BLL | 15

22.5K 2.2K 21
                                    

Setelah berjuang keras, tim basket SMA Taruna berhasil memenangkan setiap pertandingan hingga sampai di babak final

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah berjuang keras, tim basket SMA Taruna berhasil memenangkan setiap pertandingan hingga sampai di babak final. Dan pertandingan hari ini, adalah pertandingan terakhir Arsa dan teman-temannya anak kelas dua belas, sebelum mereka resmi keluar dari tim basket dan fokus pada ujian-ujian yang akan mereka hadapi.

"Inget, nggak boleh ngobrol sama co—"

"-wok lain, selalu sama Nela. Mata aku harus ngeliat ke kamu terus, nggak boleh ke pemain lain. Iya, Arsa Sayang. Ica ngerti," sela Bianca jengah. Pasalnya, selama perjalanan menuju SMA Cempaka, Arsa sudah tujuh kali mengucapkan hal yang sama.

"Kali aja kamu lupa," ujar Arsa membela diri. Laki-laki itu mencium punggung tangan Bianca tanpa henti, sedangkan matanya masih fokus menatap jalanan. Ia hanya mengemudi dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain menggenggam tangan Bianca erat tanpa menyakiti gadis itu.

"Aku belum pikun kali," balas Bianca. Gadis itu tersentak saat mengingat sesuatu.

"Aku belum janjian sama Nela mau ketemu di mana," ujarnya, saat mendapat tatapan heran dari Arsa.

"Nela berangkat sama Brian. Kalian udah kita mintain tempat di VIP, biar aku bisa liat kamu jelas," ucap Arsa.

"Hah? Brian?"

Arsa mengangguk. "Habis tutor tadi. "

Bianca hanya mengangguk paham. Setelah itu, tak ada lagi yang membuka suara hingga mereka tiba di SMA Cempaka.

***

Lapangan indoor SMA Cempaka begitu ramai dan sesak oleh lautan manusia. Pertandingan final memang selalu ditunggu-tunggu. Alhasil, tak hanya siswa dari SMA Taruna dan SMA Galaksi— lawan SMA Taruna di final kali ini— yang datang, tapi juga siswa dari SMA lain, yang sudah tersisihkan di babak-babak sebelumnya. Termasuk siswa SMA Cempaka sendiri.

Begitu masuk, Arsa langsung menggiring Bianca menuju tempat VIP. Nela sudah ada di sana, sedang berdebat sengit dengan Brian yang duduk di sebelahnya.

"Tuh, temen lo," ucap Brian, menunjuk Bianca dengan dagunya. Nela langsung berdiri, menghampiri Bianca.

"Lama banget sih kalian? Gue nggak tahan lama-lama berdua sama tuh curut sinting!" gerutunya. Arsa menyentil mulut Nela. Brian yang melihat itu, langsung terbahak.

"Rasain lo, Nek! Kena sentil kan sama pawangnya!"

"Diem aja lo Setan!"

PLETAK!

Lagi-lagi, mulut Nela disentil Arsa. Kali ini, Arsa menatap tajam Nela, memberi peringatan. Nela mendengus kesal memahami tatapan kekasih sahabatnya.

"Iya iya, sorry. Dek Bianca Sayang, jangan didengerin ya ucapan Kak Nela yang cantik ini. Telinga kamu kan masih suci, tidak baik dikotori dengan kata-kata yang tidak pantas seperti tadi," sarkas Nela.

"Aduh, manisnya. Coba lain kali kalo ngomong sama gue kayak gitu. Kali aja gue bisa cinta sama lo," Brian— yang entah sejak kapan berdiri di samping Nela, mencolek dagu murid tutornya, menggoda. Nela melotot ganas pada Brian, meskipun hal itu tak membuat Brian ciut dan malah semakin menggoda Nela.

"Brian ganteng nggak bakal kemana-mana, kok. Nggak usah dipelototin gitu, Sayang."

"Jaga mulut lo, Setan!" bisik Nela tajam pada Brian. Ia tak ingin disentil lagi oleh Arsa. Brian terkikik mendengar umpatan Nela.

"Aku tinggal dulu, Yang. Jangan lupa semangatin aku. Doain, biar kita menang. Nanti pulang, kamu tunggu sini aja. Aku jemput di sini lagi. Jangan keluar, ntar nyasar. Rame banget ini," ucap Arsa panjang lebar. Laki-laki itu mendaratkan sebuah kecupan di pipi Bianca, membuat beberapa gadis yang kebetulan melihat, berseru cemburu.

"Iya, udah sana! Ntar telat," usir Bianca, berusaha untuk tak salah tingkah. Arsa mengangguk, lalu mengode Brian untuk ikut bersamanya.

