BLL | 22

17.8K 1.8K 39
                                    

"Pagi Ayang Bebeb

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pagi Ayang Bebeb. Sini, sun dulu!"

BUG!

"Auw!" Brian mengusap bibirnya yang baru saja mendapat tinjuan maut Nela.

"Ayang Bebeb, kok ditonjok, sih. Harusnya kan dicium."

"Mimpi lo! Pergi, sebelum gue tonjok lagi!"

Dengan gerakan yang sangat cepat, ia mencuri kecupan di pipi Nela, lalu lari terbirit-birit keluar kelas, sebelum mendapat amukan dari ratu singa.

"Heh! Setan! Awas lo ya! Kalo gue liat muka lo lagi, habis lo!" jerit Nela tepat di depan kelas, membuat seluruh penghuni lorong menatapnya aneh. Sedangkan Brian, laki-laki itu tertawa di ujung lorong, memberikan blow kiss pada Nela, lalu berlalu pergi entah kemana.

"Kenapa, La?" Bianca yang baru saja datang bersama Arsa, menatap heran sahabatnya yang mencak-mencak di depan kelas. Nela membalikkan badan, menatap Arsa dan Bianca bergantian dengan tatapan kesalnya.

"Temen kalian tuh, kandangin, dong! Astaga, darah tinggi gue lama-lama!" Nela menjambak rambutnya frustrasi, lalu menghentakkan kakinya masuk ke dalam kelas, meninggalkan Arsa dan Bianca yang masih bingung.

"Pasti Brian," gumam Bianca. Ia terkekeh sendiri. "Mereka cocok nggak, sih?"

Arsa mengangguk. "Kayak kita, cocok," godanya, membuat Bianca malu sendiri. Ia menyikut perut Arsa, membuat laki-laki itu mengaduh, pura-pura kesakitan.

"Sakit, Sayang. Harusnya tuh dicium, dipeluk, disayang-sayang. Masa disikut, sih," protes Arsa manja. Bianca hanya bisa tertawa mendengar kekasihnya yang semakin hari semakin manja itu.

"Udah sana ke kelas! Mau bel."

"Nggak mau, maunya di sini sama kamu."

"Arsa!" Bianca mencubit lengan Arsa pelan. Sungguh, ia malu digombali Arsa seperti ini.

"Ciee ciee, malu," goda Arsa, sambil menoel-noel pipi Bianca. "Gemes banget pacar aku kalo lagi malu."

Bianca berdecak. "Udah aku masuk aja. Bye!" sebelum Arsa kembali melancarkan godaannya, Bianca langsung kabur, masuk ke dalam kelas. Arsa terkekeh geli melihat tingkah kekasihnya.

Setelah memastikan Bianca sampai di bangku, barulah Arsa berlalu menuju kelasnya. Tawa di wajah laki-laki itu langsung lenyap begitu saja, digantikan wajah datar yang menawan, membuat beberapa gadis yang melihatnya menjerit dalam hati.

***

"Hari ini, pas satu bulan gue jadian sama Kanaya. Kalian pesen, gue traktir."

Brian langsung bangkit dari kursinya saat mendengar kata 'traktir'. Takut Mars berubah pikiran, ia langsung menyambar dompet yang diletakkan Mars di atas meja, menyimpannya di kantung celana.

"Kalian mau apaan? Gue pesenin sekalian!" ucapnya antusias.

"Mie ayam, Kak!"

"Batagor."

"Nasi goreng!"

"Aku sama Arsa mie ayam juga! Sama mau es teh, ya!"

"Es teh semua, deh! Biar nggak ribet!"

Brian mengangguk. Dari semua teman-temannya, hanya Nela yang belum menyahut. Gadis itu terlihat sibuk dengan ponselnya. Ia tahu, gadis itu sedang menahan emosi dan air matanya. Jadi, Brian memutuskan untuk tak bertanya. Ia segera melesat pergi, memesan makanan.

"Gue mau ke toilet dulu," ucap Nela pada Bianca yang duduk di sebelahnya. Bianca langsung sadar dengan apa yang terjadi pada Nela.

