sembari memilin jemarinya, tak berani menatap Arial. Seumur-umur, baru kali ini ia mendengar nada bicara Arial sangat tak bersahabat. Kakak sepupunya itu tak pernah marah pada siapapun, terutama Bianca.

"Ica," panggil Arial penuh penekanan. Laki-laki itu berdiri di hadapan Bianca sembari bersedekap. "Abang tanya sama kamu."

"Jarang kok, Bang," balas Bianca akhirnya. Ia memberanikan diri menatap Arial. "Ares cuma lagi emosi aja. Sejak kita pacaran, Ares udah nggak emosional kayak dulu."

Arial menghela napasnya, lalu mengusap wajahnya gusar. Kedua tangannya ia letakkan di pinggang. "Tetep aja. Dimana-mana, cowok kasar ke cewek itu nggak bisa dibenarkan. Kamu pernah liat Abang ngasarin kamu atau Tante?"

Bianca menggeleng.

"Pernah liat Mama kamu dikasarin sama Papa?" lagi-lagi, Bianca menggeleng. Mata gadis itu sudah kembali berkaca-kaca, membuat amarah Arial sedikit surut. Ia duduk tepat di samping Bianca, menatap gadis itu lembut.

"Kenapa Ica nggak pernah bilang kalo Ares suka nyakitin kamu?" tanya Arial. Tak ada lagi nada ketus seperti tadi.

"Ares lebih sering melindungi Ica daripada nyakitin Ica," bela Bianca. "Tadi Ica cuma shock. Ica beneran nggak papa, Bang. Abang jangan marah lagi sama Ares soal ini, ya? Dan tolong, jangan bilang Mama sama Papa."

Arial diam, menatap Bianca lamat-lamat. Tak lama, ia mengangguk setuju. "Tapi Ica harus janji. Kalo Ares ngasarin Ica lagi, Ica harus lapor Abang. Inget ya Ica, dimana-mana, cowok nggak boleh kasar cewek, semarah apapun itu. Ngerti?"

Bianca mengangguk cepat. Ia lega, karena amarah Arial sudah mereda.

"Sekarang Abang tanya, kenapa kamu ngunci diri tadi pagi?"

Pertanyaan Arial membuat Bianca kembali teringat foto-foto itu. Ia mengeluarkan ponselnya, memberikannya pada Arial.

Arial mengamati foto-foto itu dalam diam. Wajahnya terlihat tenang, berbeda dengan Bianca yang campur aduk. Ia mengernyit bingung saat Arial mengembalikan ponselnya begitu saja.

"Abang... nggak marah?" tanya Bianca.

"Buat apa Abang marah? Jelas-jelas ini jebakan," jawab Arial santai.

"Hah?"

Arial menyentil dahi Bianca pelan. "Kamu ini, jadi orang jangan polos-polos biar nggak gampang dibodohi. Kamu liat foto-foto itu. Jelas-jelas ada orang lain yang ngambil fotonya, bukan Ares atau cewek rambut merah itu. Ya kali mereka nyuruh cleaning service! Lagian, si Ares nggak keliatan tidur. Dia kayak pingsan. Beda sama ceweknya yang senyum-senyum kalo kamu liat bener-bener."

Bianca segera mengamati foto-foto itu lagi. Yang dibilang Arial semuanya benar. Foto itu terlihat janggal.

"Jadi, Ares nggak selingkuh?" tanya Bianca polos. Arial mengedikkan bahu. "Menurut Abang sih, nggak. Tapi yang tau dia kan kamu. Kamu percaya nggak sama dia?"

Bianca mengangguk pelan. Entah mengapa, setelah mendengar penjelasan Arial tadi, Bianca jadi sedikit lega. Kebenciannya terhadap Ares seolah menguap sedikit demi sedikit. Ini yang Bianca suka dari Arial. Kakaknya itu selalu menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin.

