BLL | 31

18.1K 1.7K 59
                                    

Bianca bergerak gusar di kursinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bianca bergerak gusar di kursinya. Berkali-kali gadis itu menoleh kekanan-kiri, mencari keberadaan seseorang yang selalu mengikutinya diam-diam. Tiga hari ini, orang itu sama sekali tak menampakkan wajahnya.

Entah mengapa, Bianca merasa aneh saat tak melihat sosok Ares di sekitarnya. Ia merasa agak... kehilangan.

Bianca menggelengkan kepalanya, menepis pikiran-pikiran anehnya. Seharusnya ia membenci Ares sekarang. Laki-laki itu membohonginya bertahun-tahun. Membuatnya merasa bodoh, karena berusaha mengembalikan ingatan yang tak pernah Ares miliki sebelumnya. Bianca seharusnya marah dan tak ingin melihat laki-laki itu lagi dalam hidupnya.

Tetapi, Bianca tak bisa.

Tak pernah sedetikpun Ares hilang dari pikirannya. Tak bisa Bianca pungkiri, bahwa memori-memori yang ia ukir bersama Ares, juga sama indahnya dengan Arsa. Ares dan Arsa memiliki cara mereka sendiri untuk membahagiakan Bianca.

Meskipun Ares sering membuatnya menangis, tapi Bianca bahagia. Ia senang karena Ares selalu menuruti keinginannya— selama itu tak membahayakan. Bianca senang karena Ares selalu menempatkannya di posisi pertama, bahkan Ares menganggap Bianca lebih penting dari dirinya sendiri.

Bianca berada di titik terendah saat ia mendapati kedua kakinya tak bisa digerakkan sama sekali akibat terjepit badan mobil. Gadis itu frustrasi— bahkan hampir gila rasanya. Rianti dan Thomas bahkan tak bisa membuat Bianca keluar dari keterpurukannya. Namun satu bulan kemudian, laki-laki itu datang, menarik Bianca keluar secara paksa.

Laki-laki itu menyemangati Bianca untuk bangkit. Laki-laki itu menemani Bianca terapi berjalan di rumah sakit secara rutin. Laki-laki itu membuat Bianca lupa dengan traumanya. Laki-laki itu mengantarkan kemanapun Bianca ingin pergi, hanya untuk membuat Bianca bahagia.

Ares mampu membahagiakan Bianca dengan caranya sendiri.

Bianca menarik napas dalam-dalam, berusaha kembali fokus dengan buku di tangannya. Sudah hampir dua minggu Bianca menyendiri di perpustakaan setiap jam istirahat. Hal itu membuat Nela terus uring-uringan— ditambah kemarin-kemarin, Bianca selalu menolak bertemu saat Nela berkunjung ke rumahnya.

Bianca hanya ingin sendiri. Ia ingin menjernihkan pikirannya dari semua masalah yang datang secara tiba-tiba menghantamnya ini.

Lima belas menit ia berusaha berkonsentrasi, namun nihil. Otak dan hatinya sama sekali tak bisa berhenti khawatir.

Bel tandai istirahat selesai berbunyi tak lama kemudian. Bianca menutup bukunya, mengembalikannya ke dalam rak, lalu melangkah keluar dari perpustakaan.

***

Bergelung di balik selimut sambil ditemani kripik kentang dan Netflix menjadi kegemaran Bianca akhir-akhir ini. Hal ini ia rasa cukup ampuh menghalau pikiran-pikiran yang membebaninya. Anggap saja ia sedang me-time, untuk waktu yang lama.

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Where stories live. Discover now