"Mau aku temenin?" Nela menggeleng. Gadis itu langsung melenggang pergi, meninggalkan Bianca yang menatapnya khawatir. Kanaya, Mars, dan Arsa, sepertinya tak sadar dengan perubahan Nela yang jadi diam. Sedangkan Reagan, yang selalu tahu semuanya, enggan berkomentar.

"Makanan datang! Eh lo yang bener bawanya! Kalo tumpah, gue suruh ganti rugi lo!" Brian memarahi tiga anak kelas sepuluh yang dimintai tolong— ralat, dipaksanya membantu membawakan nampan minuman dan makanan. Sedangkan dirinya, membawa satu nampan berisi tiga mangkuk mie ayam.

"Taruh aja di situ. Iya, sip. Makasih, ya! Nih, pesangon, bagi rata. Lo gue pecat," ucapnya ngawur. Ia menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan dari dompet Mars kepada salah satu dari mereka. Wajah ketiga anak itu langsung sumringah.

"Makasih, Kak!" ucap mereka hampir bersamaan sebelum pergi.

"Lho, Ayang Bebeb gue mana?" tanyanya. Brian celingukan, mencari keberadaan Nela.

"Ke toilet tadi," jawab Kanaya. Gadis itu memang sering diajak Mars untuk bergabung bersama mereka.

Wajah Brian langsung berubah khawatir. Ia membawa sepiring nasi goreng dan segelas es teh di tangannya, lalu beranjak meninggalkan sahabat-sahabatnya tanpa sepatah katapun.

"Kemana lo?" tanya Mars.

"Cari angin!" jawab Brian asal, sebelum menghilang dari kantin.

***

"Brengsek! Ngeselin! Setan! Kesel gue kesel kesel kesel!"

Nela menghentak-hentakkan kakinya kesal. Wajah gadis itu sudah merah padam. Air matanya sudah mengalir sejak tadi. Untung saja taman belakang sekolah selalu sepi. Kalau ada yang melihatnya, ia pasti dirumorkan gila.

"Persetan sama satu bulanan! Lebay! Satu bulan aja dirayain! Nggak peka banget, sih! Sakit, tau!" Nela mendudukkan dirinya di kursi panjang yang terletak di bawah pohon. Saking sedihnya, ia sampai tak menyadari ada orang yang duduk di sebelahnya.

Nela mendongak, saat mendapati sepiring nasi goreng disodorkan tepat di depan matanya. Begitu ia menoleh, ia langsung mendapati Brian yang menyengir menyebalkan.

"Makan dulu. Lo belum makan dari pagi, kan?"

Nela melengos. "Nggak mau. Nggak selera!"

Kruyuk, kruyuk.

Bertepatan dengan itu, suara perut Nela terdengar. Brian mati-matian menahan tawanya, apalagi wajah Nela sudah merah padam.

"Nih. Tenang, ini pake uang gue, karena nilai Fisika lo terakhir naik. Jadi gue traktir," ucapnya. Nela terlihat ragu, lalu mengambil nasi goreng itu. Gengsi sebenarnya, tapi perutnya lebih penting sekarang.

"Tau gini gue minta traktir rumah," gumam Nela. Tawa Brian kembali terdengar.

"Boleh, Bebeb. Asal lo jadi bini gue. Gimana?"

"Mending homeless gue mah!" balas Nela sengit. Ia memasukkan nasi goreng ke dalam muluntya dengan kasar hingga tersedak.

"Uhuk, uhuk!"

Brian langsung menyodorkan es teh pada Nela, yang langsung diteguk gadis itu hingga setengah.

"Lo nggak papa?" tanya Brian khawatir. Nela menggeleng.

"Lo nggak makan?" tanya Nela. Ia bahkan baru sadar, Brian daritadi hanya mengamatinya makan. Laki-laki itu hanya membawa satu nasi goreng dan satu es teh tadi.

"Nggak," jawab Brian. Ia melongo saat Nela menyodorkan sesendok nasi goreng di depan mulutnya.

"Buka mulut lo. Aaaaaaa..."

Brian masih mematung di tempatnya, membuat Nela kembali merenggut kesal.

"Wou, dungu! Buka mulut, bego!"

Brian langsung tersadar dari ketercengangannya. Ia membuka mulut, menyambut suapan Nela. Pada akhirnya, nasi goreng itu mereka habiskan berdua.

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Where stories live. Discover now