BLL | 19

18.1K 1.9K 18
                                    

"Mau rasa dark chocolate-vanilla, satunya strawberry milk-vanilla chips

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mau rasa dark chocolate-vanilla, satunya strawberry milk-vanilla chips."

Setelah mencatat pesanan Bianca, sang pelayan langsung mengambil scoop es krim dan dua cup es krim berukuran besar, lalu mulai menyiapkan pesanan Bianca. Gadis itu terlihat antusias melihat pelayan laki-laki itu mondar-mandir, membuat Arsa berdecak keras. Arsa langsung menutup kedua mata Bianca, mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu.

"Jangan liatin dia terus, aku cemburu," bisiknya, membuat Bianca bergidik. Sedetik kemudian, gadis itu berdecak sambil berusaha menyingkirkan tangan Arsa yang menghalangi penglihatannya.

"Sama Masnya aja cemburu," cibirnya. "Aku ngeliatin es krimnya, bukan Masnya, tau."

"Sama aja. Tutup mata, atau aku suruh yang punya toko buat pecat dia," ancam Arsa. Bianca menyikut perut Arsa kesal, lalu membiarkan tangan Arsa menutup kedua matanya.

"Silahkan Kak, es krimnya," ucap pelayan itu. Arsa mengambil kedua cup es krim dengan satu tangan, lalu membayar di kasir. Setelah itu, ia menggiring Bianca untuk balik badan, baru melepaskan tangannya.

Arsa menyerahkan es krim strawberry milk-vanilla chips pada Bianca, namun gadis itu menggeleng. "Itu punya kamu. Yang ini punya aku," ucapnya, sambil mengambil cup satunya. Arsa yang tadi memang dilarang Bianca untuk memilih, akhirnya mengangguk pasrah. Padahal, ia lebih tertarik dengan es krim milik Bianca.

"Dulu, kita selalu kesini tiap salah satu dari kita dapet nilai seratus waktu ulangan. Pak Fajar yang nganterin kita. Aku selalu pesen rasa dark chocolate sama vanilla, kamu selalu strawberry milk sama vanilla chips. Kata kamu, es krim stroberi di sini yang paling enak di seluruh dunia," ucap Bianca. Saat ini, mereka sudah duduk berhadapan di salah satu meja dekat jendela.

"Dan kita selalu duduk di meja ini. Kamu... inget sesuatu?"

Arsa menggeleng tipis, sambil memakan es krimnya perlahan. Lagi-lagi, tak ada respon berarti dari Arsa. Bianca tersenyum maklum. Mungkin, ia terlalu memaksa.

"Kamu liat toko boneka itu," Bianca menunjuk toko kecil di seberang kedai es krim tempat mereka berada. "Dulu, aku sering ngrengek sama Pak Fajar, minta dibeliin boneka di sana. Terus kamu jadi ikutan ngrengek, minta dibeliin robot-robotan juga. Hampir setiap kita makan es krim, kita pulang bawa mainan. Semua bonekanya masih ada di rumah, lho. Robot kamu gimana? Masih ada semua?"

Arsa menatap Bianca tanpa ekspresi, membuat dahi Bianca berkerut. "Sa?"

Arsa terkesiap. "Hmm, ada di gudang kayaknya."

"Oh ya?" tanya Bianca. Ia heran, karena dulu, Arsa paling tidak suka robot-robotannya disentuh.

Setelah itu, tak ada lagi percakapan di antara mereka. Keduanya sibuk dengan es krim dan pikiran masing-masing.

Sudah tiga hari ia mencoba, namun masih saja tak ada respon yang berarti dari Arsa. Setiap hari, ia membawakan bekal untuk mereka berdua, berisikan makanan-makanan favorit mereka dulu. Bohong kalau Bianca bilang ia tidak kecewa, meskipun ia tahu, tak mudah untuk mengembalikan ingatan seseorang.

"Habis gini kamu mau kemana?" tanya Arsa, setelah sekian lama mereka saling diam.

