Arsa itu ramah.
Arsa itu hangat.
Arsa itu lucu.
Arsa itu punya banyak teman.
Tapi itu dulu.
Sekarang,
Arsa itu dingin.
Arsa itu pemarah.
Arsa itu posesif.
Arsa itu jahat.
Arsa.... berubah. Dan aku tak tahu mengapa.
⚠️ TERDAPAT KATA-KATA KAS...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Arsa, kenapa Pak Fajar manggil kamu Tuan Muda?"
"Nggak tau. Dari dulu udah kayak gitu."
"Berarti waktu kamu masih bayi, kamu dipanggil 'Tuan Bayi'?"
"Mungkin."
Bianca mengangguk paham. Gadis berusia tujuh tahun itu kembali fokus pada es krim di tangannya. Tiba-tiba gadis itu kembali menatap Arsa.
"Kalo Papa kamu, dipanggil apa?"
Arsa menoleh ke kanan dan kiri, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Bianca.
"Tuan Tua. Abis dia udah tua, sih."
"Beneran?" tanya Bianca ragu.
"Nggak, aku ngarang."
***
"PagiBianca si cengeng."
BUG!
Bianca melemparkan bantal sofa yang tadi berada di pangkuannya ke arah Arsa, lalu mengerucutkan bibirnya sebal. Ia menatap tajam Arsa yang sibuk tertawa puas.
"Ica nggak cengeng, ya!"
"Cengeng! Buktinya kemarin, ketemu kecoak aja nangis jerit-jerit!"
"Ih, Arsa juga gitu! Ketemu tikus aja sampe manjat lemari!" balas Bianca tak mau kalah.
Bianca diam, matanya mulai berkaca-kaca. Ia kesal karena dikatai mirip monyet. Gadis itu menatap Arsa marah, napasnya memburu.
Menyadari kemarahan Bianca, Arsa langsung diam. Ia mendekati Bianca perlahan, takut tiba-tiba Bianca mencakarnya.
"Ca, marah ya?"
"MENURUT ARSA?!" balas gadis yang masih berusia dua belas tahun itu. Tak lama, tangisan Bianca terdengar, begitu keras.
"HUAAAAA, BIBIII! ARSA BILANG ICA KAYAK MONYEEETTT!!!" Bianca berjalan menuju dapur mencari Bi Irma sembari menangis keras. Arsa hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bingung harus berbuat apa.
Arsa merogoh kantung celananya, mengambil ponsel. Ia segera menghubungi Fajar untuk meminta bantuan.
"Halo, Pak? Tolongin, dong. Ica nangis, nih..."
"..."
"Iya, hehe. Aku bilang dia kayak monyet tadi."
"..."
"Tolong beliin es krim di minimarket ya, Pak? Beliin yang banyak, daripada berubah jadi harimau dia. Sekarang udah sampe mode kucing garong, nih."
"..."
"Oke, Pak. Makasih. Cepet ya, Pak. Keselamatan seorang Arsa Dyllano Govan ada ditanganmu."
***
"Arsa, tebak tebak apa yang baru aja terjadi!"
"Apaan?"
"Tebak dulu, biar seru!"
Arsa mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari, tampak berpikir. "Kamu pup di celana lagi?"
Senyum Bianca langsung mengembang. "Aku abis jadian sama Rivaldo, lho!"
"Jadian?" Arsa menatap Bianca bingung. "Pacaran?"
Bianca mengangguk.
"Emang bisa kamu pacaran?"
"Ih, bisa lah! Emangnya kenapa?"
"Cebok sendiri aja belom bisa, mau sok-sok an pacaran."
"ENAK AJA! UDAH BISA, YA! NYEBELIN BANGET SIH! BETE AH!"
***
"Hiks... hiks..."
Arsa langsung menoleh saat mendengar isakan khas Bianca. Tatapan laki-laki itu berubah khawatir.
"Kenapa, Ca? Kok nangis? Kayaknya aku nggak ngapa-ngapain deh."
"EM-ANG hiks BU-KAN KA-MU! Hiks..."
"Terus?"
"Rivaldo... HUAAAAA!!!" Bianca langsung menghambur ke dalam pelukan Arsa, menangis tersedu-sedu di dada bidang sahabatnya. Dengan sigap, Arsa langsung mengusap kepala Bianca sembari menepuk punggung gadis itu sesekali.
"Cup cup..." ucapnya, seperti menenangkan bayi. "Jangan nangis, ntar aku bangkrut kalo kamu udah kelar."
Bianca memukul dada bidang Arsa keras, namun tak protes. Memang yang dikatakan Arsa benar. Kalau sudah menangis, Bianca pasti minta dibelikan makanan yang sangat banyak.
"Emang dia ngapa—"
SROOOTTTT
Arsa menghela napasnya pasrah, saat tahu Bianca membuang ingus di bajunya. Ingin protes, tapi tak tega.
Ah, sudahlah. Biarkan saja. Nanti Arsa akan minta ganti, kalau tega.
Ini bonus part terakhir, tentang persahabatan Bianca sama Arsa yang asli 🥰
Jangan lupa baca ceritaku yang lain : Seandra (END) With Love, Brianna. (END) Dafa's Priority (END) Incognito (SEQUEL, ON GOING) Oliver Wants Me (ON GOING) Amoira (ON GOING)