03 || Tinggal Bersama

4.9K 508 11
                                    

[ REMAKE ]

.

.

Perjalanan ini terasa menyiksa dan panjang. Tubuh Renjun dilempar begitu saja dengan kasar oleh bodyguard Jeno ke bagasi dan dikunci dari luar.

Renjun berusaha menendang, berteriak, meronta tetapi pada akhirnya dia kelelahan dan kehabisan oksigen. Menyadari bahwa ruang bagasi ini begitu sempit dan pengap dengan asupan oksigen yang makin menipis, Renjun terdiam. Berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar keras,
campur aduk antara rasa takut dan ingin tahu akan dibawa kemanakah dirinya?.

Lama sekali Renjun menunggu, sampai akhirnya mobil itu melambat. Terdengar suara pintu gerbang yang berat dibuka, lalu mobil itu melaju lagi, melambat, dan kemudian berhenti. Suara pintu mobil dibanting. Dan
syukurlah, ada gerakan membuka
bagasi.

Renjun bersiap melompat dan
menyerang siapa saja yang membuka
pintu bagasi itu, lalu kabur. 'Ah ya Tuhan, semoga semudah itu' Pintu bagasi terbuka sedikit dan
secercah cahaya masuk melalui celah
yang hanya dibuka sempit.

"Rena." Itu suara Jeno dan lelaki
itu memanggil namanya.

Wajah Renjun langsung pucat pasi. Lelaki itu sejak awal sudah mengetahui penyamaranku?

"Aku akan membuka pintu bagasi ini,
tapi kau harus berjanji akan bersikap tenang dan tidak memberontak." Ada seberkas senyum di suara Jeno.

'Kurang ajar! Pasti lelaki itu dari tadi sudah menertawakan kebodohanku!!'

"Kau ada dirumahku. Dan perlu kau tahu, para bodyguardku sangat tidak ramah. Kusarankan kau turun dengan
sikap penurut dan tenang, demi dirimu
sendiri. Karena para bodyguardku mungkin akan melukaimu kalau kau bertindak bodoh.

"Rumah Jeno?!", Renjun memejamkan matanya frustasi.

Dari informasi yang dia dapatkan, rumah Jeno yang terletak diatas tanah begitu luas dikawasan elite pinggiran kota. Rumah itu dipagari dengan pagar tinggi disekelilingnya
dan setiap akses masuk dijaga oleh
bodyguard-bodyguard Jeno.

Tidak ada seorangpun yang bisa masuk ke area rumah ini tanpa sepengetahuan Jeno. Begitupun tidak akan ada orang yang bisa keluar dari rumah ini tanpa seizin Jeno.

"Bagaimana Rena? Apakah kau
berjanji untuk bersikap baik, dan aku akan mengeluarkanmu secara manusiawi. Atau kau memilih bertindak bodoh lalu mungkin aku akan mengikatmu dalam karung dan kusekap digudang." Suara Jeno diluar
menyadarkan Renjun dari lamunannya.

"Kenapa kau membawaku kemari?." Tanya Renjun penuh keberanian.

Terdengar suara Jeno terkekeh diluar sana, "Menurutmu kenapa
Rena? Apa kau pikir aku semudah
itu dliracuni di tempat umum? Apa kaupikir aku tidak tahu kalau kau selama ini mengendus-endus mencari kesempatan untuk membalaskan dendammu?"

Suara Jeno terdengar dekat, "kau
sudah bermain api," Bisiknya.

"Sekarang saatnya kau untuk terbakar."

Pintu bagasi itu terbuka tiba-tiba dan
Renjun berhenti meronta. Lagipula,
percuma meronta. Dibelakang Jeno
yang berdiri dengan pongahnya, ada
beberapa bodyguard dengan tubuh
kekar bertampang seperti batu.

Denganmelihat tampang dan penampilan mereka, Renjun tahu mereka tidak akan segan-segan melukainya kalau Renjun berbuat sesuatu yang sekiranya akan mencelakakan majikan mereka.

Jeno mundur selangkah, lalu
mengulurkan tangannya dengan
setengah membungkuk. "Silahkan Tuan putri, biarkan aku membantumu keluar."Gumamnya mengejek.

Renjun menatap tangan itu lalu menggeram marah. Kurang ajar sekali iblis yang satu ini!

Dengan marah, ditepiskannya tangan
Jeno dan dia berusaha keluar sendiri dari bagasi sempit itu meskipun sedikit kesulitan karena kaki dan tangannya kaku dilipat di ruangan sempit dan menempuh perjalanan entahnberapa puluh kilo.

Akhirnya Renjun berhasil berdiri keluar dari bagasi, dengan sepenuh harga dirinya. Jeno mengamati Renjun dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan melecehkan, lalu senyum muncul lagi disudut bibirnya.

"Mari silahkan masuk, selamat datang
dirumahku." Setengah memaksa lelaki
itu mencengkeram lengan Renjun yang kaku lalu membawanya masuk ke dalam rumahnya.

Bagian depan ruang tamu Jeno sangat megah, dengan arsitektur gaya lama yang entah kenapa bisa tampak modern. Lantai marmernya berkilauan dengan warna gading, dan pilar-pilar besar di ruang tamu dengan warna serupa begitu menjulang tinggi, dipadukan dengan nuansa warna merah dan emas.

Jeno membawa Renjun menuju ke sebuah tangga besar melingkar berwarna putih dan sekali lagi setengah menyeretnya menaiki tangga.

Mereka berdua berhenti di depan
sebuah pintu besar berwarna putih,"Kau akan tinggal di kamar ini mulai sekarang." Gumam Jeno datar.

Renjun membelalakkan mata marah pada Jeno, "atas dasar apa kau memutuskan aku harus tinggal dimana?Aku mau pulang."

Bibir Jeno masih menyiratkan senyum, tapi matanya tidak.

Mata itu bersinar dengan tatapan tajam dan dingin. "Kau tidak bisa pulang. Sekarang ini adalah rumahmu bersamaku."

Dengan cepat lelaki itu merengkuh
pundak Renjun, dan detik itu Renjun menyadari bahwa lelaki itu akan
menciumnya. Secepat mungkin
dia memalingkan muka, mencoba
memberontak, hingga bibir Jeno
hanya mendarat di pelipisnya.

Cengkeraman Jeno di pundaknya
makin kuat sehingga terasa
menyakitkan,

"aku sudah memutuskan untuk memilikimu. Dan satu-satunya
cara kau lepas dariku adalah ketika aku memutuskan untuk melepaskanmu,atau ketika kau.. mati."

Dengan kalimat penutupnya yang begitu kejam, Jeno membuka pintu putih itu dan mendorong Renjun masuk, lalu menguncinya dari luar, meninggalkan Renjun yang menggedor-gedor dan menendang-nendang pintu itu dari
dalam hingga histeris.




[ Tbc ]

[✔] My Life Destroyer Man 🔞Where stories live. Discover now