"Lo nggak mau nyemangatin gue juga, Nek?" tanya Brian. Nela mendengus. "Mimpi lo!"

Brian tertawa lagi. Dengan gerakan yang sangat cepat, Brian ikut mencuri sebuah kecupan di pipi Nela, lalu berlari menghindari amukan Nela.

"BRIAN BANGSAAAAATTTTT!" teriak Nela. Persetan dengan sentilan Arsa yang sudah menunggu di akhir pertandingan.

***

"Permisi Kak, di sini kosong?"

Suara seorang gadis bermata bulat membuyarkan konsentrasi Nela dan Bianca.

"Oh, kosong, kok. Duduk aja," jawab Bianca. Gadis itu tersenyum sopan dan menggumamkan terima kasih, lalu duduk di sebelah Bianca.

"Kakak lagi nontonin pacarnya, ya?" tanya gadis itu lagi. Bianca mengangguk. "Kamu juga?"

"Ya... gitu deh," jawab gadis itu, malu-malu. Gadis itu mengulurkan tangannya. "Kenalin Kak, aku Kanaya."

"Bianca," balas Bianca, menyambut uluran tangan Kanaya. "Kalo ini, temen aku. Nela namanya."

Nela tersenyum tipis, tak berniat berkomunikasi lebih jauh dengan Kanaya. Bahkan, ia merasa tak suka dengan kehadiran gadis itu, entah mengapa. Pandangan Nela kembali terfokus pada pertandingan— ralat, Mars.

Akhirnya, setelah empat babak dan beberapa penampilan dari siswa-siswi SMA Cempaka selaku tuan rumah, pertandingan akhirnya selesai. SMA Taruna mampu mempertahankan piala bergilir yang sudah mereka dapatkan sejak tiga tahun lalu.

Sorakan para pendukung Arsa CS kembali terdengar. Kali ini, berlipat-lipat kali lebih meriah. Arsa dan teman-teman se-timnya saling berpelukan, merayakan keberhasilan mereka mempertahankan piala.

Saat pandangan Arsa dan Bianca bertemu, kedua sudut bibir Arsa terangkat. Ia senang saat melihat senyum bangga Bianca, apalagi saat gadis itu mengangkat kedua jempolnya. Tunggu di situ, ucap Arsa tanpa suara. Bianca mengangguk paham, memperhatikan punggung Arsa dan rekan-rekannya menjauh menuju ruang ganti.

Tiga puluh menit kemudian, Arsa, Brian, Mars, dan Reagan datang. Mereka berempat sudah mengganti jersey basket mereka sudah berganti menjadi kaus dan celana tiga perempat.

"Ayo balik," ajak Arsa pada Bianca. Gadis itu mengangguk. Namun, tubuh Bianca membeku saat melihat Mars merangkul mesra gadis yang tadi duduk disebelahnya.

"Guys, kenalin. Kanaya," ucap Mars, menunjuk Kanaya dalam rangkulannya. "Cewek gue."

Seketika, Bianca merasa tangannya diremas. Tanpa menoleh pun, ia tahu Nela pelakunya. Bianca langsung menatap Nela, memastikan sahabatnya baik-baik saja. Ia khawatir, apalagi, saat ia mendapati kedua mata Nela sudah berair.

"Kamu ngeduain aku, Mas?" Brian menatap Mars dengan pandangan terluka. Mars menatap jijik pada Brian, sedangkan Arsa dan Reagan mendengus.

"Kakak pacaran sama Kakak ini?" tanya Kanaya polos. Mars terkekeh, mencubit hidung Kanaya gemas. Bianca seribu persen yakin, Mars tak sadar ada hati yang terkoyak melihat perlakuannya pada Kanaya.

"Eh Curut, gue capek. Anterin gue pulang!" ucap Nela pada Brian. Tak terlalu terdengar, namun Bianca menyadari ada getaran di suara Nela.

"Oke," jawab Brian. "Gue balik dulu, guys. Kesayangan gue capek. Dek Kanaya, ati-ati ya sama si Mars. Dia kadang agak... ganas," ucap Brian, sedikit mendramatisir nada bicaranya di kata terakhir.

Kali ini, Nela tak memprotes saat Brian menyebutnya 'kesayangan'. Ia menoleh pada Bianca yang menatapnya khawatir, lalu tersenyum segaris, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja. Setelah itu, tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Nela berjalan cepat sambil menarik lengan Brian menjauh.

"Nela kenapa?" tanya Mars bingung. Arsa mengedikkan bahu, sedangkan Reagan menatap Mars tak terbaca.

Mungkin di sini, tak hanya Bianca yang paham dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Nela.

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang