BLL | 18

18.8K 1.9K 24
                                    

"Amnesia retrograde

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Amnesia retrograde. Biasanya terjadi pada orang yang mengalami kecelakaan. Gampangnya, penderita nggak bisa mengingat kejadian sebelum kecelakaan, baik seluruhnya maupun sebagian. Bisa aja penderita mengingat memori masa kecil, tapi memori yang deket-deket waktu kecelakaan, dia lupa. Bisa juga sebagian besar memori penderita hilang."

Bianca tertegun. "Apa ingatan itu nggak bisa kembali, Kak?"

"Tergantung. Ada yang bisa, ada yang nggak. Lingkungan sekitar juga berpengaruh. Biasanya, ingatan bisa kembali dengan bantuan orang-orang terdekat. Seperti lewat foto, atau pergi bareng ke tempat-tempat yang pernah didatangi dulu."

Penjelasan Rani kemarin, membuat Bianca bertekad untuk membantu Arsa mengingat masa lalu mereka. Setelah semalaman ia hampir tidak tidur memikirkan berbagai macam kemungkinan, hanya ada satu yang masuk akal, meskipun Arsa sendiri sudah menyangkalnya.

Arsa mengalami amnesia.

Terhitung mulai hari ini, Bianca akan membantu Arsa agar ingatannya kembali. Langkah pertama yang dilakukannya adalah membuat Arsa mengingat makanan masa kecil yang paling mereka berdua sukai. Bianca bahkan menyetel alarm pukul empat pagi, demi bisa ikut Bi Irma berbelanja.

Satu jam kemudian, gadis itu sibuk bergulat dengan alat-alat masak di dapur. Dengan bantuan Bi Irma, ia membuat tumis wortel-tauge-telur serta ayam goreng tepung. Dulu, kalau Bi Irma sudah memasak dua makanan itu, Bianca dan Arsa rela cakar-cakaran demi mendapatkan porsi yang lebih banyak, sampai-sampai Bi Irma harus menimbang nasi dan lauk pauknya hingga sama persis.

Tak butuh waktu lama hingga masakan mereka jadi. Seulas senyum puas terukir di bibir pink Bianca. Ia semakin tak sabar memberikan bekal itu pada Arsa, sambil mengungkit-ungkit masa lalu mereka.

"Non mandi, gih. Nanti sekolahnya telat, lho. Biar Bibi yang beresin," ucap Bi Irma. Bianca mengangguk. "Ica naik dulu ya, Bi. Bye-bye!"

"Bye-bye, Non!" balas Bi Irma, meskipun ia sendiri tak begitu tahu apa artinya.

***

Melihat senyum yang tak luntur dari bibir Bianca, membuat Arsa terheran-heran.

"Kamu kenapa sih, Yang?" tanya Arsa, bingung. Ia menoleh ke arah Bianca sekilas, sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada jalanan kota yang sangat padat pagi ini.

Bianca menggeleng, memeluk lengan Arsa yang sedari tadi menggenggam erat jemarinya. "Nggak papa."

Arsa jadi ikut tersenyum. Ia senang melihat Bianca yang manja seperti ini. Gadis itu terlihat berkali-kali lipat lebih imut dan menggemaskan. Apalagi, saat Bianca mendusel pipinya di lengan kekar Arsa.

Setelah melewati kemacetan, akhirnya mobil Arsa sampai di parkiran SMA Taruna. Saat turun dari mobil pun, Bianca masih memeluk lengan Arsa.

"Aku bawa bekal buat kita hari ini. Nanti makan di rooftop, ya?" ajak Bianca. Arsa mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju kelas Bianca. Sesampainya di depan kelas, Arsa tak lupa mencium kening Bianca cepat, lalu berjalan ke kelasnya sendiri.

"Widih, kenapa wajah lo, Bi? Cerah amat kayak mentari pagi," tanya Brian. Bianca hanya tertawa kecil, membuat beberapa pengagum rahasia Bianca diam-diam terpana. Hanya mengagumi diam-diam, mengingat pawang Bianca begitu galak dan menyeramkan. Mereka semua juga masih sayang nyawa.

Tak hanya Brian, Nela pun ikut bingung. "Lo nggak ketularan gilanya si curut sinting ini, kan?"

Brian yang merasa disinggung, langsung menyahut. "Yeee, kok gue?!"

"Yeee, gue nggak nyebut nama lo, ya!" balas Nela. Lalu, ia tersenyum miring. "Lo ngaku kan sekarang, kalo lo tuh curut sinting!"

Brian berdecak. Ia memasang raut wajah sedih. "Ya udah, nggak papa, meskipun panggilan sayang kita nggak seindah orang lain, tapi kisah cinta kita masih yang paling indah."

"SARAP!" balas Nela kesal. Akhirnya, lagi-lagi, Brian dan Nela berdebat sengit. Bianca terbahak mendengar perdebatan kedua sahabatnya itu. Namun sayangnya, perdebatan keduanya tak bertahan lama. Nela mendadak diam, saat melihat Mars yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.

"Lho, kok mendadak diem?" tanya Mars bingung. Bianca melirik Nela yang sudah membuang muka.

Mengerti keadaan mulai tidak enak, Brian langsung bangkit, merangkul Mars. "Biasa, kesayangan gue ngambek. Lo temenin gue ke kantin, deh. Anak kita ngidam susu kotak, Papa," Brian mengelus perutnya.

Mars menoyor kepala Brian. "Gue doain hamil beneran lo. Buruan, gue mau beliin buat Kanaya sekalian. Ntar keburu bel," Mars menatap Nela dan Bianca bergantian. "Kalian mau nitip?"

Bianca cepat-cepat menggeleng. Ia terkejut dalam hati. Kanaya juga sekolah di sini?

"Lo, Nel?" tanya Mars.

"Nggak," jawab Nela. Ada getaran di suara gadis itu. Brian yang sadar, langsung menarik Mars pergi. "Cepetan, Papa. Anak kamu laper."

Sepeninggal Mars dan Brian, Bianca memegang bahu Nela. "Kamu nggak papa, La?"

Nela menggeleng. Gadis itu memilih menyibukkan dirinya dengan ponsel.

"Kanaya anak kelas sepuluh, kalo lo belum tau. Gue juga baru tau tadi pagi," ucap Nela, tanpa melihat Bianca sama sekali.

***

Jam istirahat akhirnya tiba. Bianca dan Arsa sudah berada di rooftop. Gadis itu dengan cekatan membuka dua kotak makan yang dibawanya, lalu menyerahkan satu pada Arsa.

"Nih, cobain," ucap Bianca. Arsa menyendokkan makanannya, lalu memasukkannya kedalam mulut.

"Enak, nggak?" tanya Bianca. Raut wajah Arsa tak terbaca. Laki-laki itu seperti sedang menilai makanan yang sedang dikunyahnya.

"Enak," jawab Arsa akhirnya. Bianca tersenyum tipis, saat melihat tak ada senyum yang menghiasi bibir Arsa. Ia tidak terlihat antusias. Tapi Bianca tak ingin menyerah begitu saja, meskipun ia sedikit kecewa.

"Kamu inget nggak, Sa? Kita dulu suka banget rebutan makanan ini waktu SD. Sampe Bi Irma harus nimbang nasi, ayam, sama sayurnya biar sama persis. Kita bahkan pernah dihukum guru gara-gara rebutan makanan di kelas," ucap Bianca, sebelum memakan bekalnya.

Arsa menoleh, menatap Bianca. "Emang iya?"

"Hmm," gumam Bianca. "Kamu nggak inget?"

Arsa diam, tak menjawab.

"Dulu, kita sering dihukum Pak Bob. Itu lho, guru olahraga kita waktu SD. Dia tuh musuh bebuyutan kamu, Sa. Dia sering hukum kamu, gara-gara kamu kabur waktu pelajaran Matematika. Selain guru olahraga, Pak Bob itu wakil kepala sekolah. Bagian ngehukum murid, gitu."

"Dulu, kita tuh suka jajan di depan sekolah, sampe Pak Fajar marah-marah. Katanya nggak sehat lah, bikin sakit perut, lah. Tapi kita selalu ngelanggar. Sampe besoknya, kita beneran diare sampe nggak masuk sekolah."

Bianca terkekeh sendiri mengingat kenakalannya bersama Arsa dulu. Sedangkan Arsa, ia masih menatap Bianca dalam diam, mengagumi betapa cantiknya gadis itu saat tertawa. Gadis itu tak berhenti mengoceh, menceritakan masa-masa indah mereka saat masih duduk di sekolah dasar. Hingga akhirnya, bel selesai istirahat berbunyi, menandakan selesainya misi Bianca hari ini.

Meskipun tak ada respon yang berarti dari Arsa, gadis itu tidak akan menyerah. Bianca akan mencoba lagi besok, dan besoknya lagi, dan besoknya lagi, hingga Arsa bisa mengingat semuanya.

Arsa-nya yang dulu pasti kembali. Bianca yakin itu.





Doain ya guys, biar cepet 1K readers 🥺

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Where stories live. Discover now