"Pulang aja," jawab Bianca. "Mulai gerah nih, nggak enak pake seragam terus."

Arsa mengangguk. Setelah mereka menghabiskan es krim masing-masing, mereka berdiri, meninggalkan kedai. Saat mereka hendak ke mobil, tiba-tiba Bianca menarik lengan Arsa.

"Sa, ayo mampir ke toko depan!" ajaknya. Belum sempat Arsa membalas, Bianca sudah menarik laki-laki itu dengan sangat antusias, memasuki toko boneka yang ada di seberang kedai.

"Nggak ada yang berubah, padahal udah bertahun-tahun," gumam Bianca, yang masih bisa Arsa dengar. Ia tak melepaskan pandangannya dari wajah gadis itu. Kedua mata Bianca yang berbinar saat melihat boneka-boneka berbagai bentuk tersusun rapi di seluruh sudut toko, mampu membuat Arsa terpaku kagum.

Pandangan Bianca terfokus pada sebuah boneka toy poodle putih dengan syal biru muda. Ia langsung berjalan mendekat, lalu mengangkat tangannya setinggi mungkin, berusaha menggapai boneka itu. Namun sayang, tinggi Bianca yang hanya 160cm, membuatnya sedikit kesulitan. Tidak terlalu pendek memang, tapi boneka itu terletak di rak yang paling atas. Meskipun ia melompat, ia tetap tak bisa menggapainya.

Tubuhnya membeku saat merasa ada seseorang di belakangnya. Ia bisa melihat sebuah lengan kekar menggapai boneka itu, lalu memberikannya pada Bianca. Tanpa menoleh pun, Bianca tahu bahwa Arsa-lah pelakunya. Aroma tubuh Arsa menusuk indera penciuman Bianca, membuat gadis itu merasa nyaman.

"Yang ini?" suara bariton Arsa terdengar sangat dekat dengan telinga Bianca, membuat gadis itu merinding. Bianca mengangguk gugup, lalu mengambil alih boneka itu dari Arsa.

"Mirip Zoo," ucap Bianca senang.

"Kamu mau?" tanya Arsa. Bianca mengangguk antusias.

"Tunggu sini, aku bayar dulu," ucap Arsa. Ia berjalan menuju kasir, sambil mengeluarkan kartu debitnya.

"Saya mau bayar boneka itu," ucapnya, sambil menunjuk boneka yang dipegang Bianca. "Ada versi besarnya, nggak?"

"Ada Mas. Sebentar saya ambilkan," ucap pegawai toko. Ia meninggalkan Arsa sebentar, lalu kembali dengan boneka yang sama persis, namun jauh lebih besar, hampir separuh tubuh Bianca.

"Saya ambil," ucapnya. Arsa menelisik sekeliling. Sebuah boneka babi merah muda menarik perhatiannya.

"Saya ambil yang itu juga," ucapnya. Pegawai toko itu mengangguk, segera menyiapkan semua boneka yang dibeli Arsa. Tak butuh waktu lama, hingga Arsa kembali pada Bianca dengan membawa dua boneka besar di kedua tangannya.

"Banyak banget, buat siapa?" tanya Bianca.

"Buat kamu," ucapnya. "Ini Zoo besar, ini babi pink, mirip kamu."

"Enak aja!" ucap Bianca, sambil menyikut perut Arsa pelan. "Ini beneran buat aku semua?"

Arsa mengangguk. "Mau apalagi? Tunjuk aja, aku beliin."

"Nggak nggak, ini udah banyak," ucap Bianca. Matanya berbinar saat menatap boneka-boneka yang dibelikan Arsa. Entah sadar atau tidak, Bianca mendekatkan dirinya pada laki-laki itu, berjinjit, lalu mengecup pipi Arsa cepat.

"Makasih Arsa sayang," ucapnya sambil terkikik. Setelah itu, Bianca berlari keluar dari toko, meninggalkan Arsa yang membeku di tempatnya.

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Where stories live. Discover now