"Tapi, kamu harus tetep marah. Jangan mau baikan sebelum dia minta maaf sama kamu gara-gara udah berbuat kasar. Inget ya, Ca. Kamu harus jual mahal. Bikin dia kapok dulu. Dan kalo sampe Abang tau dia nyakitin kamu lagi, Abang bakal bilang sama Papa Mama kamu. Ngerti?"

Senyum Bianca mengembang. "Ngerti, Bang."

***

Satu minggu berlalu, Bianca masih belum bertemu Ares. Bahkan, melihat saja Bianca masih belum. Ares menghilang bak ditelan bumi. Tak hanya Bianca, sahabat-sahabat mereka juga mempertanyakan kemana hilangnya Ares.

"Tuh anak kemana, sih?! Bisa-bisanya lagi ujian dia ngilang. Mentang-mentang anak yang punya sekolah!" gerutu Brian.

"Kalian lagi berantem, Ca?" kali ini, Nela yang bersuara.

Bianca mengedikkan bahu. "Nggak juga, sih," jawabnya. Nela mengernyit mendengar jawaban aneh Bianca.

"Woy, panjang umur tuh bocah," celetuk Mars. Mereka semua mengikuti arah pandang Mars, dan mendapati Ares sedang berjalan ke arah mereka. Jantung Bianca berdegup kencang saat menyadari tatapan Ares tak lepas darinya.

"Ca, bisa bicara?" tanya Ares. Bianca menatap laki-laki itu enggan, padahal dalam hati, Bianca ingin sekali memeluk Ares sekarang.

"Kemane aje lu, Bos?" tanya Brian, yang tak digubris Ares. Nela terkikik melihat wajah masam Brian.

Bianca mengangguk. Ia beranjak dari tempatnya, mengikuti langkah Ares ke rooftop.

***

"Mau bicara apa? Aku nggak bisa lama-lama," Bianca melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Ares tak bersahabat. Kata Arial, ia harus akting marah, kan?

Ares menghela napasnya, lalu memberikan ponselnya pada Bianca. "Ini rekaman CCTV di tempat kejadian. Kamu bisa liat, aku dibius pas baru masuk. Aku dijebak sama Angel dan Rivaldo, Ca."

"Rivaldo?" beo Bianca. Ares mengangguk.

"Dia kerjasama sama Angel buat misahin kita. Biar Angel bisa dapetin aku, dan Rivaldo bisa dapetin kamu. Untungnya, sebelum dia bertindak lebih jauh, aku udah gerak duluan."

Pandangan Bianca langsung terarah pada Ares. "Kamu apain Rivaldo sama Angel?"

"Kamu nggak perlu tau," ucap Ares, sembari tersenyum tipis. Wajah laki-laki itu berubah misterius, membuat Bianca semakin bingung.

"Kamu mau maafin aku kan, Ca?"

"Ngapain kamu dateng ke pesta Angel? Kamu kan udah janji nggak akan dateng," Bianca tak menjawab pertanyaan Ares.

"Karena Papa," jawabnya. "Papa ngancem bakal nyelakain kamu, kalo aku nggak dateng."

Bianca hanya diam sembari menatap Ares. Ia tak tahu harus merespon apa. Gunadi? Berbuat sejahat itu?

Seolah tahu apa yang ada di otak Bianca, Ares kembali bersuara. "Dia nggak sebaik yang kamu pikirin, Ca. Arsa mungkin nggak pernah cerita ke kamu."

Ares berjalan mendekati Bianca, meraih kedua tangan gadis itu, mengecupnya bergantian. "Maafin aku, ya? Aku udah ingkar janji dan ngasarin kamu."

Bianca sempat luluh, namun gadis itu kembali tersadarkan. Ia menarik cepat kedua tangannya.

"Jangan ganggu aku dulu. Aku butuh waktu sendiri."

Bianca mengembalikan ponsel Ares, lalu pergi meninggalkan laki-laki itu begitu saja.

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Where stories live. Discover now