11 || Iblis

3.8K 415 23
                                    

[ REMAKE ]

.

.

Jeno masuk dan Renjun menunggu
dengan penuh antisipasi. Jeno
mengenakan jas hitam legam yang rapi, rambutnya yang sedikit panjang hingga menyentuh kerah disisir ke belakang, membuatnya tampak seperti iblis tampan yang begitu menggoda.

Lelaki itu melangkah memasuki ruangan dan Renjun merasakan Jeno tertegun sejenak menatap wajah Renjun yang sudah dirias sedemikian cantiknya. Tetapi kemudian mata Jeno menatap ke arah Renjuh yang masih mengenakan baju biasa yang selalu digunakannya di kamar itu.

Mata Jeno menggelap seolah ada badai yang akan menerjang di sana.

"Kenapa tidak kau pakai gaunmu?" desis Jeno pelan.

Renjun mundur selangkah, menyadari intensitas kemarahan dalam suara Jeno.

'Lelaki satu ini mungkin menderita post power syndrome sehingga mudah naik darah kalau keinginannya tidak diikuti' batin Renjun dalam hati.

"Aku tidak mau." Renjun menegakkan dagunya menantang, meski batinnya sedikit kecut.

"Gaun itu khusus dipesankan untukmu." kali ini suara Jeno sedikit menggeram, menahan kesabaran. Renjun melirik gaun indah itu, gaun itu luar biasa indahnya, dan Renjun sudah jatuh cinta pada gaun itu sejak pandangan pertama.

Tetapi dia tidak boleh mengenakan gaun itu, meskipun batinnya berteriak-teriak ingin merasakan gaun secantik itu sekali saja.

Tidak! Aku tidak boleh mengenakan
gaun itu, itu sama saja dengan
mengakui penguasaan Jeno atas diriku.

"Aku tidak mau memakainya, " Renjun
berhasil mengeraskan suaranya
hingga terdengar lantang. "Aku bukan
bonekamu yang bisa kau perintah semamu!"

"Boneka katamu?" Jeno melangkah
maju dan otomatis Renjun melangkah
mundur, '"Kau pakai baju itu atau aku akan memperkosamu sekarang juga di lantai, supaya kau tahu bagaimana aku memperlakukan bonekaku!"

Jantung Renjun berdetak sekejap
merasa takut akan ancaman Jeno.

Apakah Jeno akan melaksanakan
ancamannya? Tetapi melihat mata yang menyala karena marah itu, Renjun tiba-tiba sadar bahwa Jeno tidak main-main. Lelaki ini menyimpan iblis di dalam dirinya, dan ketika iblis itu keluar Jeno tidak akan segan-segan berbuat kejam.

'Salah sendiri kau menantang Iblis ini,Renjun'

Renjun mengutuk dirinya sendiri
dalam hati.

"Rena, kenakan gaun ini atau aku akan benar-benar membuatmu menyesal." Jeno mulai mendesis marah, tangannya meraih gaun hijau itu dan melemparnya dengan sembarangan ke arah Renjun yang langsung menangkapnya dan memegang gaun itu dengan hati-hati.

Jeno memperlakukan gaun semahal dan seindah ini layaknya memperlakukan kain lap. 'Lelaki iblis ini memang tidak paham keindahan!'

Tanpa sadar kebencian Renjun meluap lagi kepada Jeno, dorongan untuk menantang Jeno amatlah besar, meskipun sisi lain dirinya berteriak untuk tidak menantang Jeno lebih jauh lagi.

Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan, udara di antara mereka sangatlah tegang. Senyap dan tanpa suara, hanya dua mata yang saling menatap dan saling menantang.

"Pakai gaun itu, Rena." kali ini Jeno melangkah mendekat, seolah tak sabar.

Renjun langsung mundur selangkah lagi menjauhi Jeno, jantungnya
berdegup kencang, dia mulai merasa takut.

"Baiklah, aku akan memakainya, kau
keluar dulu dari sini!" teriaknya marah karena dipaksa mernyerah, air mata hampir menetes dari matanya.

Tetapi Jeno bergeming, lelaki itu menggertakkan gerahamnya menahan marah, "Aku tidak akan pergi. Kesempatanmu sudah habis, tadi aku sudah berbaik hati memberikan kesempatan padamu untuk ikut pesta dan memakai gaun bagus,sekarang cepat pakai gaun itu."

Jeno tidak menaikkan suara sama sekali, tapi kemarahan di dalam suaranya menjalar ke udara dan memaksa Renjun melakukan apa yang di inginkannya.

Dengan menahan air mata, dan menahan malu, Renjun melepas pakaiannya di depan tatapan Jeno yang berdiri kaku menatapnya, kemudian mengenakan gaun itu. Gaun itu luar biasa bagusnya, meluncur pelan membungkus tubuhnya dan terasa sangat pas.

Sejenak Renjun melupakan perasaan frustrasi atas pemaksaan Jeno dan larut dalam keterpesonaan atas keindahan gaun itu di tubuhnya.

Jeno mengamati Renjun sejenak dalam balutan gaun indah itu. Renjun tampak seperti dewi hutan yang diturunkan dari khayangan, luar biasa cantiknya.

"Bagus." geram Jeno, lalu dengan gerakan cepat meraih gaun itu dan merobeknya dari tubuh Renjun.

Krekk

Renjun terpana ketika Jeno merobek gaun itu di bagian dada, gaun seindah dan sebagus itu rusak sudah, dengan robekan kain dan benang yang berjuluran, dan kristal-kristalnya jatuh bertebaran dengan suara dentingan pelan di lantai.

Mata Renjun berkaca-kaca, tidak menyangka Jeno akan sekejam itu, merobek sebuah gaun yang sedemikian indahnya demi memamerkan arogansi dan kekuasaannya.

'Sungguh lelaki yang kejam!'

"Kenapa kau tampak ingin menangis?
kau tidak mau memakai gaun ini
bukan?" gumam Jeno sambil menatap Renjun tajam, "Maka
ku kabulkan permintaanmu."

Dengan gerakan tiba-tiba, Jeno meraih Renjun, mencengkeram punggung Renjun untuk merapat ke arahnya, Renjun mencoba meronta tapi tak berdaya.

"Mulai sekarang kau harus berfikir ulang kalau mau menantangku. Aku bukan orang baik dan aku tidak segan-segan berbuat kejam." Bibir Jeno terasa dekat dengan bibir Renjun, dan napas lelaki itu sedikit terengah.

Kepala Jeno menunduk dan sejenak Renjun merasa pasti bahwa Jeno hendak menciumnya, tetapi entah kenapa leher lelaki itu menjadi kaku dan mengurungkan niatnya.

Jeno mendorong Renjun menjauh,
Lalu membalikkan tubuhnya ke arah
pintu, "Daehwi!"

Suara Jeno sedikit keras ketika memanggil perias wajah yang gemulai itu. Pintu terbuka, dan Daehwi terburu-buru masuk.

Lelaki itu terkesiap mendapati kondisi Renjun yang penuh air mata dengan baju itu - baju eksklusif rancangan disainer terkenal, satu-satunya di dunia, yang sangat mahal dan pasti membuat iri semua perempuan - sekarang menjuntai sobek di dada Renjun dengan kondisi menyedihkan dan tak karuan.

Riasan mahal masterpiece-nya untuk wajah Renjun juga tak karuan karena bekas air mata di wajah Renjun.

"Bereskan dia." Jeno tidak menatap
Renjun lagi, lelaki itu langsung keluar
dan membanting pintu di belakangnya
dengan marah.

"Kau benar-benar nekad menantang
Tuan Jeno seperti itu." Daehwi
bergumam setengah menggerutu.

Daritadi lelaki gemulai itu memang sibuk menggerutu karena harus memulai dari awal mendandani Renjun. Apalagi ketika
tatapannya terarah pada gaun hijau
Renjun yang sekarang teronggok seperti sampah di lantai.

Daehwi akan mendesah secara dramatis, lalu menggerutu lagi dengan kata-kata tidak jelas.

Untunglah Daehwi membawa gaun
cadangan, gaun itu cukup bagus
meskipun tidak semewah dan seindah gaun hijau yang sudah dirobek oleh
Jeno.

Warnanya merah marun dan
berpotongan sederhana, membungkus tubuh Renhun dengan sempurna.

"Nah, sudah selesai." Daehwu meletakkan kuas bibir di meja dan menatap bayangan Renjun di cermin, "Lumayan cantik, meskipun tidak semewah tadi."

Renjun tanpa dapat ditahan melirik ke gaun hijau di lantai itu dan menghembuskan napas sedih,
tetapi bagaimanapun juga, dibalik
kekecewaannya ada kepuasan karena setidaknya dia bisa menunjukkan kalau dia bisa melawan Jeno. Betapa mengerikannya lelaki itu kalau marah.

Renjun mengernyit. Sejak usahanya
yang terakhir kali untuk melarikan diri,
penjagaan atas dirinya diperketat. Ada
dua orang laki-laki berjas hitam dan
berbadan kekar yang berjaga di depan pintunya. Malam ini adalah pertama kalinya Renjun diberi kelonggaran untuk keluar dari kamar ini.

Kalau Renjun cukup waspada, mungkin dia bisa melarikan diri dari rumah ini.

"Nah, pakai sepatu ini," Daehwi meletakkan sepatu emas yang cantik
di karpet.

"Lalu aku akan mengantarmu
turun, Tuan Jeno menunggumu di
bawah karena pesta sudah dimulai."

[ To Be Continue ]

[✔] My Life Destroyer Man 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang